Hamba yang mencintai Allah SWT dengan sendirinya akan patuh kepadaNya tanpa disertai keluh dan kesah, sebab cinta itu membuatnya mati rasa akan beban kepatuhan.
Allah SWT berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْم يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّة عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّة عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِم ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”[1]
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ …
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah…”[2]
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ.
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[3]
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَاد فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ.
“Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”[4]
Dalam “Munajat Al-Muhibbin” disebutkan;
إِلَهِي مَنْ ذَا الَّذِي ذَاقَ حَلاوَةَ مَحَبَّتِكَ فَرَامَ مِنْكَ بَدَلاً وَ مَنْ ذَا الَّذِي أَنِسَ بِقُرْبِكَ فَابْتَغَى عَنْكَ حِوَلاً.
“Hai Tuhanku, siapakah yang mengenyam nikmatnya kecintaan kepadaMu kemudian memilih selainMu? Siapakah yang merasa tenang dengan kedekatan kepadaMu kemudian ingin beralih dariMu?”
Diriawayatkan bahwa Imam Jakfar Al-Shadiq as berkata;
حبُّ الله إذا أضاء على سرِّ عبد أخلاه عن كلِّ شاغل وكلِّ ذكر سوى الله عند ظلمة. والمحبُّ أخلص الناس سرَّاً لله، وأصدقهم قولاً، وأوفاهم عهداً، وأزكاهم عملاً، وأصفاهم ذكراً، وأعبدهم نفساً، تتباهى الملائكة عند مناجاته، وتفتخر برؤيته، و به يعمر الله ـ تعالى ـ بلاده، وبكرامته يكرم عباده يعطيهم إذا سألوا بحقِّه، ويدفع عنهم البلايا برحمته. فلو علم الخلق ما محلُّه عند الله ومنزلته لديه، ما تقرَّبوا إلى الله إلاّ بتراب قدميه.
“Kecintaan kepada Allah ketika menerangi kesendirian hambaNya niscaya mengosongkannya dari setiap orang yang sibuk dan segala ingatan kepada selain Allah dalam kegelapan. Pecinta adalah orang yang paling ikhlas kepada Allah di kala sendiri, paling jujur tutur katanya, paling tepat janjinya, paling bersih perbuatannya, paling jernih ingatanya, paling mengabdi jiwanya. Para malaikat berbangga dalam munajatnya, dan berbangga memandangnya. Dengannya Allah SWT memakmurnya negerinya. Dengan kemuliaannya Allah memuliakan dan menganugerahi hamba-hambaNya manakala mereka meminta dengan menyebut namanya, dan dengan rahmatnya Allah melindungi mereka dari malapetaka. Seandainya manusia mengetahui bagaimana tempat dan kedudukannya di sisi Allah niscaya mereka tidak akan bertaqarrub kepada Allah kecuali dengan debu telapak kakinya.”[5]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata;
حبُّ الله نار لا يمرُّ على شيء إلاّ احترق. ونور الله لا يطَّلع على شيء إلاّ أضاء. وسحاب(5) الله ما يظهر من تحته شيء إلاّ غطّاه. وريح الله ما تهبُّ في شيء إلاّ حرَّكته. وماء الله يحيي به كلّ شيء، وأرض الله ينبت منها كلُّ شيء. فمَنْ أحبَّ الله أعطاه كلَّ شيء من المال والملك.
“Cinta kepada Allah adalah api yang tidak melintasi apapun kecuali membakarnya, dan cahaya Allah tidak memancar pada apapun kecuali meneranginya. Awan Allah, tiada sesuatu menampak dibawahnya kecuali dibayangi olehnya. Angin Allah tidak menghembus pada sesuatu kecuali menggerakkannya. Air Allah menghidupkan segala sesuatu, dan dari bumi Allah segala sesuatu tumbuh. Maka siapa mencintai Allah niscaya Dia memberinya segala sesuatu berupa harta dan kekuasaan.”[6]
(Bersambung)
[1] QS. Al-Maidah [5]: 54.
[2] QS. Al-Baqarah [2]: 165.
[3] QS. Ali Imran [3]: 31.
[4] QS. Al-Taubah [9]: 24.
[5] Bihar Al-Anwar, jilid 70, hal. 23, dinukil dari Mishbah Al-Syari’ah, hal. 24.
[6] Ibid, hal. 23 – 24. Kalimat terakhir seakan menunjukkan bahwa segala sesuatu di dunia tunduk pada kekuasaan pecinta Allah meskipun bisa jadi dia sama sekali tidak menghendakinya.