Diriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwasanya beliau bersabda: “Jika ada dua orang Muslim bertemu dan saling menghunus pedang, maka pembunuhnya masuk neraka, begitu pula yang terbunuh, karena sesungguhnya dia ingin membunuh sahabatnya itu.” [Jami’ Al-Sa’adat, 3113]
Dari Imam Jakfar Shadiq as. diriwayatkan berkata: “Sesungguhnya orang Mukmin yang berniat melakukan sebuah dosa akan dihapuskan rizkinya.” [al-Bihar, 73/358]
Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa Isa Al-Masih as. memberi wasiat kepada para pengikutnya, mengatakan: “Sesungguhnya Musa menyuruh kalian untuk tidak melakukan perzinaan. Dan aku memerintahkan kalian untuk tidak membisikkan zina kepada diri kalian, apalagi melakukannya. Karena sesungguhnya orang yang membisikkan perzinaan kepada dirinya sendiri adalah sama dengan orang yang menyalakan api pada rumah yang penuh hiasan (ornamen), lalu asapnya merusakkan ornamen-ornamennya meskipun rumahnya sendiri tidak terbakar.” [al-Bihar, 14/331]
Baca: Peran Imam As-Sajjad A.S. Usai Tragedi Karbala
Dalam berbagai riwayat yang berasal dari orang-orang yang pernah hidup sezaman dengan Rasulullah Saw dapat kita catat dengan jelas bahwa betapa dominannya niat dan tujuan dalam menentukan kedudukan seseorang. Sebagai contoh adalah pada kisah berikut:
Ketika Al-Husain bin Ali as. syahid di Karbala, seorang sahabat bernama Jabir bin Abdullah Anshari ingin menziarahi kuburannya. Jabir tiba di Karbala empat puluh hari setelah penghulu para syuhada itu meninggal. Meskipun usianya sudah sangat tua, Jabir didampingi oleh ‘Athiyyah bin Sa’d bin Junadah Al-Kufi, seorang ulama dan ahli tafsir.
Jabir terhuyung-huyung di atas kuburan Al-Husain dan pingsan. Setelah sadar, dia meratapi Al-Husain dan mengucapkan, “Salam sejahtera untuk kalian, wahai roh-roh yang bersanding dengan roh Al-Husain dan pergi bersamanya. Aku bersaksi bahwa kalian menjalankan salat dan menunaikan zakat, menyuruh kepada kebaikan dan melarang kemungkaran, berjihad melawan orang-orang musyrik, dan kalian menyembah Allah Swt sampai keyakinan tiba pada kalian. Demi yang mengutus Muhammad sebagai nabi dengan kebenaran, aku juga berada bersama kalian dalam apa yang kalian lakukan.”
Dalam keheranan, ‘Athiyyah bertanya kepada Jabir, “Bagaimana mungkin kita bisa dikatakan ikut serta dengan mereka? Kita tidak pernah turut serta bersama mereka dalam peperangan tersebut.”
Jabir menjawab, “Wahai ‘Athiyyah, aku mendengar dari kekasihku, Rasulullah Saw mengatakan, ‘Barang siapa mencintai suatu kaum, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka. Dan barang siapa mencintai suatu kaum, maka dia dianggap ikut serta dalam perbuatan mereka!’ Demi yang mengutus Muhammad sebagai nabi dengan kebenaran, sesungguhnya niatku dan niat sahabat-sahabatku adalah seperti apa yang telah dilakukan oleh Al-Husain as. dan para sahabatnya.” [Bisyarah al-Mushthafa, hal. 89]
Buruk Niat dan Dosa
Islam menganggap niat buruk sebagai dosa, meskipun nantinya niat itu tidak terealisasi. Orang yang rela dengan kondisi sosial yang jelek juga termasuk dalam golongan orang yang berbuat jelek, walaupun dia tidak ikut berperan dalam membuat kondisi sosial seperti itu.
Diriwayatkan dari Imam Ali as. bahwa dia berkata: “Sesungguhnya manusia akan dikelompokkan berdasarkan kerelaan (ridha) dan ketidakrelaan (sukht). Barang siapa yang rela terhadap suatu urusan maka dia termasuk di dalamnya; dan barangsiapa yang tidak merelakannya, maka dia tidak termasuk di dalamnya.” [Mahasin al-Barqiy, hal. 262]
Imam juga mengatakan: “Orang yang rela terhadap perbuatan suatu kaum kedudukannya seakan-akan dia termasuk kelompok mereka. Dan setiap orang yang memasuki keburukan akan mendapatkan dua macam dosa: pertama, dosa atas perbuatannya, dan kedua, dosa atas ketidakrelaannya terhadap perbuatan itu.” [Nahj al-Balaghah]
Baca: Tujuan Perjuangan Politik Para Imam Maksum a.s.
Para pengikut mazhab Ahlulbait sering mengulang-ulang dalam doa ziarah mereka kepada Abu Abdillah Al-Husain as.: “Semoga Allah melaknat umat yang membunuhmu, semoga Allah melaknat umat yang menzalimimu, dan semoga Allah melaknat umat yang mendengar hal itu, tetapi mereka rela atas perbuatan itu.”
Atas dasar itu, mencintai tersebarnya kekejian di antara kaum Mukmin adalah dosa besar. Allah mengancam pelakunya dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dia berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (QS. an-Nur: 19)
*Disarikan dari buku Akibat Dosa – Hasyim Rasuli al-Mahalaty