Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as., yang dikenal sebagai as-Sajjad, adalah imam Syiah keempat, lahir pada tahun 38 H dan diracun oleh Walid bin Abdul Malik pada tahun 94 H. Tahun kelahiran Imam Ali Sajjad menjadi perdebatan, karena beberapa riwayat menyebutkan tahun 38 H sementara yang lain menyebutkan tahun 48 H. Dikisahkan bahwa Zainab as. juga menghalangi upaya pembunuhan terhadap Imam Ali Sajjad dengan menawarkan nyawanya sebagai gantinya.
Muhammad bin Umar Waqidi, seorang periwayat hadis Mazhab Sunni, mengutip ucapan Imam Shadiq yang menyatakan bahwa Ali bin Husain wafat pada tahun 58 H. Waqidi menambahkan bahwa ucapan ini membenarkan bahwa saat peristiwa Karbala, Imam Ali Sajjad berusia sekitar 23 atau 24 tahun, dan pernyataan bahwa dia masih di bawah umur adalah salah. Imam as sakit parah di Karbala sehingga tidak bisa turut serta dalam perang. Ucapan Jabir bin Abdullah Anshari juga menegaskan bahwa Imam Ali Sajjad telah dewasa, karena putranya, Muhammad bin Ali Baqir, pernah bertemu dengannya dan mengutip hadis-hadis dari dia. Jabir meninggal pada tahun 78 H. (ath-Thabaqat al-Kubra, 5/222)
Cara Imam Ali Sajjad berinteraksi dengan penguasa seperti Ubaidillah bin Ziyad dan Yazid bin Muawiyah bin Abi Sufyan juga menunjukkan bahwa dia cukup dewasa, dan khotbah-khotbah yang diberikannya di mimbar juga menunjukkan usianya yang cukup matang. Oleh karena itu, isu mengenai kedewasaan atau ketidakdewasaannya di Karbala tampaknya tidak relevan. Selain itu, terdapat riwayat bahwa Imam Muhammad Baqir (putranya) ikut serta dalam peristiwa Karbala sebagai anak berusia empat tahun.
Baca: Peran Imam As-Sajjad A.S. Usai Tragedi Karbala
Terkait dengan nama dan silsilah ibunda Imam Ali Sajjad, ada kontroversi dan berbagai pandangan dari berbagai sumber. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa ibunya adalah putri Dinasti Sassaniyah, sementara yang lain menyebutkan bahwa dia adalah Ummu Walad (seorang perempuan tawanan). Kontroversi ini telah menjadi subjek penelitian oleh berbagai penulis, namun hasil yang jelas belum diperoleh.
Imam Ali Sajjad as. adalah penerus ayahnya, Husain bin Ali as. Masa hidup Imam Ali Sajjad adalah masa yang khusus dan sulit karena Bani Umayah yang korup dan otoriter memerintah. Imam berusaha untuk menegakkan nilai-nilai religius di tengah kondisi yang sulit tersebut. Namun, pengaruhnya sangat besar dan orang-orang mencintainya. Banyak pencari ilmu yang menjadi periwayat hadis-hadisnya dan memperoleh manfaat dari pengetahuan yang dia warisi dari kakeknya, Nabi Saw dan Imam Ali as. Imam Ali Sajjad menghadapi tantangan dari penguasa yang tidak menghargai ajaran Islam, namun dia tetap berpegang pada nilai-nilai agama dan menjadi panutan bagi umat.
Banyak ulama Sunni dan sejarahwan, termasuk Zuhri yang berasal dari kerabat Bani Umayah, memuji Imam Ali Sajjad. Mereka mengakui keutamaan dan keutamaannya dalam ilmu dan ibadah. Doa-doa yang indah dan menyentuh hati yang diucapkan oleh Imam Ali Sajjad juga menjadi salah satu alasan penting bagi popularitasnya di kalangan kaum Muslimin. Kalimat-kalimatnya yang penuh keindahan telah menyentuh hati banyak orang dan memperkuat posisinya sebagai seorang Imam yang dihormati dan dikasihi oleh banyak pihak.
