Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)

Oleh: Dr. Muhsin Labib

Mungkin banyak orang bertanya-tanya mengapa masyarakat Syiah tampak sangat mengagungkan Fatimah Zahra puteri Nabi SAW sampai-sampai ada sebutan Ayyam Fatimiyah (Hari-hari Fatimis- kira-kira begitu bila diindonesiakan)

Hari-hari Fatimiyah adalah hari-hari peringatan syahidnya Santa Fatimah Zahra, putri Nabi Muhammad, yang oleh kaum Syiah dianggap sebagai hari berkabung dan dukacita, karena perbedaan riwayat pada hari kematiannya. Alasan utamanya adalah keanekaan info tanggal dan hari wafatnya.

Ada 12 info tentang tanggal wafatnya. Namun yang populer adalah sebagai berikut :

Info pertama:
Ia wafat pada 8 Rabi`ul-Tsani. Ini mengacu kepada laporan sebagian sejarawan bahwa beliau hanya hidup 40 hari sejak wafat ayahnya, Nabi termulia SAW (28 Shafar berdasarkan pendapat terbanyak kalangan Syiah). Ini dikenang sebagai Fatimiyah pertama.

Info kedua:
Ia wafat pada 13 Jumadal-Awwal. Ini berdasarkan laporan sebagian sejarawan bahwa beliau wafat 75 hari setelah wafat Nabi termulia SAW. Ini diabadikan sebagai Fatimiyah kedua.

Info ketiga:
Ia meninggal pada 3 Jumada-Tsani. Ini berlandaskan laporan sebagian sejarawan bahwa masa hidup setelah wafat Nabi termulia SAW adalah 95 hari. Ini diperingati sebagai Fatimiyah ketiga.

Karena berurutan, maka hari-hari Fatimis bersambung dua bulan. Sebagian orang Syiah memilih salah satu info tanggal wafatnya dan menetapkan sebagai hari duka fatimiyah baginya untuk diperingati. Sebagian memperingati wafatnya pada tiga tanggal yang berbeda tersebut.

Memperingati hari-hari Fatimis dalam masyarakat Syiah dilakukan dengan dua macam pola penyelenggaraan event, tradisional dan kontemporer dengan memperhatikan konteks dan situasi aktual komunitas para pecinta Siti Fatimah. Umumnya berkumpul di sebuah husainiyah atau rumah pribadi yang dijadikan tempat penyelenggaraan peringatan yang dihadiri para undangan.

Secara umum, berdasarkan motif dan konten, event peringatan dalam masyarakat Syiah dapat dibagi dua,
1. Peringatan dukacita yang biasanya diselenggarakan pada tanggal wafat dan kesyahidan Nabi termulia dan para insan yang diyakini kesuciannya oleh kaum Syiah, dan yang biasanya disebut wafayat. Kadang disesuaikan dengan hari libur demi keleluasaan para jamaah untuk hadir.
2. Peringatan sukacita yang biasanya diselenggarakan pada tanggal kelahiran Nabi termulia dan para insan suci, yaitu Imam Ali, Siti Fatimah dan para 11 imam setelahnya.

Individu-individu yang terhalang hadir dalam acara peringatan bersama dapat memperingatinya secara pribadi atau bergabung secara daring acara yang sebagian disiarkan via platform media sosial, seperti zoom, YouTube, facebook dan lainnya.

Secara umum cara penyelenggaraan dua event dukacita dan sukacita ini dapat dibagi dalam tiga pola sebagai berikut :
1. Ritual. Yaitu aktivitas yang dilakukan demi meraih pahala ibadah seperti shalat khusus, amalan ibadah khusus, zikir, doa, tawassul dan sebagainya.
2. Emosional. Yaitu aktivitas yang bertujuan membangun spirit cinta dan kepatuhan kepada Nabi termulia dan para insan suci dengan meresapi keteladanan, pengorbanan, ketabahan, dan semua nilai luhur yang diperagakan dalam hidup Nabi dan para manusia suci melalui pembacaan narasi, pelantunan syair-syair duka kesyahidan dan syair suka kelahiran, dramatisasi kisah perjuangan dan sebagainya.
3. Intelektual. Yaitu aktivitas yang bertujuan membangun dan mengembangkan wawasan teologis dan ideologis dengan menggali nilai-nilai luhur setiap tokoh suci yang diperingati untuk dijadikan sebagai perspektif yang relevan dalam konteks kekinian melalui ceramah ilmiah, seminar, diskusi ringan dan sebagainya.

Fatimah binti Nabi memang dimuliakan karena menghimpun semua kesempurnaan insani dalam makna estetika yang transenden. Dia perlu diperingati dan dihidupkan bukan hanya sebagai individu Fatimah, tapi sebagai potret paripurna seorang puteri, isteri, ibu dan seorang perempuan. Itulah Fatimisme.

Tak perlu gembor-gembor Feminisme untuk menuntut kesetaraan. Fatimisme tak menuntut itu karena menuntutnya kepada kaum pria sama dengan mengafirmasi ketaksetaraan, tapi menegaskan dan mengaktualkannya.


No comments

LEAVE A COMMENT