Oleh: Dr. Muhsin Labib, MA
Disebut Al-Quran karena bisa dibaca. Disebut Kitab karena bisa ditulis. Disebut Dzikr karena bisa diingat. Disebut Furqan karena jadi pembeda kebenaran dan kepalsuan.
Al-Quran tidak diturunkan atas umat. Andai diturunkan atas umat, maka umat jadi kumpulan para nabi dan manusia suci. Al-Quran, sebagai wahyu, diturunkan atas manusia paling suci dan dikawal oleh manusia-manusia suci.
Al-Quran sebagai wahyu yang diturunkan atas Nabi Muhammad SAW dan dikawal oleh manusia-manusia pilihan adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa (هدى للمتقين).
Baca: Prinsip-prinsip Memahami Teks-teks Keagamaan
Al-Quran yang menjadi petunjuk bagi orang-orang bertakwa disampaikan berupa ajaran interpretatif menjadi petunjuk kedua bagi semua manusia (هدى للناس).
Orang-orang awam mengikuti Al-Quran melalui penafsiran orang-orang bertakwa.
Penjelasan Nabi tentang isi Al-Quran yang diajarkan kepada orang-orang muttaqin sejati alias suci adalah wahyu suci yang mutlak benar.
Penjelasan orang-muttaqin suci tentang isi Al-Quran yang diterima oleh orang-orang muttaqin tidak suci adalah produk persepsi dan interpretasi.
Penjelasan para muttaqin tidak suci yang disampaikan kepada umat adalah produk penafsiran.
Dengan kata lain, penjelasan kandungan Al-Quran yang diterima para muttaqin suci dari Nabi SAW adalah petunjuk yang mutlak benar. Penjelasan kandungan Al-Quran yang disampaikan orang-orang muttaqin yang suci adalah petunjuk mutlak benar. Itulah petunjuk berupa wahyu. Namun ketika penjelasan dari orang-orang muttaqin suci itu diterima oleh orang-orang muttaqin tidak suci, maka penjelasan mereka kepada umat adalah petunjuk nisbi dan tidak langsung alias bukan petunjuk langsung dari wahyu yang mutlak benar. Itulah petunjuk berupa penafsiran.
Singkatnya, Al-Quran adalah petunjuk primer dan benar secara mutlak bagi muttaqin yang suci, juga petunjuk sekunder bagi yang tidak suci, yaitu umat, termasuk ulama dan fuqaha.