Memulai perjalanan spiritual di atas jalan kesempurnaan dan mencapai tingkatan spiritual yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah dan sederhana, malahan sangat sulit dan berliku. Seorang salik harus menghadapi banyak rintangan dijalannya dan harus berjuang keras menyingkirkannya, Jika tidak, dia tidak akan pernah bisa mencapai tujuan yang didambakan. Berikut di antara rintangan-rintangannya
Ketidakmampuan
Rintangan terbesar bagi seorang pengembara spiritual untuk melakukan perjalanan spiritual dan mencapai kedekatan kepada Allah adalah ketidakmampuan diri. Hati yang telah tercemari dan telah berubah menjadi gelap oleh dosa-dosa, tidak dapat menjadi pusat pancaran cahaya Ilahi. Ketika hati manusia -akibat perbuatan dosa- berubah menjadi pusat perintah setan maka bagaimana mungkin malaikat terdekat Allah dapat masuk ke dalamnya?
Imam Ja’far ash-Shadiq mengisahkan sebuah riwayat dari ayahnya: “Bagi seorang manusia tidak ada yang lebih buruk dari dosa karena dapat mengobarkan perang kepada hati sampai dia bisa menaklukannya. Hati yang terkalahkan ini disebut hati yang terbalik atau berpaling.” (Bihar al-Anwar, jil. 73, hlm. 312)
Baca: Untaian Nasihat Spiritual Imam Khomeini (1)
Hati seorang pendosa adalah hati yang terbalik. Hati yang mendesaknya untuk bergerak menuju arah yang sesat. Lalu bagaimana dia bisa bergerak ke arah kedekatan kepada Allah dan mampu menerima rahmat dan karunianya? Oleh karena itu, penting bagi seorang pengembara spiritual agar sebelum memulai perjalanannya untuk mencapai kebersihan jiwa dan kesempurnaannya, dia harus berusaha sekuat mungkin untuk tidak melakukan dosa. Hanya dengan cara itu dia bisa menenggelamkan dirinya dalam zikir dan ibadah. Jika tidak, usaha dan kerja kerasnya dalam zikir dan beribadah tidak akan menyebabkannya menjadi dekat kepada Allah.
Ketertarikan Pada Dunia
Hati yang sangat cinta benda-benda materi dan tergila-gila kepadanya, bagaimana dia dapat melepaskan dirinya dengan mudah dan sanggup mendaki menuju surga yang tinggi? Hati yang menjadi pusat komando keinginan-keinginan duniawi, bagaimana mungkin dapat menjadi pancaran cahaya Ilahi. Selain itu berdasarkan hadis, cinta dunia adalah akar segala dosa dan maksiat. Seorang pendosa tidak akan mampu mendaki menuju kedekatan kepada Allah. Rasulullah saw bersabda: “Hal pertama yang menyebabkan kemaksiatan kepada Allah terdiri atas enam sifat: cinta dunia, cinta kedudukan, cinta wanita, cinta makanan, cinta tidur, dan cinta bersenang-senang.” (Bihar al-Anwar, jil. 73, hIm. 94)
Karena itu, penting sekali bagi seorang pengembara spiritual untuk melepaskan hatinya secara mutlak dari ketertarikan-ketertarikan duniawi agar pergerakan dan pendakiannya menuju tingkatan mulia yang lebih tinggi menjadi mungkin baginya. Dia harus membersihkan hatinya dengan teliti dari pikiran-pikiran dan kecemasan-kecemasan akan urusan-urusan duniawi sehingga dapat berganti dengan ingatan kepada Allah (dzikrullah).
Tapi bukankah Rasulullah, Imam Ali, Imam as-Sajjad, dan Imam suci lain dari kalangan Ahlulbait Nabi juga bekerja, berusaha, dan menikmati karunia Allah? Inilah salah satu kelebihan terbesar Islam, sehingga untuk dunia dan hari akhir serta perbuatan yang berkaitan dengan keduanya tidak dikenal adanya pembatasan dan keterpisahan.
Mengikuti Hawa Nafsu
Rintangan ketiga adalah menyerah kepada godaan hawa nafsu dan hasrat hina. Bagaikan kegelapan dan gumpalan, asap hawa nafsu menyerang kekuasaan hati dan membalikkan hati menjadi gelap sehingga kehilangan kesucian untuk menerima limpahan cahaya Ilahi. Hawa nafsu terus menarik hati dari satu arah ke arah lainnya, sehingga tidak pernah memberikan kesempatan kepadanya untuk mengadakan hubungan dengan Allah, dan mengembangkan cinta kepada-Nya. Siang dan malam mereka berusaha dan bekerja keras untuk mengabulkan tuntutan hawa nafsu. Tentu saja, dalam situasi seperti ini dia tidak akan tertarik memikirkan pergerakan dan pendakian menuju kerajaan surgawi.
