Imam Mahdi a.f yang diyakini telah lahir oleh sebagian kalangan, dicatat dalam berbagai literatur sejarah, biografi dan akidah. Di antara literatur yang dapat dijadikan referensi saat ini setidaknya ada sepuluh buku. Berikut ringkasannya berdasarkan urutan usia penulis buku-buku dimaksud.
1. Ibn al-Atsir (w. 630 H), dalam kitabnya, al-Kamil fi at-Tarikh, j. 6, h. 249, mencatat bahwa: “Pada tahun 260 H wafat al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib a.s. Dialah Abu Muhammad al-‘Alawi al-‘Askari, salah satu dari Dua Belas Imam dalam mazhab Imamiyah. Dialah ayah Muhammad yang mereka yakini sebagai al-Muntazhar as-Sirdab, Samarra. Dia (al-Hasan) dilahirkan pada tahun 232 H.” Catatan tersebut bisa dilihat di link berikut:
//ia802707.us.archive.org/15/items/WAQkamilt/kamilt06.pdf
2. Imam Abdul Wahab as-Sya’rani (w. 973) dalam bukunya, al-Yawaqit wa al-Jawahir fi Bayan ‘Aqaid al-Akabir, j. 1, h. 561 yang membahas syarat-syarat Hari Kiamat, dengan menyatakan, “Keluarnya al-Mahdi ‘alayhissalam, yaitu salah satu putra Imam al-Hasan al-‘Askari. Kelahirannya pada malam Nisfu Sya’ban tahun 255 H. Dia masih hidup hingga berkumpul bersama Isa bin Maryam ‘alayhissalam. Umurnya hingga saat ini (tahun 958), berusia 706 tahun. Demikianlah yang saya peroleh dari Syekh Hasan al-‘Iraqi dan disepakati oleh Syekh kami Ali al-Khawash.”
Baca: “Isa Al-Masih akan Turun dan Shalat di Belakang Imam Mahdi (af)“
Demikian pula halnya ungkapan Syekh Muhyiddin (Ibnu ‘Arabi w. 638 H) dalam kitabnya, al-Futuhat, bab 366: ‘Ketahuilah bahwa al-Mahdi ‘alayhissalam niscaya keluar, tetapi dia tidak keluar sehingga bumi penuh dengan kejahatan dan kezaliman, lalu dia akan memenuhinya dengan kebenaran dan keadilan. Andai dunia tersisa hanya satu hari, niscaya Allah ulur hari itu hingga tibanya Khalifah itu.
Dialah keturunan Rasulullah SAW dari putra Fatimah radhiyallahu anha. Datuknya adalah al-Husein bin Ali bin Abi Thalib. Ayahnya adalah Hasan al-‘Askari putra Imam Ali an-Naqi putra Muhammad at-Taqi putra Imam Ali ar-Ridha putra Imam Musa al-Kazhim putra Imam Ja’far as-Shadiq putra Imam Muhammad al-Baqir putra Imam Ali Zain al-‘Abidin putra Imam al-Husein putra Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum…’” Silakan cek ungkapan Imam as-Sya’rani dan Ibnu ‘Arabi tersebut di link berikut:
//ia800308.us.archive.org/5/items/naser_0_20150205/0.pdf
3. Sibth Ibn al-Jauzi al-Hanafi (w. 654 H) dalam kitabnya, Tadzkirah al-Khawash, h. 363-4, menyebutkan dalam bab al-Hujjah al-Mahdi: “Dia adalah Muhammad bin al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Musa ar-Ridha bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib a.s. Gelarnya Abu Abdillah dan Abul Qasim. Dialah al-Khalaf al-Hujjah Shahib az-Zaman, al-Qaim dan al-Muntazhar dan seterusnya. Dialah Imam terakhir.”
Baca: “Imam Mahdi dalam Referensi Ahlussunnah“
“Abdul Aziz bin Mahmud bin al-Bazzaz mengabarkan kepada kami dari Ibnu Umar yang berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pada akhir zaman akan keluar seorang dari putraku yang namanya seperti namaku, gelarnya seperti gelarku. Dia kelak akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana telah penuh dengan kezaliman. Dialah al-Mahdi.’ Ini adalah hadis yang terkenal.”
