Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tujuan Perjuangan Politik Para Imam Maksum a.s.

Perjuangan politik bukanlah semata debat teologis atau sebatas perjuangan bersenjata, tetapi merupakan perjuangan dengan sebuah tujuan politik. Apakah tujuan politik dari perjuangan tersebut? Tujuan politik dari perjuangan itu ialah pendirian atau penegakkan sebuah pemerintahan islami. Yakni, sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh orang-orang saleh, sebagaimana diinginkan dan dilakukan oleh Imam Ali bin Abi Thalib a.s.

Sejak wafat Rasulullah Saw hingga 260 H, para Imam a.s. selalu melakukan upaya pewujudan sebuah pemerintahan Ilahi dalam masyarakat Islam. Ini yang bisa kita simpulkan dari pendapat utama mereka. Namun, itu bukan serta merta menganggap setiap Imam bersikeras mendirikan pemerintahan Islam pada masanya sendiri. Maksudnya, mereka sejatinya memiliki sebuah pandangan ke depan yang tegas untuk mewujudkan tujuan (tegaknya pemerintahan Islam) tersebut.

Mereka memformulasi kesempatan dan gerakan terbatas yang mereka miliki dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Sebagai contoh, Imam Hasan bin Ali al-Mujtaba a.s. berupaya mendirikan sebuah pemerintahan Islami di kesempatan jangka pendeknya. Jawaban Imam Hasan atas pertanyaan orang-orang seperti Musayib dan Ibnu Najbah yang menanyakan alasan diamnya Imam Hasan, mengindikasikan bahwa Imam Hasan punya rencana untuk pendirian sebuah pemerintahan Islam di masa depan. Beliau mengatakan pada mereka: “Kita tidak tahu; ini mungkin sebuah ujian bagimu dan sebuah janji untuk masa datang.”

Baca: Tujuh Nasihat Agung Imam Ali Sajjad a.s. yang Menakjubkan

Kita dapat mengerti -jika langkah Imam Hasan berada dalam kerangka jangka pendek maka-perjuangan Imam Sajjad a.s. direncanakan untuk meraih tujuan jangka menengah. Sementara perjuangan Imam Muhammad Baqir untuk meraih tujuan tunggal mereka didesain dalam kerangka jangka pendek. Begitulah seterusnya. Setelah syahidnya Imam kedelapan, Imam Ali Ridha a.s., perjuangan para Imam ditujukan untuk menyempurnakan tujuan itu dalam kerangka dan pola jangka panjang.

Memang, masalah penegakan pemerintahan Islam mengundang variasi pendapat dari masa ke masa, namun secara ringkas dapat dikatakan bahwa upaya mewujudkan pemerintahan Islam itu selalu berusaha ditampakkan para Imam a.s. Selain aktivitas kerohanian yang tak pernah lepas dari keseharian para Imam berkenaan dengan penyempurnaan diri manusia dan kedekatannya dengan Allah Swt, aktivitas mereka yang lain, termasuk pendidikan dan pengajaran mereka, hadis-hadis, tradisi Islam, teologi, debat-debat dengan para pendebat saintifik, dukungan dan bantuan mereka terhadap kelompok tertentu, atau penolakannya terhadap kelompok lain, dan lain sebagainya, semuanya merupakan tuntunan, atau bahkan perintah menuju tujuan penegakan sebuah pemerintahan Islam. Inilah pilar pendirian mereka.

Tentu saja, masalah ini telah dan akan terus membuka ruang, perdebatan dan diskusi yang tak berhenti. Saya pun tidak menuntut agar pemahaman saya terhadap masalah ini harus diterima. Namun, saya meminta dengan sungguh-sungguh agar pandangan atas masalah tersebut bisa diikuti secara hati-hati dan dipelajari dari perspektif dan pendekatan yang saya maksud, sembari mengecek ulang sejarah kehidupan para Imam suci. Sudah selayaknya kita menyediakan sekian waktu guna memperoleh pemahaman rasional dan pengertian sejarah yang masuk akal atas sepak-terjang para Imam, baik gerak dan sikap mereka sebagai suatu arus berkesinambungan (dari Imam satu ke Imam berikutnya) maupun kehidupan di tiap masa dan individunya.

