Selain tawakkal, juga terdapat tiga hal lain yang menjadi perhatian para salik, yaitu tafwidh, tsiqah, dan taslim dengan makna-makna yang berhampiran atau berkaitan dengan tawakkal. Tiga hal ini ialah sebagai berikut;
Tafwidh
“Tafwidh” yang berarti pelimpahan maksudnya ialah pelimpahan urusan kepada Allah SWT. Tentang ini, mengutip perkataan seseorang yang beriman di antara keluarga Fir’aun, Allah SWT berfirman;
وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ.
“Dan aku melimpahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”[1]
Baca: Para Pelaku Kebajikan yang Dicintai Allah
Tafwidh bisa saja dikembalikan kepada makna tawakkal, tapi juga bisa tafsirkan dengan makna yang lebih tinggi dari tawakkal. Sebab, tawakkal berarti bergantung kepada Allah SWT atau memandangNya sebagai “wakil” untuk menyelesaikan urusan sesuai yang kita inginkan. Sedangkan tawfid ialah melimpahkan perkara kepadaNya sesuai apapun yang Dia kehendaki, bukan apa yang kita kehendaki. Dalam tafwidh, kita ibarat jenazah yang pasrah total kepada orang-orang yang memandikan jenazah.
Tsiqah
Tsiqah yang berarti percaya maksudnya ialah yakin sepenuhnya kepada Allah SWT. Tentang ini, kepada ibunda Nabi Musa as gelisah akan nasib puteranya yang masih bayi Allah SWT memerintahkan supaya yakin akan nasib bayi Musa as. Allah SWT berfirman;
فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلاَ تَخَافِي وَلاَ تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ.
“ Dan apabila kamu kuatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu kuatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men jadikannya (salah seorang) dari para rasul.”[2]
Baca: Jalinan Ruh Suci Imam Husein a.s. dengan Allah Kekasihnya Lewat Lantunan Doa
Tsiqah merupakan titik sentral bagi tawakkal, tafwid, dan taslim (pemasrahan), karena tanpa kepercayaan dan keyakinan penuh tidak mungkin tiga sifat itu muncul.
Taslim
Taslim yang berarti keberserahan atau kepasrahan maksudnya ialah pasrah sepenuhnya kepada Allah SWT. Kata taslim dalam al-Quran disebutkan dalam beberapa firman Allah SWT sebagai berikut;
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka pasrah dengan sepenuhnya.”[3]
وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الاْحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلاَّ إِيمَاناً وَتَسْلِيما.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : ‘Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.’ Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan..”[4]
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”[5]
Tampak bahwa taslim dalam ayat pertama dan ketiga merupakan keberserahan dalam urusan syariat, sedangkan dalam ayat kedua ialah keberserahan kepada kebenaran janji Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian, tampak pula bahwa istilah “taslim” dengan arti yang mirip dengan tawakkal dan tafwidh tidak ada dalam al-Quran al-Karim.
Jika kita hendak beranggapan bahwa ada perbedaan antara tafwidh dan taslim maka tafwidh hendaknya kita asumsikan mencakup kefanaan dalam kemahakuasaan Allah SWT dan pengakuan atas kelemahan diri. Dengan begitu manusia hendaknya berpasrah kepada daya dan kekuatanNya dan berlepas diri dari daya dan kekuatan diri. Sedangkan taslim bermakna lebih dari itu dan berarti kefanaan pada ilmu Allah dan pengakuan atas kebodohan diri.
[1] QS. Al-Mukmin [40]; 44.
[2] QS. Al-Qashash [28]: 7.
[3] QS. Al-Nisa’ [4]: 65.
[4] QS. Al-Ahzab [33]: 22.
[5] QS. Al-Ahzab [33]: 56.