Pada suatu ketika, terjadi pembunuhan di lingkungan kaum Bani Israel. Tidak ada seorang saksipun dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Keluarga korban meminta bantuan kepada Nabi Musa a.s. untuk memecahkan kasus pembunuhan ini. Mereka menuntut kepada Nabi Musa a.s. agar pelakunya diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Karena permasalahan ini sangat rumit, Nabi Musa a.s. dan beberapa kelompok masyarakat yang membantunya berusaha untuk menyelidiki terlebih dahulu siapakah pelakunya.
Setelah beberapa lama keluarga korban menunggu, belum ada kepastian juga dari Nabi Musa a.s. Akhirnya Nabi Musa a.s. memohon pertolongan kepada Allah SWT untuk memberikan petunjuk kepadanya dalam menyelesaikan permasalahan ini. Tidak lama kemudian Nabi Musa a.s. mendapat wahyu dari Allah SWT. (Baca: Tuntunan Istikharah)
Nabi Musa berkata, “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina.” Mereka keheranan dan berkata dalam hati mereka, “Apa hubungannya peristiwa pembunuhan dengan penyembelihan sapi?”
Pada awalnya, mereka menuduh Nabi Musa a.s. hendak mempermainkan mereka. Nabi Musa a.s. menyangkalnya. Kemudian mereka meminta Nabi Musa bertanya kepada Tuhan tentang ciri-ciri sapi tersebut. Nabi Musa menjawab, “Sesungguhnya Dia menginginkan seekor sapi yang tidak tua dan juga tidak muda.”
Bani Israil kemudian bergegas mencari sapi sesuai ciri-ciri yang digambarkan. Ternyata sapi yang dicari berada pada seorang pemuda Bani Israil.
Pada suatu malam, pemuda itu bermimpi dan mendapatkan petunjuk supaya tidak menjual sapinya kecuali dengan perintah sang ibu. Tidak lama dari kejadian mimpi tersebut, Bani Israil datang untuk membeli sapinya. Saat itu pemuda teringat mimpinya dan tidak akan menjual sapi kecuali setelah diperintah ibunya. (Baca: Pemimpin Hakiki, Pelayan Sejati)
Saat pemuda menanyakan kepada ibunya, sang ibu berujar kepada kelompok orang yang datang untuk membelinya, “Kalian harus melapisi kulit sapi ini dengan emas terlebih dahulu dan setelah itu kami akan menjual kepada kalian.”
Bani Israil menyepakati perjanjian tersebut. Kemudian sang pemuda mengumpulkan lapisan emas yang menempel di kulit sapi dan setelah itu menjualnya kepada mereka.
Lalu mereka membawa sapi itu dan menyembelihnya. Mereka memukulkan sebagian dagingnya ke mayat korban. Mayat itu hidup kembali dan memberitahukan bahwa pembunuhnya adalah saudara sepupunya sendiri.
Bani Israil berkata, “Sungguh kami tidak tahu mana yang lebih mengherankan, apakah mayat yang hidup kembali atau pemuda yang menjadi kaya raya secara mendadak?”
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Musa a.s., “Katakanlah kepada Bani Israil, “Apabila mereka ingin merasakan kehidupan yang bahagia di dunia dan masuk surga di akherat, amalkanlah sebuah dzikir yang senantiasa dibaca pemuda itu.”” (Baca: Nasihat Imam Ja’far Shadiq as. tentang Berzikir)
“Apakah dzikir tersebut ya Allah”, tanya Nabi Musa a.s.
Allah menjawab, “Dzikir tersebut adalah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya (Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad Wa Ali Muhammad).”
Setelah memperoleh emas yang berlimpah, pemuda itu bertanya kepada Nabi Musa a.s., “Bagaimana aku dapat menjaga harta benda yang banyak ini dari mata orang-orang yang hasud dan yang berniat jahat?”
“Shalawatilah harta bendamu supaya Allah SWT menolak bahaya atau ancaman orang-orang hasud dan jahat terhadapmu”, ujar Nabi Musa a.s.
Bani Israil pun mendatangi Nabi Musa dan bertanya, “Kami telah menyerahkan seluruh harta benda ke pemuda itu dan kini kami tidak memiliki harta benda yang berarti. Doakanlah kami supaya Allah SWT memberikan limpahan rezeki-Nya.”
Nabi Musa a.s. berkata, “Bertawassul jugalah kalian semua kepada wujud suci Ahlul Bait dan bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya.” (Baca: Orang-orang yang Disyafaati)
Lalu mereka mengamalkan petunjuk Nabi Musa a.s. Kemudian Allah SWT menurunkan wahyu kepada beliau, “Di bawah reruntuhan sebuah bangunan, terdapat ribuan keping dinar emas. Bagi-bagilah itu dengan adil di antara kalian.”
Limpahan kekayaan ini dianugerahkan oleh Allah SWT berkat shalawat kepada Nabi SAW dan keluarganya.
Abdurrahman bin Auf bertutur, “Suatu ketika, aku memasuki masjid. Pada saat yang sama, Nabi SAW keluar dari masjid. Lalu perlahan-lahan aku mengikuti beliau hingga sampai pada sebuah pohon yang rindang. Nabi SAW menghadap ke arah kiblat dan bersujud sangat lama serta tidak bergerak sama sekali.”
Abdurrahman sangat khawatir dan menduga terjadi sesuatu dengan Nabi SAW atau beliau telah wafat dalam keadaan sujud. Oleh karena itu, ia mendekati kepala suci beliau. (Baca: Lima Ayat Agung)
Beliau SAW mengangkat kepala dari sujud dan bersabda, “Wahai Abdurrahman, apa yang kamu pikirkan?”
“Wahai Nabi, karena sujud Anda sangat lama dan Anda tidak bergerak sama sekali, aku mengira Anda meninggal”, sahutnya.
Nabi SAW bersabda, “Saat aku sampai di bawah pohon ini, Jibril datang kepadaku dan berkata, “Wahai Rasulullah! Aku membawa kabar gembira dari Allah SWT.””
“Kabar apakah gerangan?”, tanya Nabi SAW.
Jibril menjawab, “Allah SWT berfirman, “Barangsiapa bershalawat dan mengucapkan salam kepadamu, Muhammad, Aku juga akan bersalawat dan mengirimkan salam kepadanya.””
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad.[*]
Baca: Kisah-Kisah Nabi Muhammad saw.: Harga Nabi, Beberapa Biji Buah Kenari