Baca: Untaian Nasihat Spiritual Imam Khomeini (2)
Allah berfirman dalam Alquran: “Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu yang akan meyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. as-Saffat: 26)
Imam Ali a.s. berkata: “Orang yang paling berani adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya.” (Bihar al-Anwar, jil. 70, hlm. 76)
Banyak Makan
Salah satu rintangan utama dari jalan menuju mengingat Allah dan menyebut-Nya adalah banyak makan dan menjadi hamba perut. Seseorang yang berusaha siang dan malam untuk mengumpulkan makanan dan santapan lezat serta memenuhi perutnya dengan beragam jenis makanan enak, tidak akan mampu berhubungan dengan Allah, mengembangkan cinta, dan membangun komunikasi rahasia dengan-Nya? Dengan perut penuh makanan, bagaimana mungkin seseorang punya gairah untuk beribadah dan berdoa? Seseorang yang menganggap kenikmatan hanya ada dalam makanan dan minuman, kapan dia akan mencicipi manisnya bermunajat kepada Allah? Karena alasan inilah, kebiasaan banyak makan dikecam dalam Islam.
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah terjerumus kepada banyak makan karena kebiasaan itu akan memadamkan cahaya iman dalam hatimu.” (Al-Mustadrak, jil. 3,. hlm. 81)
Imam Ja’far ash-Shadiq berkata: “Perut akan menyeleweng karena kebanyakan makan. Keadaan paling dekat antara Allah dengan seorang hamba adalah ketika perut kosong dan keadaan paling buruk bagi hamba dan Tuhan-Nya adalah ketika perutnya penuh terisi makanan.” (Wasail asy-Syiah, jil. 16, hlm. 405)
Pembicaraan yang Tidak Berguna
Banyak bicara akan membuat pikiran seseorang banyak terbuang dan karenanya tidak dapat memberikan perhatian kepada Allah dengan kehadiran hatinya. Karena pertimbangan inilah sehingga banyak bicara dan omong kosong dikecam dalam beberapa hadis dan riwayat.
Rasulullah saw bersabda: “Hindarilah bicara banyak kecuali saat membaca zikir kepada Allah. Karena terlalu banyak menghamburkan kata-kata selain mengingat Allah akan membuat hati menjadi keras. Dan manusia yang paling jauh dari Allah adalah manusia yang gelap hatinya.” (Bihar al-Anwar, jil. 71, hlm. 281)
Cinta Diri
Sekali seorang pengembara spiritual berhasil menyingkirkan segala rintangan dari jalannya lalu bersiap-siap mengatur cara melewati semua tahapan, maka dia harus berhadapan dengan rintangan paling besar yaitu cinta diri.
Jika seorang pengembara spiritual ingin melalui tingkatan asketisme (kezuhudan) dan mujahadah, dia harus berusaha keluar dari tapal batas cinta zat (cinta diri) dengan mengubahnya menjadi cinta kepada Tuhan. Dengan demikian, dia akan melakukan semua perbuatannya untuk keridhaan Allah semata. Jika dia makan suatu makanan, itu karena kenyataan bahwa kekasih abadinya menginginkan hal itu.
Baca: Untaian Nasihat Spiritual Imam Khomeini (3-Tamat)
Orang seperti itu tidak mengharapkan dunia ini maupun dunia yang akan datang. Dia hanya mencari dan mengharapkan Allah. Dia bahkan tidak ingin memiliki keluarbiasaan (mukjizat) atau pengetahuan khusus (kasyaf), tidak punya tujuan dan hasrat yang lain selain kepada Sang Maha Pencipta. Jika berhasil melalui tahapan krusial ini dan sanggup menghentikan identitas serta kediriannya, maka dia bisa mengambil satu langkah besar menuju gerbang tauhid. Kemudian naik menuju maqam spiritual paling mulia, maqam penyaksian, perjumpaan, dan memasuki kerajaan langit sebagaimana digambarkan dalam Alquran: “berdiri dengan teguh dalam karunia Sang Raja Agung.” (QS. Al-Qamar: 55)
Rasa Ragu
Salah satu rintangan terbesar dan paling penting adalah keraguan serta tekad yang tidak kuat yang mencegah seseorang untuk memulai perbuatannya. Setan dan nafsu amarah berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menggambarkan hal-hal yang berkenaan dengan perjalanan spiritual dan kezuhudan (asketisme) sebagai sesuatu yang tidak perlu dan tidak berarti. Mereka berusaha meyakinkan seseorang untuk hanya melakukan ibadah saja tanpa perlu memperhatikan kehadiran hati.
Allah telah menjanjikan dalam Alquran: “Bagi mereka yang berusaha keras pada kami, Kami pasti menuntunnya kepada jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69)
*Dikutip dari buku Hijrah Menuju Allah -Ayatullah Ibrahim Amini