Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Imam Khomeini: Memelihara Ibadah dari Gangguan Setan

Di antara adab kalbu yang penting di dalam salat dan ibadah-ibadah lainnya adalah menjaganya dari gangguan dan campur tangan setan. Perkara ini sebetulnya termasuk adab-adab kalbu yang mendasar. Pelaksanaannya tidaklah gampang dan mengandung banyak kepelikan. Ayat Alquran yang mensifati orang-orang mukmin sebagai golongan yang senantiasa memelihara salatnya barangkali mengacu pada keseluruhan tingkat pemeliharaan ibadah, tetapi yang terpenting darinya adalah memeliharanya dari gangguan dan campur tangan setan.

Para ahli makrifat dan pemilik kalbu (yang suci) menjelaskan bahwa kalbu dan roh memerlukan gizi dan santapan sebagaimana halnya tubuh manusia memerlukan gizi dan santapan jasmani yang sesuai dengan kondisinya agar pertumbuhannya bisa berjalan normal. Roh dan kalbu manusia juga memerlukan gizi yang sesuai dengan keadaannya agar ia dapat tumbuh secara maknawi (moril) dan meningkat secara batin. Santapan dan gizi yang sesuai untuk roh adalah ajaran-ajaran Ilahi; mulai dari ajaran tentang sumber segenap wujud sampai pada tujuan akhir tatanan alam semesta. Hal ini mirip dengan yang diucapkan oleh para tokoh filsafat berkenaan dengan definisi filsafat sebagai (sarana) menjadikan manusia sebagai makhluk berpengetahuan intelektual untuk menandingi bentuk dan kesempurnaan alam objektif. Kalimat ini mengisyaratkan pentingnya pemberian gizi ajaran-ajaran Ilahi untuk roh, sedangkan kalbu menyerap gizinya dari amalan-amalan fadilah dan ritual untuk Allah Swt.

Baca: Menghadirkan Allah Swt dalam Salat

Ketahuilah bahwa bilamana semua gizi itu bebas dari campur tangan setan dan diperhidangkan oleh tangan wilayah Rasulullah Saw dan Wali Allah yang agung (Ali bin Abi Thalib) salam sejahtera Allah atas mereka berdua maka roh dan kalbu ini akan menyantap gizi yang tepat dan memperoleh kesempurnaan yang selaras dengan kemanusiaannya. Pada gilirannya, roh dan kalbu itu akan dengan mudah melesat dalam mikraj menuju Allah Swt.

Seorang pesuluk tidak akan selamat dari campur tangan setan (yang merupakan prasyarat bagi keikhlasan dalam makna hakikinya) kecuali suluknya benar-benar ditujukan untuk mencari Allah Swt. Hendaknya ia menginjak-injak rasa cinta dan penyembahan pada diri sendiri yang merupakan sumber segala kerusakan dan penyakit batin dengan kedua kakinya. Keadaan itu tidak akan mudah diperoleh secara utuh, kecuali bagi Manusia Sempurna (Nabi Muhammad Saw) dan dengan bantuan beliau para wali Allah yang ikhlas dapat memperolehnya. Manusia biasa tidak akan mudah untuk membebaskan diri dari campur tangan dan gangguan setan seperti itu.

Kendatipun begitu, seorang pesuluk hendaknya tidak berputus asa pada topangan batin dari Allah, lantaran putus asa pada rahmat Allah adalah penyebab munculnya sikap acuh tak acuh dan kemalasan yang merupakan salah satu dosa terbesar. Keikhlasan yang bisa dicapai oleh kalangan manusia biasa saja sesungguhnya merupakan dambaan hati ahli makrifat.

Oleh sebab itu, para pesuluk mestilah bersungguh-sungguh membebaskan seluruh pengetahuan dan ibadahnya dari intervensi setan dan nafsunya yang keji, betapa pun mahal harga yang harus dia bayar. Dia harus mencermati setiap gerakan batin dan santapan rohaninya. Jangan sekali-kali dia lengah dari tipuan diri, setan, perangkap-perangkap nafsu amarah dan iblis. Patutlah baginya untuk berburuk sangka yang sebenar-benarnya pada gerak-gerik dan tingkah-laku dirinya. Sekali-kali jangan membiarkan dirinya terbuai oleh setan, betapa pun kecilnya. mengingat sedikit saja ia toleran terhadapnya, maka ia akan dikalahkannya dan digiringnya kepada kehancuran dan kebinasaan.

Waspadalah, bila santapan-santapan rohani tidak bersih dari intervensi setan dan terdapat tangan-tangan setan yang ikut meramunya, maka ia bukan hanya tidak akan menyehatkan roh dan kalbunya dan tidak dapat mengantarkannya kepada kesempurnaan yang sesuai baginya, bahkan pula semua santapan itu akan menumbuhkan cacat yang berbahaya baginya. Mungkin saja kemudian ia akan terlempar jatuh ke tingkatan setan, binatang-binatang buas dan hewan yang melata. Alih-alih menjadi modal bagi kesempurnaan manusiawi dan perantara menuju tingkat-tingkat yang tinggi, semua itu malah bisa menghasilkan dampak yang terbalik dan menjatuhkan manusia ke dalam lembah kemalangan yang gelap gulita.

