Kebodohan adalah sifat yang rendah dan hina. Cukup sebagai bukti akan rendah dan hinanya kebodohan ialah seorang manusia merasa sakit dan terhina jika dikatakan dirinya bodoh. Seorang Muslim, setidaknya wajib belajar membaca dan menulis; dan demikian juga dia wajib mengetahui pengetahuan-pengetahuan yang bersifat umum mengenai agamanya. Dia wajib mengetahui masalah-masalah yang menjadi kebutuhannya secara terus menerus. Seorang laki-laki dan perempuan wajib mengetahui berbagai masalah yang terdapat di dalam amaliah. Seorang laki-laki dan perempuan wajib mengetahui akan apa-apa yang ada di dalam Alquran, terutama yang berkenaan dengan cara membaca Alquran secara benar.
Jika seseorang bekerja di sebuah kantor, maka dia harus mengetahui urusan-urusan kantor dan berbagai perkara yang berhubungan dengannya. Demikian juga seseorang harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan bisnis dan perdagangan jika dia seorang pedagang. Jika seorang laki-laki hendak menikah maka dia wajib mempelajari bagaimana bergaul dan berperilaku di dalam sebuah rumah tangga sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam.
Seseorang wajib mengetahui bagaimana pandangan Islam di dalam tata cara memelihara rumah, menjaga hak-hak suami dan mendidik anak. Seorang Muslim wajib mengenal ilmu-ilmu keislaman dan mengetahui akhlak Islam.
Baca: Ilmu Apa Saja yang Harus Dimiliki Para Imam Ahlulbait a.s.?
Seorang Muslim wajib mengetahui ushuluddin dan wajib mengetahui bagaimana berargumentasi atasnya, sesuai dengan keadaan dirinya. Dia harus mampu berargumentasi tentang tauhid. Demikian juga mengenai pokok pembuktian adanya Allah Swt, hari pembalasan, kenabian dan keimamahan. Dan ini semua merupakan bagian dari kewajibannya.
Jika seorang Muslim tidak memiliki pengetahuan-pengetahuan agama yang bersifat umum ini, maka ini merupakan sebuah kekurangan besar yang terdapat di dalam dirinya; dan itu terhitung sebagai pengabaian terhadap kewajiban yang telah diperintahkan oleh Rasulullah Saw di dalam sebuah hadisnya yang sangat masyhur, “mencari ilmu wajib atas setiap Muslim.”
Seorang Muslim harus senantiasa dalam keadaan mencari ilmu. Hal ini sebagaimana perintah Rasulullah saw di dalam sebuah hadisnya, “carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang kubur.”
Kata-kata ini diucapkan oleh Rasulullah Saw adalah untuk penekanan. Artinya, setiap manusia, baik dia itu anak-anak, pemuda maupun orang lanjut usia, baik dia itu laki-laki maupun perempuan, semuanya harus senantiasa belajar. Semua harus selalu sibuk dengan ilmu, baik menjadi guru ataupun murid.
Jika bukan untuk penekanan, maka mungkin dapat ditarik arti yang kedua dari hadis ini. Yaitu bahwa tatkala seorang anak lahir ke dunia, maka insting belajar yang ada padanya aktif dan hidup. Mungkin tidak ubahnya seperti insting makan dan minum, dilihat dari sisi bahwa dia itu riil. Sebagaimana dia bisa makan dan minum, maka insting belajar yang ada padanya pun bersifat riil.
Mungkin, dianjurkannya dibacakan azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya adalah sebagai bukti kemampuannya untuk memperoleh ilmu. Dengan dibacakannya azan dan iqamah kepada seorang bayi yang baru lahir, Islam menginginkan ucapan “Asyhadu alla ilaha illallah” dan ucapan “Asyhadu anna Muhammadan-Rasulullah” meresap ke dalam kulit, daging, dan tulangnya.
Mungkin hadis berikut mengisyaratkan kepada hal ini, yaitu jika di dalam kamar terdapat seorang anak kecil yang sedang bangun, maka janganlah ayah dan ibunya melakukan hubungan intim. Jika larangan ini tidak diindahkan, maka akhlak anak tersebut akan menjadi buruk, dan yang bertanggung jawab atas hal ini adalah sang ayah dan ibunya.
Riwayat ini menunjukkan bahwa insting belajar telah ada secara riil pada diri seorang anak sejak awal pertama dia lahir ke dunia. Seorang anak kecil, sebelum berbicara dia banyak mengajukan pertanyaan kepada ayah dan ibunya; dan ini merupakan bukti akan adanya insting belajar pada dirinya.
Kita mengatakan bahwa ucapan Rasulullah Saw yang berbunyi “carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang kubur” adalah syiar Islam. Dan bahwa ucapan Rasulullah Saw yang berbunyi “mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim” adalah juga syiar Islam. Alquran mengatakan: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu, beberapa derajat.” (QS. al-Mujadalah: 11)
Keutamaan Orang Berilmu terhadap yang Tidak Berilmu
Ayat di atas menjelaskan bahwa terdapat banyak perbedaan antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh. Bukan berbeda satu derajat melainkan banyak derajat. Terdapat perbedaan yang besar di antara orang yang bisa membaca dan bisa menulis dengan orang yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis, terdapat perbedaan yang besar antara yang mengetahui urusan-urusan agamanya dengan orang yang tidak mengetahui urusan-urusan agamanya.
Hisyam bin Hakam, yang kala itu masih seorang pemuda, masuk ke majelis Imam Jakfar Shadiq a.s., yang ketika itu tengah sesak dipenuhi oleh para tokoh dan para bangsawan dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Quraisy. Kemudian Imam Jakfar Shadiq a.s. mendudukkannya di sisi beliau. Orang-orang yang hadir di majelis merasa keberatan, kemudian Imam Jakfar Shadiq berkata: “Ini adalah penolong kita dengan hati, lidah, dan tangannya.”
Baca: Orang Berilmu yang Mendustakan Agama
Artinya, pemuda ini membantu kita dengan hatinya, lidahnya, dan tangannya. Pemuda ini orang yang berilmu dan pembawa panji Islam. Kemudian setelah itu Imam Jakfar Shadiq membacakan ayat di atas, yaitu Allah akan meninggikan orang-orang yang diberi beriman dan orang-orang yang ilmu beberapa derajat.
Mereka itu adalah orang-orang yang telah mengumpulkan ilmu dan iman. Mereka adalah orang-orang yang telah beriman dengan didasari ilmu. Mereka lebih diutamakan atas yang lain. Dengan kata lain, Imam Jakfar Shadiq a.s. mengatakan: “Meskipun dia masih muda, namun dikarenakan keluasan ilmunya, maka dia lebih didahulukan atas kalian.” Inilah slogan Islam. Ketika slogan ini menjadi slogan Islam, maka kebodohan seorang wanita Muslimah terhadap hukum-hukum Islam merupakan kekurangan baginya. Juga, jika seorang laki-laki Muslim tidak mampu membaca Alquran, maka yang demikian itu merupakan kekurangan dan aib baginya.
*Disarikan dari buku Membentuk Pribadi Menguatkan Rohani – Ayatullah Husain Mazhahiri