Selain catatan di atas, pada bagian berikutnya, Sibth Ibn al-Jauzi juga mengisahkan para nabi yang berusia panjang hingga ribuan tahun. Silakan membaca lebih lanjut isi kitab tersebut di link berikut:
//ia802702.us.archive.org/21/items/TazkiratolKhavaas/TazkeratolKhavaas.pdf
4. Sejarawan Ibnu Khallikan, (w. 681 H/1282 M) dalam bukunya, Wafayat al-A’yan, h. 94, poin 169, mencatat tentang pribadi Abu Muhammad al-‘Askari: “Abu Muhammad al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa ar-Ridha bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-‘Abidin bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallah ‘anhum. Salah satu Imam Dua Belas yang diyakini kalangan Imamiyah. Dialah ayah al-Muntazhar Shahib Sirdab yang dikenal sebagai al-‘Askari. Ayahnya, Ali, juga dikenal dengan julukan ini.” Terkait hal ini silakan rujuk link berikut:
//ia800707.us.archive.org/12/items/WAQ17074/02_17075.pdf
5. Ad-Dzahabi (w. 748 H/1347 M) dalam kitabnya, al-‘Ibr fi Khabar man Ghabar, j. 1, tahun 1 H – 318 H, halaman 380-1, menyebutkan peristiwa yang terjadi pada tahun 265 H. Salah satunya, dia menyebutkan, “Pada tahun ini, Muhammad bin al-Hasan al-Askari bin Ali al-Hadi (bin) Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja’far as-Shadiq al-‘Alawi al-Huseini. Bergelar Abul Qasim, yang dijuluki oleh Rafidhah, al-Khalaf al-Hujjah, al-Mahdi al-Muntazhar, dan Shahib az-Zaman. Dialah penutup (Imam) yang Dua Belas. Kesesatan Rafidhah lebih dari itu. Mereka menganggap bahwa dia masuk ke dalam ‘sirdab-ruang bawah tanah’ di Samarra lalu bersembunyi, hingga sekarang, usianya saat hilang 9 tahun atau kurang dari itu.” Tentang hal ini, silakan lihat di link berikut:
//ia802700.us.archive.org/0/items/FP72833/01_72833.pdf
6. Ad-Dzahabi (w. 748 H/1347 M) dalam kitab lainnya, Tarikh al-Islam, j. 19, h. 113, juga menyebutkan sekelumit biografi Imam Hasan al-Askari: “Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali ar-Ridha bin Musa bin Ja’far as-Shadiq sebagai Abu Muhammad al-Hasyimi al-Husaini, salah satu imam Syiah yang dianggap maksum. Al-Hasan dijuluki sebagai al-Askari karena tinggal di Samarra, atau yang disebut sebagai al-Askar. Dialah ayah dari Muntazhar Rafidhah. Wafat di Samarra pada 8 Rabiul Awal tahun 260 pada usia 29 tahun. Dia dimakamkan di sisi ayahnya. Ibunya seorang budak.
Baca: “Doa Faraj, Doa Mengharap Kehadiran Imam Mahdi (aj)“
Sementara anaknya, Muhammad bin al-Hasan yang disebut oleh Rafidhah sebagai al-Qaim al-Khalaf al-Hujjah, dilahirkan pada tahun 258 atau 256. Dia hidup setelah ayahnya dua tahun, lalu menghilang, tidak diketahui bagaimana dia wafat. Mereka menganggapnya masih hidup di bawah tanah selama 450 tahun. Dialah Sahibuz Zaman. Dia masih hidup, mengetahui ilmu orang-orang terdahulu dan kemudian. Mereka menganggapnya tiada yang dapat melihatnya selamanya. Olehnya, kami memohon Allah memantapkan akal dan iman kita.” Lebih lanjut, silakan cek di link berikut:
//ia801400.us.archive.org/28/items/FP3938/tiz19.pdf
7. Salahuddin Khalil bin Aybak as-Shafadi (w. 764 H/1363 M), dalam kitabnya, al-Wafi bi al-Wafayat, j. 2, h. 249, poin 788, mencatat: “(al-Hujjah al-Muntazhar) Muhammad bin al-Hasan al-‘Askari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin (Abu Musa Ja’far as-Shadiq) bin Muhammad al-Baqir bin Zain al-Abidin Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum. Al-Hujjah al-Muntazhar adalah Imam ke Dua Belas. Dialah yang diyakini oleh Syiah sebagai al-Muntazhar al-Qaim al-Mahdi. Dialah Shahib as-Sirdab. Banyak riwayat dan pendapat mereka tentangnya. Mereka menunggu kehadirannya di akhir zaman dari bawah tanah di Samarra. Bagi mereka hingga tanggal ini berusia 477 tahun. Mereka menantinya dan belum keluar. Dia dilahirkan pada Nisfu Sya’ban tahun 255 H. Syiah mengatakan bahwa dia masuk ke bawah tanah di rumah ayahnya, sedangkan ibunya melihatnya dan tidak keluar lagi. Hal ini terjadi pada tahun 265 H, usianya saat itu 9 tahun.”
