Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

17 Rabiul Awal, Hari Kelahiran Nabi Muhammad Saw

Awan gelap jahiliah telah menutupi sepenuhnya Jazirah Arab. Perbuatan buruk dan haram, perang berdarah, perampokan, dan pembunuhan bayi memusnahkan seluruh kebajikan moral dan menempatkan masyarakat Arab dalam situasi kemerosotan yang luar biasa. Pada waktu itulah muncul bintang pagi kemakmuran; suasana gelap itu kini disinari kelahiran Nabi Suci yang dinanti-nantikan. Mulailah langkah awal menuju pembangunan peradaban, kemajuan, dan kemakmuran bagi bangsa terbelakang ini. Segera cahaya ini menyinari seluruh dunia; fondasi pengetahuan, kearifan, dan peradaban pun diletakkan.

Para penulis sirah (biografi) nabi umumnya sepakat bahwa Nabi Muhammad lahir di Tahun Gajah 570 M. Adalah pasti bahwa beliau meninggal tahun 632 M. Bila saat itu usianya 62-63 tahun, berarti beliau lahir tahun 570 M. Hampir semua ahli hadis dan sejarawan sepakat bahwa Nabi Saw lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Masyhur di kalangan ahli hadis Syiah bahwa beliau lahir pada hari Jumat sesudah fajar 17 Rabiul Awal, sementara ulama Sunni percaya bahwa beliau lahir pada hari Senin, tanggal 12 bulan yang sama.

Hari ketujuh tanggal 24 Rabiul Awal seekor domba disembelih Abdul Muthalib sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Allah. Sejumlah orang diundang ke pesta. Di pesta perayaan yang besar itu, dihadiri oleh kebanyakan orang Quraisy, ia menamakan cucunya Muhammad. Ketika ditanya mengapa ia menamakannya Muhammad padahal nama itu jarang dipakai orang Arab, Abdul Muthalib menjawab, “Saya berharap ia terpuji di surga mau pun di bumi”.

Baca: Hadis-hadis Perihal Penghormatan untuk Rasulullah Saw

Dalam kaitan ini, Hasan bin Tsabit berkata: “Sang Khaliq mengambil nama Rasul-Nya dari nama-Nya sendiri. Dengan demikian, sementara Allah adalah Mahmud (terpuji), Nabi-Nya adalah Muhammad (patut dipuji). Kedua kata ini diambil dari akar kata yang sama dan mengandung makna yang sama pula.” (Sirah al-Halabi, 1/93)

Pastilah bahwa ilham sudah memainkan perandalam pemilihan nama ini, karena walaupun nama “Muhammad” dikenal di kalangan orang Arab, hanya segelintir orang hingga waktu itu yang diberi nama ini. Hampir tak perlu dikatakan, semakin sedikit suatu kata digunakan, semakin kecil pula peluang salah paham tentang kata itu. Karena Kitab-kitab Suci telah meramalkan kedatangan Islam berikut nama serta tanda-tanda rohaniah dan jasmaniah yang khusus dari Nabi Muhammad, maka tanda-tandanya haruslah demikian jelas sehingga tidak muncul suatu kekeliruan pun. Salah satu tanda itu adalah nama nabi.

Penting bahwa nama itu harus dipakai oleh demikian sedikit orang sehingga tidak ada keraguan atas identifikasinya, khususnya bilamana sifat dan tanda-tandanya dicantumkan. Dengan begitu, orang yang kemunculannya telah diramalkan oleh Taurat dan Injil ini dapat dikenali dengan mudah. Alquran menyebut dua nama Nabi Saw. Dalam surah Ali Imran ayat 138, Muhammad ayat 2, al-Fath ayat 29, dan al-Ahzab ayat 40, beliau disebut Muhammad, sedang dalam surah ash-Shaf ayat 6 beliau disebut Ahmad.

Perbedaan ini, sebagaimana dicatat sejarah, adalah karena ibunda nabi sudah menamainya Ahmad sebelum kakeknya menamainya Muhammad. Nabi Saw disusui ibunya hanya selama tiga hari. Sesudah itu, dua wanita lain mendapat kehormatan menjadi ibu susunya, yaitu Suwaibah dan Halimah.

Baca: Tahapan-tahapan Risalah Rasulullah Saw

Alquran menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw masa kecilnya berlalu dalam keadaan yatim dan banyak dari sumber-sumber sejarah yang juga membuktikan hal tersebut. Abdullah, ayahnya beberapa bulan setelah melakukan pernikahan dengan Aminah binti Wahab, kepala suku dari kabilah bani Zuhrah, pergi untuk melakukan perjalanan dagang ke Syam dan ketika pulang ia meninggal dunia di kota Yastrib. Sebagian para sejarawan menulis bahwa Abdullah meninggal dunia beberapa bulan setelah kelahiran Muhammad Saw.

Di saat Muhammad berusia 6 tahun 3 bulan (dan menurut sebagian 4 tahun), ibunya Sayidah Aminah, telah membawanya ke Yatsrib untuk berkunjung ke rumah sanak dan familinya (dari pihak ibu Abdul Muthalib dari kabilah Bani Ady bin Najjar). Dan dalam perjalanan pulang ke Mekah, Aminah meninggal dunia di daerah bernama Abwa’ dan dipusarakan di sana. Aminah ketika wafat berusia 30 tahun. Setelah ibunda wafat, Abdul Muthalib, kakek nabi dari pihak ayah yang kemudian bertanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkannya. Di usianya yang ke 8 tahun, kakeknya pun mengucapkan salam terakhirnya pada dunia dan Muhammad pun berada di bawah asuhan pamannya Abu Thalib.

*Dikutip dari Kitab Ar-Risalah karya Ayatulllah Jafar Subhani


No comments

LEAVE A COMMENT