Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Haram Jual-Beli Tiket dan Wisata ke Israel!

Di antara tempat-tempat bersejarah di dunia yang mengundang perhatian berbagai kelompok  pemeluk agama ialah Palestina yang sejumlah wilayahnya hingga kini masih dikuasai Isarel. Tanpa disadari sebagian orang bahwa kunjungan ke tempat-tempat tersebut telah menguntungkan pihak Israel. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim bolehkah kita mengunjungi tempat-tempat bersejarah itu sehingga menguntungkan Israel?. Ulama jelas melarangnya dan memberikan fatwa haram atas kunjungan ke tempat tersebut sebagai berikut;

Ini Fatwa Syaikh Yusuf Qardhawi lima tahun silam yang diliput oleh m.republika.co.id (04/05/2012): “Tidak boleh bagi warga non Palestina masuk ke al-Quds, kiranya berlaku hingga kini sampai Israel hengkang dari tanah jajahannya itu.

Cendekiawan yang dikenal sebagai mujtahid era sekarang ini, menegaskan bahwa “Haram hukumnya mengunjungi al-Quds yang saat ini dijajah oleh zionis Israel. Kecuali bagi orang-orang Palestina, karena itu adalah hak mereka untuk masuk ke al-Quds sekendak mereka.” Ia pun menyeru muslimin di negara-negara sekitar Masjid al-Aqsha, agar membela Kiblat Pertama ini dan mengusir Israel yang menjajahnya.

Itulah statement seorang mufti, yang fatwa-fatwanya banyak dijadikan referensi atas permasalahan. Salah satu buktinya, saya dapati di sebuah blog, seorang ustadz di majlis taklimnya ketika ditanya oleh salah satu jemaahnya tentang masalah terkait, ia menjawab dengan bersandar pada fatwa Syaikh Qardhawi tersebut. Ia mengatakan, “Salah satu alasannya ialah menambah devisa untuk Israel.”

 

Pengertian Fatwa dan Fatwa Politik

Fatwa semacam itu dan perkara-perkara yang terkait dengannya juga disampaikan oleh ulama Syiah. Di sini, apa yang di benak penulis setidaknya tiga hal berkenaan dengan masalah ini:

1-Mengenai fatwa itu sendiri -dalam fikih Syiah- merupakan macam hukum fikih yang kedua setelah hukum dan sebelum ihtiyath. Pertama, maknanya adalah pandangan seorang faqih dalam bentuk proposisi haqiqiyah. Maksudnya, bila ia mengatakan: “Ghashab itu haram!”, misalnya, bahwa ghashab -yang adalah penguasaan sewenang-wenang atas harta atau hak milik orang lain (Minhaj ash-Shalihin/Ayatullah Uzhma Sayed Sistani)- bagaimanapun, di manapun dan kapanpun, hukumnya haram.

Kedua, fatwa dalam pengertian lainnya, adalah pemberitahuan seorang faqih tentang hukum tertentu yang bisa menjadi bersifat universal. Sekiranya bersifat partikular, misalnya: haram bagi oknum muslim membeli atau menjual tiket wisata ke Israel. Hukum ini pun berlaku siapapun yang muslim (al-Fiqhiyah fi Risalatihi al-‘Amaliyah).

Ketiga, fatwa ada lima macam fatwa: wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah.

2-Perlu dipelajari –di ruang lain jika ingin dibahas lebih luas- mengenai fatwa-fatwa  yang tak terkira jumlahnya dari ulama kini –salah satunya Syaikh Yusuf Qardhawi yang disebut sebagai seorang mujtahid. Mengapa mereka berfatwa, padahal telah ditetapkan bahwa pintu ijtihad telah tertutup sejak pasca masa para imam mazhab-mazhab fikih Islam? Apakah fatwa mereka itu bukan dalam pengertian fatwa tersebut (no: 1), dan bukan merupakan hasil ijtihad mereka? Apakah ulama umat Islam ini setelah para imam mereka itu -selamanya- tidak akan mempunyai potensi ijtihad seperti mereka dalam setiap masalah yang muncul di setiap zaman?

3-Terlihat sebagian fatwa -contohnya fatwa di atas- adalah menentukan sikap yang harus diambil oleh muslimin terhadap kaum yang memusuhi dan memerangi mereka. Adanya pandangan, fatwa dan seruan persatuan dan persaudaraan Islam serta perlawanan terhadap penguasa lalim dan penindas kaum lemah, semua ini terkait dengan aspek sosial dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam tak lepas dari aspek politik. Dengan kata singkat, bahwa politik adalah bagian dari ajaran Islam.

Hukum syar’i atau fikih tak hanya berkaitan dengan masalah-masalah ibadah dan mu’amalah yang tiada unsur politis di dalamnya. Tetapi lebih dari itu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Khamenei: “Fikih politik adalah bagian dari fikih, yang berhubungan dengan manajemen politik negeri, masalah-masalah sosial, kenegaraan, jihad, amar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya.” Satu contoh dari keterangan ini adalah fatwa Syaikh Qardhawi terkait masalah yang sedang dibahas.

 

Fatwa Imam Khamene`i 

Mengenai berkunjung atau berwisata ke Israel, yang difatwakan haram hukumnya bagi setiap muslim oleh Syaikh Qardhawi di atas, hal ini ditunjukkan secara tegas oleh Imam Khamenei dalam fatwa-fatwanya mengenai perkara-perkara terkait kunjungan dan wisata ke tanah muslimin Palestina yang dijajah oleh bangsa Yahudi ini.

Di dalam Ajwibah al-Istiftaat beliau tentang interaksi dengan selain muslimin, sebuah pertanyaan (soal 1350; yang kira-kira demikian terjemahannya): Bolehkah membuka perkantoran wisata ke Israel di negeri Islam? Bolehkah muslimin membeli tiket darinya?

Jawaban beliau: Tidak boleh. Karena hal itu membawa madharat bagi Islam dan muslimin. Tidak boleh seseorang melakukan hal seperti itu yang sama halnya merusak pemutusan hubungan muslimin dengan negara Isreal yang memusuhi dan memerangi (Islam dan muslimin).”

Dapat dirujuk fatwa-fatwa lainnya, baik dari Imam Khamenei maupun dari fuqaha lainnya seperti dari Ayatullah Uzhma Sayed Ali Sistani, tentang perkara-perkara yang dinilai menguntungkan Israel dan merugikan Islam dan muslimin. Fatwa mereka terkait demikian itu tidak boleh yang berarti haram secara syar’i.

 

Ustadz Ilyas

No comments

LEAVE A COMMENT