Orang-orang yang disebut Syiah, ketika disebut demikian, muncul dua hal yang berlawanan dalam batin mereka, yaitu: merasa senang sekaligus tidak merasa senang.
Seumpama orang yang belum pernah naik haji, lalu ada yang memanggilnya, pak haji, atau dia sudah melaksanakan ibadah haji, tetapi dia tidak dapat memastikan bahwa dirinya telah melaksanakan rukun kelima ini dengan benar. Melainkan hanya berharap, bahwa ibadahnya ini mudah-mudahan diterima oleh Allah swt. Namun ini hanya sebuah perumpamaan yang tidak tepat secara keseluruhan, melainkan untuk pendekatan tentang mereka yang dikatakan sebagai Syiah Ahlulbait as.
Akan diketahui dari penjelasan Allamah Syaikh Misbah Yazdi nanti tentang Syiah yang sejati menurut Imam Ali as, dari sebuah riwayat yang dibawa oleh Dari Nauf al-Bikali berikut ini:
Ia bersama dua orang lainnya (salah satunya bernama Hammam bin Ubadah) datang menemui Amirul mu`minin Ali as. (Setelah itu) Dalam perjalanan kami menuju masjid, kami bertemu dengan sejumlah orang yang nongkrong dan mengobrol disusul dengan gelak tawa. Melihat Amirul mu`minin as lewat, mereka langsung berdiri dan mengucapkan salam dengan sikap penghormatan kepadanya. (Infografis: Fase Kehidupan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib)
Beliau menjawab salam dan menghormati mereka. Kemudian bertanya: Siapakah kalian?
Mereka menjawab, Kami adalah orang-orang dari Syiah Anda. (Tetapi) Mengapa aku tidak melihat tanda-tanda Syiah pada diri kalian?, tanya beliau kepada mereka, dan mereka pun tertunduk malu. Kemudian Imam pergi melanjutkan jalannya.
Nauf menyampaikan, Dua orang yang bersama saya itu bertanya kepada Imam, Tuanku, apa sifat-sifat Syiah Anda?
Imam sepertinya enggan menjawab pertanyaan itu, dan berkata, Bertakwalah kepada Allah dan berbuatlah kebaikan!
Tetapi Hammam yang usianya paling muda di antara mereka, mendesak Imam as supaya menjelaskan kepada kami tentang sifat-sifat Syiah. Ia terus saja mendesaknya. Imam meraih tangan dia dan masuk ke dalam masjid.
Beliau melaksanakan shalat tahiyat masjid dua rakaat. Setelah itu beliau menyampaikan ceramah, yang pernah kami dengar di majlis-majlis sebelumnya. Di awal ceramahnya beliau menjelaskan filsafat akhlak, filsafat pensyariatan taklif dan perintah beribadah serta taat kepada Allah, bahwa mengapa Allah perintahkan kepada kita agar beribadah dan taat kepada-Nya. (Baca: Hujjah Kebangkitan Imam Husein Melawan Kezaliman Yazid dan Bani Umayah)
Setelah menyampaikan semua itu, beliau kemudian meletakkan tangannya di atas bahu Hammam, dan berkata: Tadi kau bertanya kepadaku tentang Syiah Ahlulbait as yang telah Allah hilangkan nista dari mereka bersama nabi-Nya dan mensucikan mereka sesuci-sucinya? (Sesungguhnya) Syiah adalah orang-orang yang -arif- mengenal Allah dan melaksanakan perintah-Nya. Jika engkau ingin mengetahui sifat-sifat mereka, maka dengarkanlah…!
Allamah Misbah Yazdi menghitung sifat-sifat yang disebutkan dalam riwayat ini sebanyak sembilan puluh sifat. Kalimat pertama yang dikatakan oleh beliau as ialah mengenai definisi Syiah dan sifat-sifat mereka.
Beliau berkata, Mereka adalah kaum -arif- yang mengenal Allah dan melaksanakan perintah-Nya…
Sifat Pertama Orang Syiah
Sifat pertama yang dimiliki Syiah ialah ârif billâh; yang mengenal Allah. Allamah mengatakan: Marifat atau mengenal Allah dan irfan, keduanya memiliki satu makna. Lalu beliau melontarkan pertanyaan: Apa yang dimaksud kaum arifin? Apa keistimewaan bagi seorang yang arif billah? Seberapa besar peran marifat (mengenal Allah) ini di dalam kebahagiaan dan kesempurnaan manusia?
Beliau memberi perumpamaan marifatullah dan ârif (yang mengenal Allah) seperti yang mirip dengan pujangga. Kalangan umum (awam) ketika mengatakan syuara (para pujangga) dan urafa (kaum arif), maksud mereka, seorang pujangga adalah orang yang punya skill khusus, memiliki citarasa yang khas terkait perkataan dan melantunkan syair-syair. Mereka (urafa) melakukan amal perbuatan, ibadah, zikir dan wirid. (Baca: Pentingkah Seorang Imam di Setiap Zaman? Lalu, Al-Mahdi?!)
Seorang pujangga mengatakan sesuatu yang pada umumnya kita tidak memahaminya, dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang sulit (dipahami). Demikian halnya dengan seorang arif. Namun, kebanyakan itu bukan termasuk sifat-sifat Syiah. Karena banyak yang populer dengan keirfanan, tapi mereka bukanlah Syiah. Setidaknya mereka, sebagaimana ada di kalangan Syiah, ada juga di kalangan Ahlussunnah. Maka hal tersebut tidak dapat dikatakan bagian dari tanda-tanda Syiah.
Oleh karena itu terjadi ketidak jelasan, apa maksud ârif billah (yang menjadi sifat Syiah) itu? Apa keistimewaan di dalam bait syair seperti Hafizh dan penyair-penyair lainnya? Apa keistimewaan bagi perkara (yang tidak dimiliki oleh banyak orang) tersebut?
Penilaian semacam itu yang dipahami oleh kebanyakan orang, barangkali dikarenakan hal yang tak disadari, bahwa sebutan arif, marifat, irfan dan karya-karya lahiriah berupa syair dan amal perbuatan, bahkan zikir, wirid dan sebagainya, bukanlah merupakan irfan yang hakiki. (Baca: Munajat Para Pezikir)
Allamah mengungkapkan: Irfan yang hakiki adalah seseorang mengenal Allah dengan sejatinya. Kaum arif sejati yang kita kenal adalah Ahlulbait as, pada tingkatan pertama (tertinggi). Kemudian para murid madrasah mereka. Jadi, orang yang memiliki bagian dari marifat yang hakiki ini, adalah dikarenakan bersandar pada pintu Ahlulbait. Sekadar titel atau berpakaian seragam khusus seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa kelompok, atau memakai kopiah tertentu, hal ini bukan berarti dia seorang arif.
Memang hal-hal semacam itu menampak di sebagian kaum arif, tetapi itu bagian dari sifat-sifat umum. Artinya, selain mereka juga bisa demikian. Misal, mengenakan amamah (sorban kepala) kita katakan sebagai tanda bagi fuqaha. Tetapi tidak setiap orang yang mengenakan amamah adalah seorang faqih.
Penampilan keirfanan, terminologi-terminologi keirfanan, syair-syair dan amalan khusus bukan pertanda bahwa dia seorang arif. Sebagaimana ucapan Amirul mu`minin as: Syiah kami adalah orang-orang yang -arif- mengenal Allah…(bersambung)
Baca selanjutnya: Ciri Khas Syiah yang Sesungguhnya (2)