Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Wawancara: Persatuan Islam Perspektif Mazhab Ahlulbait

Wawancara, Persatuan Islam, Perspektif, Mazhab Ahlulbait, Miqdad TurkanBagaimanakah konsep persatuan Islam dalam pandangan mazhab Ahlulbait? Berikut ini adalah petikan wawancara Buletin Al-Wilayah (AW) dengan Ustadz Miqdad Turkan (UMT), anggota Dewan Syura ABI sekaligus Wakil Ketua Komisi Penguatan Relasi dan Jaringan Dewan Syura ABI.

AW: Bagaimana konsep persatuan Islam menurut mazhab Ahlul Bait?

Ustaz, Miqdad TurkanUMT: Persatuan Islam atau yang lazim disebut al-wahdah al-Islamiyah adalah salah satu konsep Islam yang sangat penting. Ia bukan konsep yang lahir dari hasil ijtihad seseorang, kelompok tertentu atau mazhab tertentu dengan tujuan politik tertentu. Persatuan Islam merupakan sebuah konsep yang memiliki landasan Qurani dan sunnah nabi sekaligus sesuai fitrah insani.

Oleh sebab itu, selama kaum muslimin menjadikan Al-Qur’an sebagai panduannya, maka tidak ada satu pun dari mereka yang menolak konsep tersebut.

Perhatikan ayat Al-Qur’an yang menyatakan, “Sesungguhnya umat (Islam) ini adalah umat yang satu,” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 92). Dan dalam ayat lain, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,” (QS. Al-Hujurat [49]: 10). Layaknya saudara, maka sesama saudara harus saling mempererat tali persaudaraan. Oleh sebab itu, persatuan Islam juga populer disebut “Ukhuwah Islamiyah“.

Itu artinya, bahwa setiap muslim dengan muslim yang lain adalah saudara, apapun mazhab dan alirannya, Syiah ataupun Ahlussunnah.

AW: Seberapa penting persatuan Islam?

UMT: Sangat dan amat penting sekali. Kenapa penting, karena ukhuwah Islamiyah, di samping sebagai satu-satunya cara untuk menjaga wibawa Islam, juga sebagai bentuk manifestasi dari ajaran Islam itu sendiri. Artinya, Islam akan dipandang sebagai ajaran yang benar dan berwibawa, apabila pemeluknya bersatu, saling mencintai, saling menghormati, saling melindungi dan bukan saling caci maki serta saling menghujat. (Baca: Demi Pengabdian kepada Islam)

Menurut saya, menjalin ukhuwah Islamiyah adalah taklif dan tanggung jawab bagi setiap muslim, apapun mazhab dan alirannya. Hal itu dapat dilihat dari firman Allah, “Berpegang teguhlah kalian pada tali Allah dan jangan berpecah belah,” (QS. Ali ‘Imran [3]: 103) dan “Taatilah Allah dan Rasulnya dan jangan saling bercekcok, maka kalian akan gagal dan kekuatan kalian akan hilang,” (QS. Al-Anfal [8]: 46) dan masih banyak lagi ayat dan riwayat senada lainnya.

Ini semua mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya persatuan dan ukhuwah di antara kaum muslimin, terutama di saat-saat sekarang ini, di mana musuh-musuh Islam sedang bersatu untuk memporak-porandakan kekuatan kaum muslimin.

Nabi Muhammad Saw ketika berhijrah ke Madinah, pertama kali yang beliau lakukan adalah mempersaudarakan kaum Anshor dengan kaum Muhajirin untuk bersatu padu dan saling bahu membahu di antara mereka. Sehinggga setelah beberapa tahun kemudian Nabi Saw bersama kaum muslimin dengan segala unsurnya berhasil menaklukkan kota Makkah yang kemudian dikenang sebagai peristiwa “Fathu Makkah“.

Ini semua bukti nyata bahwa persatuan Islam itu sangat penting dan mendasar sekali dalam kehidupan beragama. (Baca: Ayatullah Khamenei: Isu Paling Penting di Dunia Islam adalah Persatuan)

Jadi, jika ada orang muslim yg menolak persatuan Islam, pasti rujukannya bukan Al-Qur’an dan Nabinya pasti bukan Muhammad Saw.

AW:  Apakah sikap komunitas ABI di Indonesia saat ini sudah proporsional dalam menjalin silaturahmi dengan pihak luar?

UMT: Sebagai komunitas, saya kira ABI sudah melakukan hal itu dengan baik. Akan tetapi, intensitasnya mungkin perlu ditingkatkan terus-menerus hingga benar-benar proporsional.

Secara teori, menjalin silaturahmi dengan pihak luar itu indah dan mudah, tapi kenyataan dalam praktek tidaklah demikian. Sebab dalam melaksanakan misi ini diperlukan kebersihan hati dan keberanian mental.

Ada dua hal, yang menurut saya penting dan perlu perhatian secara khusus:

1- Sebagai komunitas, ABI ketika menjalin silaturahmi dengan pihak luar, statusnya adalah sebagai duta. Oleb sebab itu diperlukan sikap terbuka, tulus, apa adanya, alami tanpa rekayasa, sehingga pihak yang dikunjungi akan mendapat gambaran utuh tentang Ahlulbait dan komunitas ABI apa adanya. Dengan cara itu, diharapkan ABI bisa diterima oleh masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dari mereka. (Baca: Cinta Ahlulbait Nabi as Sebagai Poros Persatuan Islam -1)

2- Selama menjalin silaturahmi dengan pihak luar, kesan menggurui atau sebagai misionaris perlu dihindari karena akan muncul perdebatan yang justru kontra produktif dan biasanya berakhir dengan kebencian.

AW: Apa potensi yang dimiliki komunitas ABI di Indonesia untuk menjadi pioneer persatuan Islam?

UMT: Menurut saya, potensi itu sangat banyak dan besar sekali.

Pertama, ruh dan semangat ukhuwah sebenarnya sudah ada pada masing-masing pengikut Ahlulbayt. Sebab prinsip tersebut merupakan ajaran Al-Qur’an dan doktrin para Imam yang kemudian dipertegas oleh para maraji’ dalam betuk fatwa dan dimuat dalam kitab-kitab mereka.

Jadi, ruh ukhuwah itu sendiri lebih bersifat ideologis ketimbang politis. Artinya, sekalipun umat Islam dalam keadaan aman, ukhuwah Islamiyah tetap harus diperkuat.

Saya yakin bahwa setiap pribadi pengikut Ahlulbait yang taat, pasti memiliki jiwa yang lapang, sikap yang lembut, toleran dan anti kekerasan. Dengan demikian, potensi komunitas Ahlulbait untuk bisa hidup berdampingan dan bergandengan tangan dengan saudaranya yang Ahlussunnah sangat besar. (Baca: Fenomena Gagal Paham tentang Islam -1)

Kedua, antara Syiah dan Ahlussunnah, secara ideologis maupun amaliah, menurut saya, lebih banyak kesamaannya daripada perbedaannya. Dan ini juga merupakan potensi besar untuk terwujudnya persatuan Islam di negeri ini.

Ketiga, secara organisatoris, Ahlul Bait Indonesia (ABI) memiliki prinsip bahwa membangun dan menjaga keutuhan NKRI serta Pancasila sebagai dasar negara adalah amanat bangsa yang harus dijaga. Prinsip ini juga ada pada beberapa organisasi Islam lain, seperti NU dan Muhammadiyah. Oleh sebab itu, sebagai komunitas yang taat pada ajarannya, ABI memang seharusnya menjadi pioneer dan terdepan dalam merajut ukhuwah Islamiyah ini di seluruh Nusantara.

AW: Apa tugas yang dimiliki oleh para pengurus ABI di daerah terkait persatuan Islam?

UMT: Pertama, seluruh pengurus ABI, baik di tingkat pusat maupun daerah harus mempunyai pemahaman yang benar tentang arti dan tujuan persatuan Islam itu sendiri. Pemahaman yang salah, akan mengakibatkan seluruh usaha ke arah sana akan sia-sia.

Persatuan Islam tidak berarti meleburnya semua mazhab ke dalam satu wadah yang kemudian masing-masing kehilangan identitasnya. Bukan demikian. Menurut saya, persatuan Islam adalah masing-masing mazhab harus tetap pada identitas, prinsip dan ciri khas yang dimilikinya. Namun begitu, mereka tetap bisa bersatu atas dasar banyaknya kesamaan. Jadi, asas pijakannya adalah kesamaan bukan peleburan. Dan dari adanya kesamaan ini, maka akan terjalin ikatan yang kemudian bergerak bersama-sama menuju satu arah dan satu tujuan yang sama.

Ini artinya bahwa persatuan Islam hanya akan tercapai jika masing-masing mazhab dapat memahami mazhab lainnya dengan benar. Persatuan antara Ahlussunnah dan Syiah misalnya, Ahlussunnah harus bisa memahami Syiah secara utuh dan benar dari sumbernya yang benar, dan tidak harus mengikutinya. Demikian pula sebaliknya, Syiah harus dapat memahami Ahlussunnah secara utuh dan benar dari sumbernya yang muktabar pula. Jika tidak, maka yang terjadi hanyalah basa-basi belaka yang kemudian rawan konflik. (Baca: Nilai-nilai Keagamaan)

Berangkat dari pemahaman di atas, maka seluruh pengurus ABI, dalam rangka merajut ukhuwah harus berani tampil dengan identitas diri apa adanya karena statusnya sebagai wakil komunitas. Hal itu perlu dilakukan sebagai upaya menghindari terjadinya prasangka buruk dari pihak luar.

Kedua, seluruh pimpinan di semua tingkatan, terutama daerah, harus bisa membaur dan menjalin komunikasi baik dengan semua pihak sebagai bukti keseriusan mereka dalam menjalin ukhuwah.

Ketiga, menjaga lisan untuk tidak mudah mengeluarkan pernyataan  yang justru kontraproduktif. Imam Khumaini mengatakan, “Dari lisan manapun yang menyebabkan pecah belah, maka lisan itu adalah lisan setan.”

Permusuhan antar kaum muslimin yang terjadi sekarang ini, menurut saya, karena dua hal, adanya kelompok takfiri di masing-masing pihak (Ahlussunnah dan Syiah), dan adanya pemahaman salah tentang Syiah maupun Ahlussunnah. Akibatnya, muncul kecurigaan dan sangka buruk terhadap masing-masing pihak. Peluang emas inilah yang sedang dimainkan oleh musuh. Untuk itu, ABI sebagai ormas harus bekerja keras tanpa kenal lelah demi terwujudnya persatuan Islam di bumi nusantara ini. Selamat bekerja dan semoga sukses ABI![*]

Sumber: Dikutip dari Buletin Al-Wilayah Edisi 02 Juli 2016/Syawal 1437

Baca: Solidaritas Palestina, Salah Satu Pilar Persatuan Islam


No comments

LEAVE A COMMENT