Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Demi Pengabdian kepada Islam

Soal Mungkinkah Ahlussunnah dan Syiah Bergandeng Tangan? yang menjadi judul buku karya Prof Quraiys Syihab, mirip dengan yang terlontar di dalam kitab Fi Rihab al-Aqidah (juz 1, soal 9) karya Almarhum Ayatullah Sayed Muhammad Said ath-Thabathabai al-Hakim. Yaitu, Mungkinkah bertemu antara Ahlussunnah dan Syiah?.

Mengapa sampai terlontar pertanyaan itu? Bukankah mereka itu muslimin yang diibaratkan oleh Nabi saw, satu jasad yang anggota-anggotanya mendukung satu sama lain, dan apabila anggota yang satu sakit maka anggota yang lain turut sakit? Namun di sana fonemenanya tidaklah demikian di samping fenomena toleransi.
Dua kelompok yang Imam Khamenei sebut dengan Sunni Amerika dan Syiah Inggris, sebagai contohnya. Keduanya sudah pasti mengutuk dan mengkafirkan satu sama lain. Masing-masing memandang selain kelompoknya dalam kebatilan. Lalu beliau mengungkapkan bahwa dua kelompok ini ibarat dua mata gunting yang memutilasi tubuh muslimin yang satu.
Islam, menurut Ayatullah Syaikh Subhani dalam al-Milal wa an-Nihalnya, terbangun atas dua pilar; 1-kalimatu at-tauhid dan 2-tauhidul kalimah.
Yang pertama diserukan oleh seluruh nabi, terutama nabi Muhammad saw. Mereka diutus oleh Allah untuk menegakkan pilar ini, bahwa: tiada tuhan selain Allah. Hanya Dialah yang patut disembah, dan untuk memberantas keberhalaan serta perbudakan. Ibarat pohon, adalah akar bagi semua cabang, ranting dan buahnya. Tanpa akar atau prinsip ini, niscaya agama tak memiliki tiang yang tegak dan batang yang sehat.
Pilar yang kedua, merupakan tiang permanen untuk publikasi ajaran Islam dan menghentikan ambisi para thaghut, dan berfungsi meneguhkan seruan Islam. Tanpa kesatuan kalimah ini; tiada tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya, yang dinyatakan oleh muslimin, niscaya Islam pada awal munculnya menjadi mangsa bagi keserakahan kaum lalim.
Kepada mereka Alquran serukan pilar kesatuan dan persaudaraan Islam ini:
“Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.. (QS: Al Imran 103)

Sambut Pertemuan itu Demi Pengabdian kepada Islam
Kembali pada soal di atas, bahwa si penanya setelah menyampaikan pertanyaan itu, mengungkapkan bahwa sepengetahuannya, Ahlussunnah yang Asyairah maupun yang Maturidiyah- tidak mengkafirkan Syiah. Namun mereka menyebutkan pandangan-pandangan keakidahan di dalam kitab-kitab Syiah dan membantahnya. Lalu ia mengatakan, Sekiranya Ahlussunnah menyesatkan Syiah yang menyimpang, Syiah pun menyesatkan Ahlussunnah yang menyimpang!?
Ayatullah Sayed Said al-Hakim dalam menjawab soal tersebut menyampaikan beberapa perkara sebagai mukadimah, salah satunya ialah menyambut pertemuan Ahlussunnah dan Syiah demi pengabdian kepada Islam. Di bagian ini beliau menyampaikan beberapa poin berikut:
1-Menurut Syiah, Islam itu dengan dua kalimat syahadat; tauhid (asyhadu an la ilaha illallah) dan risalah (wa asyhadu anna muhammadan rasulullah). Disertai mengakui kewajiban-kewajiban dharuriyah (yang gamblang di dalam) Islam, seperti shalat, zakat dan (rukun-rukun) lainnya, dan menyatakan seruannya (keislaman). Dengan demikian, Ahlussunnah dan Syiah sepakat bahwa mereka adalah muslimin.
Islam agama nan agung, sebaik-baik agama dan sebagai agama penutup ini menghimpun mereka dan menjaga setiap orang dari mereka, kehormatannya dalam darah dan harta benda. Sebagaimana mereka dihimpun olehnya dalam satu tujuan yang menarik diri mereka pada hal menyerukan Islam dan meninggikan kalimahnya serta menepis muslihat para musuh terhadap Islam dan muslimin.
Dalam rangka inilah mereka mensatukan suara, dengan memperhatikan etika dan budi pekerti nan tinggi, yang dianjurkan Islam, terhadap non muslimin. Terlebih terhadap sesama muslim. Dengan demikian terwujudlah titik temu praktis di antara mereka demi kepentingan Islam dan muslimin, setelah titik temu keakidahan di dalam dasar-dasar Islam.
Masing-masing hendaknya menempatkan keyakinannya untuk dirinya, atau (jika) mengajak (orang lain) kepada akidahnya (maka harus) dengan cara yang lebih baik; dengan jalan ilmiah dan argumentatif yang kondusif serta terarah; jauh dari kebohongan, cacian dan celaan, bentak-bentakan dan kata-kata keji. Karena, pertama, hal itu tidak mengukuhkan kebenaran dan tidak menjelaskan hujjah di hadapan Allah pada hari orang-orang protes kepada-Nya. Firman Allah: يَوْمَ تَأْتي‏ كُلُّ نَفْسٍ تُجادِلُ عَنْ نَفْسِها وَ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ ما عَمِلَتْ وَ هُمْ لا يُظْلَمُونَ
“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah ia perbuat, sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan).” (QS: an-Nahl 111)
Kedua, hal itu mengundang kebencian, cekcok, membelah dan melemahkan suara umat, mengganggu satu sama lain dan melupakan tujuan-tujuan bersama. Memang itulah yang diupayakan musuh-musuh Islam demi mencapai tujuan-tujuan mereka yang nista. Diinginkan hal itu agar sebagian pihak bersekutu dengan musuh-musuh Islam untuk menyakiti dan mencaci pihak lain.
Belum lama ini muslimin dan kaum kristen saling membantu untuk bersikap kontra terhadap arus ateisme, dua pihak mentolerir perselisihan keagamaan mereka, saling memenuhi kepentingan-kepentingan material mereka demi satu tujuan, dan menentang musuh bersama. Lantas mengapa muslimin di antara mereka kini untuk tujuan itu? Padahal mereka disatukan oleh satu agama dan dasar-dasar yang sama! Mengapa musuh semakin kuat, perselisihan di antara muslimin semakin tajam, dan celaan, cacian, kebohongan dan hardik menghardik serta kata-kata kotor kian kerasnya?

(Bersambung)

Post Tags
Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT