Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Berkeluarga, Sarana Mendidik Diri dan Orang Lain

Lingkungan keluarga adalah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang amat berharga. Manakala manusia menyadari tentang hal ini dan menggunakan kesempatan yang dimilikinya serta dapat menguasai emosinya, maka di samping dia akan dapat mendidik dirinya dia juga akan dapat mendidik orang lain.

Salah satu di antara kewajiban yang amat ditekankan di dalam Islam ialah mendidik diri. Di samping kita mempunyai kewajiban untuk mendidik dan menyucikan diri kita, kita juga harus memikirkan bagaimana bisa mendidik orang lain. Langkah pertama dan terpenting di dalam hal ini ialah membentuk keluarga.

Allah Swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. at-Tahrim: 6)

Ketika Rasulullah Saw diutus sebagai nabi beliau mendapat perintah dari Allah Swt untuk memberi peringatan kepada kaum kerabat dekatnya. Itu artinya pembentukan masyarakat dimulai dari pembentukan kaum kerabat dekat sendiri, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. asy-Syu’ara: 214)

Baca: Sejarah Gemilang Perjuangan Keluarga Rasulullah

Artinya, mulailah pembentukan masyarakat dengan membentuk kaum keluarga sendiri. Jadi, pertama-tama kita harus mendidik keluarga kita terlebih dahulu, baru kemudian mendidik masyarakat.

Membentuk dan mendidik anak-istri merupakan kewajiban yang amat besar bagi seorang bapak. Kewajiban ini hanya bisa dilakukan manakala seseorang mampu menguasai emosi dan memiliki kesabaran. Ketahuilah, Anda tidak akan dapat menemukan sebuah lembaga pendidikan yang lebih baik untuk mendidik diri dan anak dibandingkan lembaga keluarga.

Lingkungan keluarga dapat menjadi tempat untuk mendaki kesempurnaan bagi laki-laki dan wanita. Terutama jika kita mempunyai sifat lapang dada. Ucapan memang memberikan pengaruh, namun perbuatan memberikan pengaruh yang lebih sempurna. Mungkin saja seseorang tidak menjadi sadar dengan satu kali nasihat, namun dikarenakan nasihat itu disampaikan kepadanya secara berulang-ulang maka pada akhirnya orang itu pun akan sadar. Dan ini merupakan buah dari sifat semangat dan sifat lapang dada.

Salah satu cara yang ditempuh oleh para psikolog untuk mendudukkan tujuan-tujuannya ialah dengan melakukan pengulangan ini. Namun demikian, perbuatan lebih memberikan bekas. Jika seorang laki-laki mengerjakan salat pada awal waktu maka istrinya pun akan mengikutinya mengerjakan salat pada awal waktu.

Jika di rumah, seorang laki-laki menjaga lidah dan ucapan-ucapannya, maka hal itu jelas akan memberikan pengaruh kepada istri dan anak-anaknya. Pengalaman membuktikan bahwa anak-anak yang santun biasanya berasal dari anak-anak yang mempunyai ayah dan ibu yang santun, dan begitu juga sebaliknya.

Penyucian Diri, Filsafat Besar Pernikahan

Suami dan istri wajib menggapai kesempurnaan di bawah naungan kehangatan lembaga rumah tangga. Mereka wajib membantu satu sama lainnya dengan cara menghias diri dengan sifat sabar dan syukur, yang merupakan dua rukun keimanan. Di dalam masalah pembentukan keluarga, syariat Islam yang suci tidak hanya memperhatikan sisi pemenuhan kebutuhan seksual saja, meski pun sisi ini juga merupakan bagian penting dari filsafat pernikahan.

Islam memerintahkan kepada anak laki-laki dan anak wanita yang telah balig untuk segera menikah, dengan tujuan untuk menjaga kesucian di tengah masyarakat. Bahkan, ada sesuatu yang lebih penting yang diinginkan oleh Islam dari pembentukan keluarga, yaitu “penyucian diri”. Karena, lingkungan keluarga adalah sebaik-baiknya lembaga pendidikan untuk mendidik diri dan memperoleh sifat-sifat utama. Lantas, jika sekarang kita tidak memanfaatkan lembaga yang berharga ini, atau malah kita menghancurkannya, maka itu bukan kesalahan syariat Islam yang suci, melainkan kesalahan kita, yang dengan berbagai macam faktor telah menyebabkan lembaga keluarga menjadi dingin, atau bahkan hancur.

Mensyukuri Nikmat

Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku amat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Mensyukuri nikmat tidak hanya sebatas mensyukuri nikmat yang bersifat materi saja, seperti -misalnya- kita bersyukur manakala kita memperoleh uang. Tentu, perbuatan bersyukur ketika memperoleh uang adalah satu bentuk dari bersyukur, namun bukan seluruhnya. Manusia harus mensyukuri seluruh nikmat yang Allah Swt berikan kepadanya, baik nikmat materi maupun nikmat maknawi.

Mensyukuri Nikmat Rumah Tangga

Dari kenikmatan terbesar bagi laki-laki dan wanita adalah nikmat rumah tangga. Seorang manusia tidak boleh lalai kepada Allah Swt manakala menikah dan berumah tangga. Lembaga rumah tangga adalah sebuah lembaga yang mana para anggotanya harus memperoleh kemajuan spiritual di dalamnya. Jika seorang manusia tidak memanfaatkan dengan baik nikmat rumah tangga, dia akan menjadi

Perlu Anda ketahui bahwa salah satu mishdaq (ekstensi) dari firman Allah Swt yang berbunyi, “Sesungguhnya azab-Ku amat pedih”, dan di dunia serta di akhirat dia akan mendapat azab Allah Swt yang amat keras.

Lingkungan Rumah Adalah Tempat Rahmat

Allah Swt menciptakan laki-laki untuk wanita dan menciptakan wanita untuk laki-laki, supaya mereka membentuk keluarga, dan menemukan ketenangan di dalamnya. Lingkungan rumah harus menjadi tempat yang dapat menghilangkan segala macam bentuk kegelisahan, keresahan dan kesedihan. Alquran al-Karim menggambarkan lingkungan rumah sebagai berikut, “Rumah adalah tempat yang dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang”.

Oleh karena itu, segala macam bentuk perbuatan yang akan memudarkan kehangatan rumah tangga adalah merupakan bentuk pengingkaran nikmat.

Baca: Tugas-tugas dalam Keluarga yang Tidak Boleh Diabaikan 

Saudara-saudara yang mulia, ketahuilah, sesungguhnya cinta, kasih sayang dan perhatian adalah sesuatu yang amat halus dan sensitif, tidak ubahnya seperti kaca yang tipis. Sehingga terkadang sebuah ucapan yang kasar dapat meruntuhkan istana kasih sayang yang dibangun selama bertahun-tahun. Betapa sering kata-kata yang tidak pada tempatnya atau sikap buruk sangka kepada satu sama lain dapat menghapus jalinan rasa cinta yang dirajut selama bertahun-tahun dari dalam hati, dan menghancurkan mahligai rumah tangga.

*Dikutip dari buku Surga Rumah Tangga – Ayatullah Husain Mazahiri

No comments

LEAVE A COMMENT