Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Dua Kisah Bapak Tua, Putra dan Kudanya

Bapak, Tua, KudaAssalamu’alaikum Wr. Wb.,

Apa kabar adik-adik sekalian? Semoga selalu menjadi anak-anak baik dan taat kepada orang tua sehingga hidup menjadi indah dan berarti.

Kali ini kita bawakan dua kisah menarik dan penuh pelajaran yang bisa kita petik untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, langsung saja kita simak kisahnya:

1- Bapak Tua Dan Putranya
Seorang bapak tua tinggal seorang diri di sebuah desa. Ia ingin mencangkul kebunnya dan menanaminya dengan kentang, namun pekerjaan tersebut sangat berat baginya. Ia memiliki seorang putera yang sebenarnya dapat membantunya, akan tetapi sang putera saat itu berada di tahanan.

Kemudian bapak tersebut menulis sepucuk surat untuk puteranya dan menjelaskan kondisinya saat ini:

Puteraku tercinta!

Saat ini aku sedang bersedih, karena tahun ini aku tidak akan dapat menanam kentang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kebunku. Ibumu selalu berbahagia bila waktu panen tiba dan memanen tanaman itu.

Aku sudah cukup tua untuk mengurusi kebun. Seandainya engkau berada di sini, seluruh permasalahan ini akan dapat terselesaikan. Seandainya engkau berada di sini, tentu engkau akan mencangkulkan kebun itu untukku dan menanaminya dengan kentang. (Baca: Metode Dakwah Keluarga Imam Husain A.S.)

Dari ayahmu yang selalu mencintai dan merindukanmu.

Tidak selang beberapa hari, bapak tua itu menerima balasan telegraf dari sang putera yang berisi:

“Ayah! Demi Tuhan, jangan engkau cangkul kebun itu, karena aku menimbun senjata di sana.”

Esok harinya, 12 orang intel dan polisi sudah berada di lokasi kebun. Semuanya diperintahkan untuk mencangkuli seluruh tanah di kebun itu tanpa harus melewatkan sejengkal pun. Namun mereka tidak menemukan apa-apa, termasuk senjata yang dimaksudkan dalam surat yang dikirim oleh sang putera.

Sang bapak tua sangat bingung dengan kejadian tersebut. Ia menulis kembali sepucuk surat lain kepada puteranya dan menyampaikan apa yang terjadi dengan kebunnya. Ia bertanya bahwa apa maksud dari semua itu?

Sang putera menjawab, “Ayah! Lihatlah kebunmu dan sekarang silahkan ayah menanaminya dengan kentang. Hanya ini pekerjaan terbaik yang dapat aku lakukan dari sini (tahanan) untukmu.” (Baca: Keluarga dalam Perspektif Ajaran Islam)

Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah di atas adalah:

  1. Tidak ada penghalang untuk melakukan pekerjaan apa pun. Apabila kita memutuskan untuk mengerjakan sebuah pekerjaan, tentu saja kita dapat melakukan pekerjaan itu. Yang bisa menghalangi kita adalah pikiran kita, bukan tempat kita berada.
  2. Kita akan menemukan atau bahkan membuat jalan keluar dari segala masalah yang kita hadapi.
  3. Dalam keputusasaan masih ada harapan.
  4. Setelah gelap akan muncul cahaya.

2- Bapak Tua dan Kudanya

Seorang bapak tua tinggal di sebuah pedesaan. Ia memiliki seorang putera dan seekor kuda. Suatu hari kudanya lepas dan melarikan diri. Semua tetangga datang ke rumahnya untuk menghiburnya sambil berkata, “Sungguh malang nasibmu karena kudamu telah kabur!”

Bapak tua menjawab, “Dari mana kalian mengetahui bahwa dengan kejadian ini nasibku menjadi malang atau mujur?”

Dengan penuh keheranan, para tetangga menjawab, “Sudah jelas bahwa nasibmu sedang sial dengan kejadian ini karena satu-satunya kuda yang engkau miliki kabur entah ke mana!” (Baca: Pendidikan Agama Anak di Keluarga Menurut AlQuran -1)

Tidak sampai satu minggu berlalu dari kejadian itu, kuda tersebut kembali bersama 20 kuda lainnya yang masih liar. Kali ini para tetangga datang ke rumahnya untuk mengucapkan selamat, “Sungguh engkau telah memperoleh keberuntungan yang besar, karena kudamu kembali bersama 20 kuda lain!”

Sekali lagi bapak tua itu berkata, “Dari mana kalian mengetahui bahwa ini adalah keberuntungan atau kesialan bagiku?”

Keesokan harinya, putera sang bapak jatuh di tengah kuda-kuda liar itu dan kakinya patah. Sekali lagi para tetangga berdatangan dan berkata, “Sungguh buruk nasib yang menimpamu!”

Sang bapak tua menjawab dengan jawaban yang sama dengan sebelumnya, “Dari mana kalian mengetahui bahwa ini adalah nasib buruk atau baik bagiku?”

Sambil marah-marah dan dengan nada tinggi, para tetangga berkata, “Jelas ini nasib buruk bagimu, wahai bapak tua bodoh!”

Beberapa hari kemudian, sekelompok tentara pemerintah datang ke kampung itu untuk mencari pasukan perang. Mereka membawa seluruh pemuda kampung yang berbadan sehat untuk ditugaskan berperang ke wilayah-wilayah perbatasan yang letaknya sangat jauh dari kampung itu. Sementara putera sang bapak tua tidak mereka bawa karena kakinya patah. (Baca: Menciptakan Suasana Surgawi di Rumah)

Untuk kesekian kalinya para tetangga berdatangan dan mengucapkan selamat, “Sungguh mujur nasibmu, karena puteramu dibebaskan dari berperang ke tempat yang sangat jauh, karena mereka yang dikirim tidak jelas apakah akan kembali ke pangkuan keluarga mereka atau tidak!”

Sang bapak tua tetap menjawab sama, “Dari mana kalian mengetahui bahwa…”

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang menimpa kita, baik yang menyenangkan atau menyedihkan.

Marilah kita berusaha mencontoh dari apa yang telah diajarkan oleh Sayidah Zainab a.s. saat menghadapi syahadah Imam Husain a.s. dan menyaksikan penderitaan Ahlul Bait Nabi saw. “Aku tidak melihatnya kecuali keindahan,” kata Srikandi Karbala.[*]

Baca Any Quest 3: Menjaga Hubungan dengan Anak

No comments

LEAVE A COMMENT