Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Cara Tepat Beribadah: Lakukan dengan Cinta, Bukan Keterpaksaan

Ruh manusia teramat lembut. Ia cenderung menolak melakukan sesuatu secara serampangan. Jika ditekan atau dipaksa, ia akan memberontak. Karena itu, beberapa kali Rasulullah Saw berwasiat agar kita beribadah disertai motivasi dan rasa senang. Maksudnya, kita seyogianya mendirikan salat, beribadah, menetapi amal-amal sunah, membaca Alquran, dan bangun malam sekemampuan kita dan disertai kerinduan untuk melakukannya. Dan jika kita merasa lelah atau berat melakukannya, lebih baik berhenti, jangan memaksakan. Sebab, kalau memaksakan diri, kita akan merasa bosan dan akhirnya enggan beribadah. Tumbuhkan terlebih dahulu perasaan cinta untuk melakukannya.

Ibadah menjadi seperti obat pahit yang dicekokkan ke mulut sehingga ibadah tak lagi berkesan baik. Oleh karena itu, ibadah yang kita lakukan harus disertai semangat, kecintaan, kesenangan, dan keindahan sehingga kita terkesan dan merasakan kebaikan ibadah.

Satu hal yang bisa menjadi gambaran tentang betapa jauhnya masyarakat kita saat ini dari agama adalah cara pandang mereka terhadap ibadah. Kita harus menyadari bahwa sebenarnya kita tidak tahu bagaimana cara beribadah yang tepat. Artinya, dalam urusan ibadah, tak ada jaminan bahwa ibadah kita sudah baik dan benar. Tetapi, karena semua orang berpikir bahwa ibadah adalah perbuatan terpuji, mereka lalu mengira siapa yang paling banyak ibadahnya dialah yang terbaik. Padahal, nilai ibadah tidak diukur dengan seberapa banyak ibadah yang dilakukan, tetapi seberapa kuat ibadah itu mampu memikat ruh dan jiwa pelakunya, dan apakah ibadah itu sudah dilakukan dengan cara yang tepat.

Baca: Apakah Kecintaan Kepada Dunia Itu Tercela?

Keutamaan ibadah bukan karena banyaknya, sebagaimana hasil kebun yang bagus tidak diukur berdasarkan banyaknya buah. Ibadah yang kita kerjakan mesti disertai semangat dan kesungguhan jiwa. Namun, tidak berarti kita harus memiliki semangat itu sebelumnya. Banyak orang yang mengerjakan ibadah tanpa disertai semangat jiwa sedikit pun. Tetapi, setelah mengerjakannya berulang-ulang, dan mereka merasakan kedamaian zikir, semangat itu pun lambat laun akan tumbuh. Jika mereka konsisten dan beribadah sesuai dengan prinsip yang benar, akan terbentuk dalam diri mereka motivasi dan perasaan nikmat beribadah kepada Allah.

Melalui uraian di atas saya ingin menegaskan satu simpul, yakni bahwa kemampuan beribadah manusia sesungguhnya terbatas. Walaupun pada awalnya ia sangat bersemangat dan nikmat mengerjakan ibadah, lambat laun, setelah tubuh terasa lelah, semangat itu cenderung menurun, bahkan akhirnya sirna. Jika sudah begitu, ibadah tak lebih dari rutinitas yang dikerjakan secara terpaksa. Dan akhirnya ia berusaha meninggalkannya dengan berbagai cara, karena ibadah tak lagi terasa nikmat.

Rasulullah Saw berkata kepada Jabir bin Abdullah al-Anshari: “Sungguh, agama ini kukuh, maka peluklah dengan kasih dan cinta, dan jangan buat dirimu membenci ibadah kepada Allah.”

Lakukanlah segala hal yang membuatmu menyenangi dan mencintai ibadah. Kemudian beliau Saw menambahkan: “Binatang (kuda) yang tak berkendali tidak akan bisa pergi jauh, dan tak akan ada muatan yang tersisa di atas punggungnya.”

Seorang penunggang kuda yang tidak memerhatikan kemampuan kudanya akan mencambuknya terus-menerus dan memberinya beban yang berat. Maka, pasti dalam jarak yang tidak begitu jauh, kuda itu akan terkulai lemas. Walaupun si penunggang mencambuknya berkali-kali, ia tak akan pernah bisa berdiri lagi.

Rasulullah bersabda: “Beruntunglah orang yang merasa asyik beribadah dan merangkulnya dengan mesra.”

Baca: Rahasia atas Buah Kecintaan kepada Ahlulbait

Dalam hadis itu beliau hendak menegaskan bahwa orang yang dapat memetik manfaat ibadah hanyalah orang yang mengerjakannya dengan rasa suka dan sepenuh hati. Ibadah yang baik adalah yang melimpahkan kebaikan, nilai, kekuatan, dan kenikmatan tersendiri. Ibadah yang baik bersumber dari kemauan yang baik, kemauan yang mengisi perasaan, naluri, dan hati seseorang. Hati dan perasaan lebih membutuhkan kemauan yang baik daripada yang lain.

*Disarikan dari buku Energi Ibadah – Syahid Murtadha Muthahhari

No comments

LEAVE A COMMENT