Saat menikah pernahkah anda terpikir bahwa sang pasangan akan menjadi eksekutor yang siap memberikan pukulannya kepada anda di rumah? Tentunya tidak. Ketika perempuan memilih seseorang sebagai pengayom keluarga, ia juga berharap sang suami dapat menjadi pembelanya dari berbagai serangan. Sayangnya, kasus kekerasan terhadap perempuan justru banyak terjadi di dalam rumah dan dilakukan oleh pasangan. Padahal, perempuan yang menerima kekerasan dari suaminya sendiri akan lebih rentan untuk mengalami gangguan psikologis. Sedangkan anak-anak yang menyaksikan KDRT, selain akan mengalami trauma mereka juga akan mendapat pembelajaran yang buruk. Bagaimana caranya agar tidak terjadi kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga?
Ketika faktor penyebab KDRT dan pemicunya telah diketahui, menjadi lebih mudah untuk menentukan upaya pencegahannya. Mengantisipasi munculnya pemicu perilaku agresif juga berarti mencegah terjadinya KDRT. Telah disebutkan sebelumnya bahwa penyebab KDRT terdiri dari berbagai faktor. Beberapa faktor penyebabnya kembali pada kondisi fase perkembangan dan pengalaman sosial seseorang sebelum perkawinan. Oleh sebab itu,langkah pencegahan juga perlu dilakukan sejak masa sebelum menikah. Pencegahan KDRT sebelum menikah berfokus pada proses pemilihan pasangan yang merupakan tahap awal dari perkawinan. Dalam ajaran Islam terdapat beberapa anjuran yang dapat menyelesaikan permasalahan munculnya berbagai bentuk kekerasan pada setiap tahapan perkawinan. Pada kesempatan ini, penulis akan membahas anjuran yang berkaitan dengan tahapan pranikah.
Memilih pasangan yang layak
Bagi calon pasutri, khususnya anak perempuan mengenal pasangan dengan baik sebelum pernikahan akan meminimalisir beberapa aspek dari faktor penyebab terjadinya KDRT. Islam mengajarkan beberapa prinsip dalam memilih pasangan yang pelaksanaannya mendukung kebahagiaan perkawinan dan mencegah perselisihan. Banyaknya perselisihan yang muncul dalam keluarga dapat mengarah pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
- Prinsip Pertama; memiliki suami-istri yang beriman dan bertakwa.
Anjuran ini mencegah terjadinya penindasan terhadap perempuan di keluarga yang banyak terjadi dalam bentuk kekerasan dengan cara menikahi orang yang saleh. Tidak ada faktor internal dan eksternal lain seperti iman dan takwa yang dapat mencegah perilaku kasar. Bukankah dari seorang mukmin diharapkan lidah dan perbuatannya tidak menyakiti orang lain, apalagi pasangan sendiri? Marhum Thabarsi di buku Makarim Al-akhlak menukil hadis yang populer :
زوجها من رجل تقي ، فإنه إن أحبها أكرمها وإن أبغضها لم يظلمها[1]
Nikahkanlah anak perempuanmu dengan laki-laki yang bertakwa. Jika dia menyukainya, anak perempuan tadi akan dimuliakan dan jika dia marah tidak akan menzalimi istrinya.
- Prinsip Kedua; menjadikan akhlak yang baik sebagai tolok ukur dalam pemilihan pasangan
Allamah Majlisi dalam kitab Bihar Al-Anwar menukil hadis tentang penjelasan akhlak yang baik. Akhlak yang baik meliputi sikap lembut dalam berinteraksi, ramah dan santun dalam berbicara dan menampilkan wajah yang bersahabat:
تلين جناحك ، وتطيب كلامك ، وتلقى أخاك ببشر حسن[2]
Allamah Hur Amili dalam kitab Wasail mengkhususkan pembahasan tentang larangan menikahkan anak dengan seseorang yang berakhlak buruk dan lemah semangat. Beliau menukil hadis yang melarang perempuan menikah dengan orang yang berakhlak buruk:
لا تزوجه إن كان سيئ الخلق[3]
Janganlah nikahkan seseorang jika ia berakhlak buruk
Akhlak yang buruk akan muncul dalam berbagai bentuk agresi, baik verbal maupun fisik dan psikologis. Islam menekankan pemilihan pasangan berdasarkan akhlak yang baik sehingga segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga dapat diantisipasi.
