Tulisan di bawah ini diambil dari potongan artikel pada Majalah Pembina, No.10 th. IX –Mei 1971, hal. 11 dan 23, berjudul: NABI dan IMAM ALI, sub judul: INILAH SAUDARAKU, dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) oleh Sofia Abdullah.
_____
INILAH SAUDARAKU
Untuk memberi penjelasan, ada baiknya jika kami mengutip beberapa buah hadis yang menguatkan uraian kami ini, hadis-hadis ini akan menjelaskan pula persaudaraan jiwa antara Nabi dan Imam Ali, dan sampai di mana pula Imam Ali dapat mewarisi sifat-sifat Nabi yang dicintai.
Dapat pula kami menarik kesimpulan, bahwa Nabi Saw meratakan jalan Khilafah bagi Imam Ali dalam batas-batas dan syarat-syarat yang ditetapkan dalam Islam.
Baca: Peristiwa Ghadir Khum Dalam Hadis Ahlusunnah
Nabi Saw bersabda: “Memandang wajah Ali adalah satu ibadah.”
“Siapa yg mengganggu Ali berarti ia menggangguku.”
Al Ya’qubi dalam sejarahnya (Sirahnya) bagian ke-2, mengatakan bahwa pada waktu Nabi kembali dari menunaikan ibadah hajinya yang penghabisan, pada suatu malam perjalanan kembali dari Mekkah menuju Madinah, Nabi dan rombongan yang telah menunaikan haji berhenti di suatu telaga bernama Khum (Chum, dalam ejaan lama), pada tanggal 18 Zuhijjah, di mana Nabi berpidato seraya memegang tangan Imam Ali, di antaranya beliau bersabda: “Siapa yang mengakui Aku sebagai Walinya, maka Ali inilah Walinya, Ya Allah, dukunglah orang yang mendukungnya dan musuhilah seseorang yang memusuhinya.”
Dikatakan dalam tafsir Fachru al Razi, bahwa setelah itu Umar bin Khatab mengatakan kepada Imam Ali sebagai berikut; “Aku memberi selamat kepadamu karena engkau sekarang telah menjadi wali bagi tiap-tiap Mukmin.”
Baca: Infografis: Hadis al-Ghadir
Hadis ini disebut oleh banyak ahli sejarah, dan disebut pula oleh ulama-ulama, seperti Turmudzi, Nasa’ie dan Ahmad bin Hanbal (pendiri mazhab Hambali), dan diriwayatkan oleh 16 Sahabat Nabi. Juga disebut-sebut oleh ahli sejarah dan sastra, sebagai (seperti); Hasan bin Tsabit, Abu Tamam al Thaie, dan Al Kumait Al Asadi.
Dalam kitab “Al-Aal” karangan Ibnu Khalweh mengisahkan bahwa Nabi pernah mengatakan kepada Imam Ali: “Mencintaimu itu adalah iman, membencimu adalah sifat munafik, yang pertama-tama orang yang masuk surga ialah yang mencintaimu dan yang pertama-tama masuk neraka ialah yang membencimu.”
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda kepada sahabat-sahabatnya: “Jika kamu ingin melihat pengetahuan Nabi Adam, kesusahan pikiran Nuh a.s, sifat-sifat Ibrahim, ibadah dan doanya Musa, umur Isa, dan suluh ilmunya Muhammad, lihatlah kepada yang datang ini,” maka sekalian sahabat-sahabatnya mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang datang itu, maka tampaklah Imam Ali.
Baca: Kultur Perayaan Idul Ghadir
Pada suatu ketika datang seorang sahabat Rasul Saw menyampaikan pengaduan kepada Rasul Saw tentang Imam Ali, mendengar pengaduannya, Nabi bersabda: “Apakah yang kamu ingini dari Ali?” (Beliau mengucapkannya hingga 3 kali), “Dia adalah bagian dari diriku, dan dia Wali bagi tiap-tiap Mukmin sesudahku.”
Inilah sebagian dari ucapan-ucapan Nabi (Hadis Nabi), yang dari ucapan-ucapan ini dapat dimengerti bahwa Nabi memiliki rasa persaudaraan yang lebih istimewa dari sekadar hubungan kekeluargaan. Perasaan yang sama pun terjadi pada diri Imam Ali yang selalu taat dan patuh pada perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
Selain dari pada itu, Rasul Saw hendak menarik perhatian orang-orang atas sifat kemanusiaan agung yang tampak bersinar pada pribadi Imam Ali dan menunjukkan bahwa hanya ia (Imam Ali) sendiri yang dapat menyempurnakan syarat-syarat seruannya jika Nabi sudah wafat.
Bersambung ke bagian 3.