Tanya:
Assalamu’alaikum.
Apakah saya harus memberi persetujuan untuk bertemu dengan anak durhaka? Kami telah maafkan kesalahannya. Namun untuk berjumpa dengannya sungguhlah berat untuk merelakan. Oleh karena sang anak belum menunjukkan tanda-tanda penyesalan atau bertaubat. Bahkan terus-menerus memperlihatkan akhlaq yang buruk. Seperti mengadu fitnah antara ibu dan bapak, mencuri uang puluhan ribu ringgit, memukul isteri, menghalau isteri, menceraikan isteri, lantas menuntut pengembalian mahar pernikahan, memanfaatkan identitas isteri untuk utang ke bank lantas menggunakannya tapi isteri yang terkena penagihan. Malas menegakkan solat, menyusahkan kehidupan kami yang dihantui oleh pihak bank atas tagihan utang. Sehingga saya tidak mengizinkan kepada sesiapa pun untuk bertemu atau berbaik dengan anak durhaka itu, kecuali dia benar-benar bertaubat.
Apakah tindakan saya ini menyalahi hukum syariat?
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jawab:
Salah satu bagian dari ajaran suci Islam yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits Nabi serta para Imam Ahlul Bait AS adalah kewajiban menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran yang dikenal dengan istilah Amar Makruf Nahi Munkar (AMNM). Kewajiban ini seperti kewajiban lainnya seperti shalat, puasa, zakat, khumus, haji yang memiliki persyaratan dan tata caranya sesuai hasil interpretasi seorang mujtahid/marja.
Di antara yang maraji’ sebutkan yakni persyaratan efektifitas, artinya kita harus mengidentifikasi apakah cara yang kita pilih untuk dilakukan dalam melaksanakan kewajiban AMNH akan efektif. Ataukah cara yang dilakukan akan kontra-produktif dan menjadikan orang yang kita ajak kepada kebaikan semakin menjauh dari kebaikan, atau orang yang akan kita cegah untuk melakukan kejelekan akan semakin berani dan sering melakukan kejelekan.
Berkenaan dengan kasus yang ditanyakan maka penentuan subyek dikembalikan kepada bapak, kalau cara itu dianggap akan efektif maka, bismillah untuk melakukannya.
Karena kita manusia biasa yang tidak memiliki kesempurnaan maka bisa jadi identifikasi salah dan terbukti kesalahannya setelah berlalu masa tertentu. Saat itu kita tidak berdosa jika kita menyadari kesalahan kita dan berani merubah secepatnya cara kita dengan mempraktikkan sebaliknya yang insya Allah akan efektif. Jika tidak juga efektif maka tidak ada lagi kewajiban bagi kita.
[*]
Baca: Berkatalah Lemah Lembut di Tengah Keluarga