Baca: “2 Mukjizat Imam Mahdi a.s.“
Ibnu al-Azraq dalam sejarah Mayya Fariqayn (red: nama kota di Turki, Silvan, Diyarbakir) menyebutkan bahwa: “Dia dilahirkan pada 9 Rabiul Akhir 258 H. Ada juga yang mengatakan pada 8 Sya’ban 256 H. Inilah yang paling sahih. Bahwa dia saat masuk ke bawah tanah berusia 4 atau 5 tahun. Ada juga yang mengatakan dia masuk bawah tanah tahun 275 saat berusia 17 tahun. Allah lebih mengetahuinya.” Pernyataan as-Shafadi tersebut bisa dicek di link berikut:
//ia600509.us.archive.org/9/items/FP49931/wafiw02.pdf
8. Ibnu Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya, Lisan al-Mizan, j. 2, h. 460, mencatat pada poin 1865 tentang biografi saudara Imam Hasan yang bernama Ja’far. “Ja’far bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib. Dialah saudara dari al-Hasan yang dijuluki al-Askari, Imam ke-11, ayah dari Muhammad Shahib as-Sirdab. Ja’far ini berseberangan dengan saudaranya, al-Hasan, sehingga pendukung al-Hasan menyebutnya sebagai Ja’far al-Kadzzab.” Catatan ini bisa dilihat di link berikut:
//ia800205.us.archive.org/11/items/waqlisan/Lisan_Mizan_02.pdf
9. Ibnu Hajar al-Haitami al-Makki (w. 974 H) menyebutkan dalam bukunya, as-Shawaiq al-Muhriqah fi ar-Radd ‘ala Ahl al-Bida’ wa az-Zindiqah, h. 182-3, secara panjang lebar tentang pribadi Abu Muhammad al-Hasan al-Khalis atau yang disebut Ibnu Khalikan sebagai al-‘Askari bahwa: “Dia dilahirkan pada tahun 232 H”.
Baca: “Imam Mahdi Warisi Sunah Para Nabi“
Lalu mencatat singkat pribadi Abul Qasim Muhammad al-Hujjah: “Saat ayahnya wafat, dia berusia 5 tahun, namun Allah menganugerahinya hikmah. Dia disebut sebagai al-Qasim al-Muntazhar. Katanya, karena dia gaib di kota itu dan tidak seorang pun yang mengetahui kemana perginya. Telah berlalu pembahasan ayat ke-12 (red: dalam kitab ini, Ibnu Hajar menyampaikan ayat ke-12 tentang keutamaan Ahlulbait Nabi SAW, yaitu QS. Az-Zukhruf [43]: 61), Rafidhah mengatakan bahwa dialah al-Mahdi yang dimaksud. Hal ini telah dibahas secara panjang lebar, silakan merujuknya karena penting.”
Ibnu Hajar al-Haitami, menjelaskan hadis-hadis tentang Imam Mahdi dalam menjelaskan ayat 61 surah az-Zukhruf di atas pada halaman 142, seperti dapat ditemukan di link berikut:
//ia802703.us.archive.org/25/items/wamiq_87_hotmail/الصواعق_المحرقة.pdf
10. Khayr ad-Din az-Zirikli (w. 1893), seorang Kurdi dari Damaskus dalam kamus biografi karyanya, al-I’lam, j. 6, h. 80, mencatat: “Al-Mahdi al-Muntazhar (256 – 275 H/870 – 888 M). (Yaitu) Muhammad bin al-Hasan al-Askari (al-Khalis) bin Ali al-Hadi, (gelarnya) Abul Qasim. Imam terakhir dari Imamiyah Dua Belas. Dia dikenal di kalangan mereka sebagai al-Mahdi, Shahib az-Zaman, al-Muntazhar, al-Hujjah, Shahib Sirdab. Dilahirkan di Samarra. Saat ayahnya wafat, usianya sekitar 5 tahun. Saat mencapai usia 9, 10 atau 19 tahun dia masuk ke dalam bawah tanah di rumah ayahnya di Samarra dan tidak keluar lagi.” Catatan Khayr ad-Din az-Zirikli ini dapat ditemukan di link berikut:
//ia801409.us.archive.org/22/items/WAQ99019/alam6.pdf
Itulah di antara beberapa kitab rujukan karya para penulis dari kalangan Muslim Ahlusunah, yang di dalamnya memuat pembahasan tentang Imam Mahdi a.f sekaligus sekilas penjelasan tentang ayahanda beliau, Imam Hasan al-‘Askari a.s.
Tonton: “Kartun Anak: Imam Hasan as. Memerdekakan Budak“
Terlepas dari penilaian apakah catatan dan pandangan para penulis beberapa kitab tersebut bersifat netral atau sebagian dari mereka lebih cenderung memilih diksi yang tendensius pada saat mendeskripsikan hal-hal berkenaan dengan Ahlulbait. Dapat kita pahami bahwa mungkin saja hal tersebut dilakukan sekadar untuk menunjukkan perbedaan pandangan terkait Imam Mahdi dan para Imam yang lain. Namun tetap saja sebagai pihak yang meyakini bahwa eksistensi Imam Mahdi benar adanya, meski dengan kata lain “tak sepenuhnya sesuai dengan penggambaran tendensius mereka”, Muslim Syiah mesti berbesar hati dalam menerima perbedaan pandangan tersebut bahkan tak perlu ragu untuk memberikan apresiasi atas karya-karya mereka.
Akhirnya, hanya kepada Allah Yang Maha Mengetahui hakikat segala sesuatu sajalah, hendaknya setiap Muslim beriman dan berserah diri.[*]
Baca: “Doa Ma’rifat Imam Mahdi pada Zaman Kegaiban“