Ada sebagian bukti bersifat umum. Contohnya, kita mengetahui dengan baik bahwa Imamah (kepemimpinan Islam) adalah kelanjutan dari nubuwah (kenabian). Dan Nabi Saw adalah juga seorang Imam. Imam Jakfar Shadiq a.s. menegaskannya dengan mengatakan: “Sesungguhnya, Nabi

Muhammad Saw adalah seorang Imam…” (Bihar al-Anwar, 102/17)

Rasulullah Saw bangkit untuk membangun sebuah sistem berdasarkan pengajaran dan keadilan Ilahi melalui garis perjuangan yang berkesinambungan. Beliau menjaga dan melindungi sistem tersebut sepanjang hidupnya. Karena itu, sang Imam, yang kepemimpinannya merupakan kelanjutan dari kepemimpinan Nabi Saw, tidak pernah mengabaikan sistem yang telah dibangun penghulu para nabi tersebut.

Ini adalah argumen umum, yang dapat diikuti melalui diskusi panjang dan perhatian yang hati-hati terhadap berbagai aspek. Beberapa hujah lain diambil dari pernyataan para Imam, atau didasarkan pada aturan, petunjuk dan gaya hidup mereka. Sesungguhnyalah, suatu studi yang menyeluruh terhadap kondisi yang melingkupi hidup para Imam akan sangat menolong pemahaman atas maksud langkah-langka mereka. Ketika ada pernyataan, “Seseorang yang disiksa di kedalaman sel bawah tanah nan gelap dan kaki-kakinya terluka oleh rantai dan borgol”, maka itu merujuk pada Imam Musa Kazhim a.s. Kita dapat menyingkap perjuangan Imam Kazhim melalui penjara nan gelap itu. Arah dan garis gerakan para Imam itulah yang saya ingin diskusikan, dengan menawarkan suatu pendekatan yang saya sebut di atas.

Sifat Perjuangan Para Imam

Watak dan sifat perjuangan para Imam berbeda dengan sekadar debat-debat teologi dan perjuangan bersenjata. Mereka yang mengenal sejarah dari abad ke-2 H dan telah mempelajari aktivitas Dinasti Abbasiyah (Bani Abbas) sebelum abad pertama hijriah sampai 139 H (saat mereka memegang kekuasaan) akan mengapresiasi dengan baik perjuangan politik para Imam yang begitu sengit dan gigih menghadapi tekanan para penguasa selama periode itu.

Tentu saja, perbandingan antara dua cara yang ditempuh para Imam dan pengikutnya di satu sisi dengan Bani Abbas di sisi lain tak akan jelas dan berkesan jika tidak hati-hati mempelajari metode perjuangan mereka masing-masing. Ada kesamaan tertentu ditemukan dalam perjuangan para Imam, seperti rencana dan bentuk aktivitas namun tertampak beda dalam target, tujuan, metode dan kepribadian mereka.

Baca: Sabda Rasulullah Saw tentang Para Imam Dua Belas sebagai Penerusnya

Karena itu, tinjauan terhadap mereka kadang-kadang tercampur, yakni, disebabkan oleh kesamaan dari metode, penyebaran dan seruan mereka. Bani Abbas, di tempat seperti Hijaz dan lrak, menganggap diri mereka sebagai para pengikut jalan keluarga Amirul Mukminin Ali a.s., seperti dengan menggunakan gaya ‘musawwadahi’, yang biasanya menggunakan baju warna hitam dalam panggilan-panggilan Bani Abbas di Khurasan dan Rey. Artinya, Bani Abbas biasanya menggunakan baju hitam. Mereka biasanya mengatakan kepada masyarakat, “Baju hitam kami menandakan kesedihan kami kepada syuhada Karbala, Zaid, dan Yahya.” Sebagian dari pemimpin mereka bahkan membayangkan diri mereka sedang bekerja untuk keluarga Imam Ali. (Bihar al-Anwar, 42/61)

Meskipun para Imam meluncurkan suatu bentuk Gerakan serupa itu, tetapi mereka punya tanda berbeda dalam tiga wilayah, yaitu tujuan, latar belakang metode, dan kepribadian mereka. Terdapat satu karakter khas dalam personalitas, cara, dan tujuan yang dibawa dalam hidup dan perjuangan politik para Imam.

*Dsarikan dari buku Para Pengawal Agama – Sayid Ali Khamenei

No comments

LEAVE A COMMENT