- Prinsip Ketiga; mengutamakan kesamaan pasangan atau sekufu.
Kesamaan dalam berbagai aspek psikologis seperti: kecerdasan, kehidupan personal yang berkaitan dengan budaya dan sosial akan memudahkan pasangan untuk saling memahami. Beberapa aspek kesamaan pasangan dalam perkawinan telah dibahas pada artikel sebelumnya dengan judul “Prinsip Penting Memilih Pasangan Hidup”. Dengan demikian, pemicu munculnya perselisihan yang dapat menyebabkan terjadinya KDRT dapat diminimalisir. Hadis yang dinukil Syaikh Hurr Amili dalam kitab Wasail menganjurkan pernikahan sekufu:
“[4].أنكحوا الأكفاء وانكحوا فيهم
Dalam hal ini, calon pasutri juga ditekankan untuk menjauhkan diri dari pengaruh minuman yang memabukkan seperti alkohol. Sebagaimana diketahui, meminum alkohol telah diharamkan oleh syariat. Syaikh Kulaini dalam kitab Al-Kafi menukil hadis dari Imam Ja’far as:
من زوج كريمته من شارب[5] (ال) خمر فقد قطع رحمها
Siapa yang menikahkan anaknya dengan peminum khamar maka terputuslah rahmatnya
Beberapa penelitian yang telah disebutkan sebelumnya mengungkapkan bahwa kecanduan alkohol merupakan pemicu tertinggi terjadinya KDRT khususnya di Indonesia. Demikian halnya terhadap pecandu narkotika dan obat-obatan terlarang yang membawa kerusakan terhadap masyarakat dan keluarga. Untuk mengantisipasi terjadinya KDRT, Islam telah melarang perkawinan dengan pecandu alkohol dan narkoba.
Mengetahui dengan pasti bahwa kondisi psikologis calon pasangan tidak mengalami gangguan menjadi syarat penting lainnya ketika menerima lamaran. Setidaknya pastikan calon pasangan anda masuk dalam kategori normal secara psikologis. Hal ini mengingat faktor gangguan atau ketidakmatangan psikologis termasuk dalam kategori pemicu terjadinya KDRT. Karakter dan kepribadian seseorang merupakan hasil dari proses yang dilalui sepanjang rentang waktu kehidupannya. Tentu tidak mudah merubah perilaku buruk pada individu yang telah menjadi kebiasaan selama bertahun-tahun. Diperlukan waktu selama masa perkembangan yang telah dilaluinya untuk mencapai tujuan itu.
Pengetahuan secara detail terhadap berbagai aspek kepribadian calon pasangan dapat menjauhkan seorang perempuan menikah dengan individu yang labil. Saat menikah, pastikan anda tidak akan menghabiskan sisa umur dengan eksekutor yang siap ‘menghajar’ istrinya dengan kekerasan. Dengan demikian, KDRT dapat diantisipasi jauh sebelum waktu kemunculannya.
Catatan Kaki:
[1] Thabarsi, Makarim al-Akhak, jil. 1, hal. 204
[2] Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jil. 74, hal. 171
[3] Syaikh Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jil. 14, hal. 54
[4] Syaikh Hurr Amili, Wasail as-Syiah, jil. 14, hal. 29
[5] Syaikh Kulayni, Al- Kafi, jil.5, hal. 347
(Sumber: Buku ” Khusyunat khanegi alaihi zanan baresi elal wa darman ba negaresy be manabi’ Islami”)