Imam Ali Sajjad memiliki reputasi yang tinggi di kalangan para ulama dan periwayat hadis. Sa’id bin Musayyib, seorang periwayat hadis terkemuka, menggambarkannya sebagai orang yang paling takwa yang pernah ditemuinya. Selama hidupnya, Imam Ali Sajjad memiliki julukan seperti “Khair” (contoh kebaikan), “Ali Aqhar” (Ali yang terkenal), dan “Ali ‘Abid” (Ahli Ibadah).
Malik bin Anas percaya bahwa tidak ada yang sebanding dengan Imam Ali Sajjad di antara Ahlulbait Nabi (pada masanya). Ibnu Abil-Hadid menyatakan bahwa Imam Ali Sajjad adalah yang paling tinggi dalam ibadah. Karena banyaknya sujud dan tanda di keningnya akibat banyaknya ibadah, Imam dikenal dengan julukan “Dzil Tsafanah” (Pemilik tanda parut). Ibnu Hibban menggambarkan Imam sebagai salah satu dari orang terpelajar dari Bani Hasyim, seorang ahli hukum agama, dan ahli ibadah di Madinah. Dia dianggap sebagai penghulu ahli ibadah di masanya.
Abu Zuhrah juga menyatakan bahwa Imam Ali Sajjad adalah Imam Madinah dari segi derajat dan pengetahuan. Imam Ali Sajjad sering terlihat dengan kulit pucat saat melakukan wudhu sebelum salat. Ketika ditanya alasan di balik kondisinya itu, dia menjawab dengan bertanya apakah mereka tahu di hadapan siapa dia akan berdiri dalam salat, mengisyaratkan keagungannya sebagai seorang imam.
Semua pujian dan pengakuan ini menunjukkan betapa besar pengaruh dan keagungan Imam Ali Sajjad dalam kehidupan dan pemikiran masyarakat saat itu. Dia adalah seorang ahli ibadah, ulama, dan tokoh agama yang sangat dihormati dan dihargai oleh banyak orang, termasuk para ulama dan periwayat hadis.
Baca: Keagungan Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad
Imam Ali Sajjad memiliki kesalehan yang luar biasa dalam ibadahnya. Ketika dia berdiri untuk salat, dia gemetar dan menjadi pucat pasi karena ingin berdiri di hadapan Raja Yang Mahabesar, yaitu Allah Swt. Dia begitu tenggelam dalam salatnya sehingga tidak peduli pada apa pun yang terjadi di sekitarnya.
Imam juga terkenal karena kepeduliannya pada orang miskin dan dermawan dalam memberi sedekah. Setelah kesyahidannya, baru diketahui bahwa seratus keluarga hidup dari sedekah dan sumbangannya. Imam bahkan membawa makanan di punggungnya di tengah malam untuk memberi makan orang miskin. Keikhlasan dan kesederhanaan Imam sangatlah mengesankan. Meskipun dia memiliki pakaian baru, dia akan meminta untuk dibawakan pakaiannya yang lama agar tidak menonjolkan diri. Saat berjalan di jalan-jalan Madinah di atas kuda, dia tak pernah meminta didahulukan karena dia menganggap jalan adalah milik bersama dan dia tidak memiliki hak untuk diprioritaskan.
Imam Ali Sajjad juga dikenal karena kedermawanannya dan pengorbanannya. Dia bahkan rela mengorbankan seluruh harta bendanya demi Allah dua kali. Pada saat ajalnya mendekat, Imam membantu membayar hutang seorang sahabatnya yang mencapai 15.000 dirham untuk meringankan beban temannya itu. Semua yang disebutkan itu hanyalah setetes dari samudera kemuliaan Imam Ali Sajjad as.
*Disarikan dari buku Sejarah Para Pemimpin – Rasul Jakfarian