Begitulah keadaan yang kita saksikan pada sebagian ahli makrifat yang melulu berkutat pada terminologi dan wacana. Mereka menyelami terminologi dan wacana makrifat yang justru pada gilirannya menggiring mereka kepada kesesatan. Kalbu mereka jadi terpuruk dan batin mereka tergelapkan. Keterlibatan mereka dalam wacana-wacana makrifat ini malah memperkuat keakuan dan egoisme mereka belaka. Akhirnya, lahirlah dari mereka pengakuan-pengakuan yang tidak layak atau celotehan-celotehan yang tidak pantas.

Demikian juga kita saksikan sebagian orang yang riyadhah dan kesibukan mereka untuk menyucikan jiwa malah memperkeruh kalbu dan mempergelap batin mereka. Semua ini karena mereka tidak memelihara dengan cermat suluk maknawi Ilahi mereka serta tidak berhati-hati dalam melakukan hijrah mereka menuju Allah Swt. Dan biasanya hal ini dimulai dari suluk dan latihan keilmuan mereka (di maqam pertama) yang terintervensi oleh setan dan nafsu sehingga pada hakikatnya mereka cuma menuju kepada setan dan nafsu.

Kita juga menyaksikan adanya sebagian pelajar ilmu-ilmu tradisional keagamaan yang ilmu mereka justru memberikan pengaruh buruk dan menambah kebejatan akhlak mereka. Ilmu yang semestinya membawa mereka kepada kejayaan dan keselamatan malah membawa mereka kepada kehancuran, kebodohan, riya dan pamer kehebatan. Demikian juga halnya dengan sejumlah ahli ibadah dan amal yang secara rutin membiasakan diri untuk menerapkan adab dan menjalankan sunah. Ada juga sekelompok orang yang alih-alih ibadah mereka menjadi modal perbaikan keadaan dan penyucian jiwa malah menyebabkan pengeruhan dan penghitaman kalbu, sehingga timbul sifat ujub (terkagum pada diri sendiri), takabur, congkak dan prasangka buruk pada hamba-hamba Allah di dalam hati mereka. Semua ini bermula dari sikap tidak mendisiplinkan diri dalam memelihara ramuan-ramuan Ilahi (yakni, ibadah-ibadah ritual) sebagaimana yang telah kita sebutkan di atas.

Jelas bahwa santapan yang dihidangkan oleh Ifrit yang keji dan dengan campur tangan nafsu yang melampaui batas hanya akan menumbuhkan akhlak setan itu sendiri. Apabila kalbunya senantiasa menerima santapan setan sehingga terwujud suatu bentuk batin dari semua santapan itu dalam jiwanya, maka dalam waktu singkat ia akan menjadi anak didik dan asuhan setan. Jika dia pejamkan mata fisiknya dan melihat dengan mata rohaninya, maka dia akan menemukan dirinya sebagai bagian dari golongan setan yang terkutuk itu. Pada saat itu tiada lain yang didapatnya kecuali kerugian yang besar, dan penyesalan demi penyesalan. Tapi sayangnya semuanya sudah terlambat.

Baca: Salat, Tiang Agama yang Tidak Dapat Digantikan

Setiap pesuluk jalan akhirat dan pengembara jalan menuju Allah hendaklah melakukan hal-hal berikut:

1) Secara disiplin, rutin dan cermat layaknya seorang dokter yang baik dan teman yang peduli memeriksa semua aib dan cacat dalam suluk dengan penuh teliti.

2) Pada saat-saat pemeriksaan dan pengecekan itu, pesuluk tidak boleh lupa untuk senantiasa memohon lindungan, merunduk-runduk dan memelas Allah Yang Maha Suci, terutama pada saat ia menyendiri.

“Ya Allah, sungguh Engkau mengetahui kelemahan dan kefakiran kami, Engkau mengetahui bahwa kami tidak dapat lari dari musuh yang kuat dan perkasa ini, musuh yang bahkan ingin memperdaya para nabi yang agung dan para wali yang sempurna dan berkedudukan tinggi. Sekiranya pancaran rahmat dan bantuan-Mu tidak meliputi kami, maka pasti musuh yang kuat ini akan menghancurkan dan membinasakan kami sehingga kami akan terombang-ambing dalam kegelapan dan kemalangan.

Kumohon pada-Mu ya Ilahi agar Kau tuntun tangan-tangan kami yang kebingungan ini. Yang tengah berada dalam lembah kesesatan ini. Yang hilang di tengah sahara kedurjanaan ini. Ilahi, sucikan kalbu kami dari segala macam sifat tipu muslihat, bangga pada diri, dengki, syirik dan keragu-raguan. Sungguh, Engkaulah Pelindung dan Penuntun kami.”

*Dikutip dari buku Hakikat dan Rahasia Salat – Imam Ruhullah Khomeini

No comments

LEAVE A COMMENT