Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Imam Mahdi dalam Referensi Ahlussunnah

Riwayat-riwayat tentang Imam Mahdi terdapat di dalam banyak kitab referensi Ahlussunnah, yang merupakan karya-karya ulama abad II hingga X hijriyah. Di antaranya seperti Abdurrazzaq bin Hammam bin Nafi Hamidi penulis al-Mushannaf, yang dikenal dengan panggilan Abu Bakar Shan’ani (wafat 211 H), hingga Muttaqi bin Hisamuddin Hindi penulis Kanzul Ummal (wafat 975 H).

Kita juga memiliki kitab-kitab yang ditulis terkait Imam Mahdi secara khusus oleh mereka. Abbad bin Yaqub Rawajni (wafat 250 H) adalah orang pertama yang menulis secara terpisah dan khusus, dengan judul Akhbar al-Mahdi. Kemudian disusul oleh lainnya seperti Abu Bakar bin Abi Khutsaimah (wafat 279), penulis kitab Ahadits al-Mahdi wa Akhbar al-Mahdi. Lalu Abul Husain Ahmad bin Jafar bin al-Munadi (wafat 336 H) penulis kitab al-Malahim yang dinukil darinya oleh Ibnu Hajar Haistami, Muqaddas Syafii dan Muttaqi Hindi.

Setelah mereka, Abu Naim Ahmad bin Abdullah Isfahani (wafat 430) yang menulis tiga kitab yang terpisah; al-Arbaun fi al-Mahdi, Nat al-Mahdi dan Manaqib al-Mahdi, memuat hadis-hadis tentang Imam Mahdi. Konon, kitab-kitab ini dalam status dicari alias tak ditemukan, kecuali al-Arbaun fi al-Mahdi yang tampaknya dipunyai Suyuthi yang membawakan hadis-hadis darinya ke dalam kitabnya, al-Hawi lil Fatawa. (Baca: Isa Al-Masih akan Turun dan Shalat di Belakang Imam Mahdi AF)

Muhammad bin Yusuf Kanji Syafii (wafat 657) mengumpulkan hadis-hadis tentang Imam Mahdi, disusunnya dalam kitab berjudul Uyun al-Bayan fi Akhbar Shahib az-Zaman. Ulama setelahnya hingga Syaihabuddin Ahmad bin Ismail Halwani Syafi’i (wafat 1305) dan lainnya pada abad belakangan, seperti Ahmad bin Muhammad bin Shadiq (wafat 1380 H) penulis Ibraz al-Wahm al-Maknun min Kalam Ibn Khaldun. Di dalamnya ia mengkaji dan menjawab apa yang disangsikan oleh Ibnu Khaldun tentang Imam Mahdi.

Kemutawatiran Hadis tentang Imam Mahdi

Para ahli hadis seperti Turmudzi, Hakim Naisyaburi, Baghawi dan banyak lainnya meyakini kesahihan hadis-hadis tentang Imam Mahdi, dan karena itu menjadi hujjah. Sebagai contoh, Turmudzi dalam Sunannya di satu bab khusus tentang al-Mahdi, setelah membawakan tiga hadis terkait mengatakan: Adalah hadis hasan sahih. Hakim Naisyaburi dalam Mustadrak ala ash-Shahihain juga mengatakan: Adalah hadis yang sahih sanadnya, tapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak membawakannya. Selain kesahihan hadis, kemutawatirannya juga diakui oleh para ahli hadis dan ulama Ahlussunnah.

Abul Hasan Muhammad bin Huseian Abri Sajastani (wafat 363) dalam kitabnya Manaqib asy-Syafi’i mengenai seorang perawi hadis palsu (jali); tiada mahdi kecuali Isa bin Maryam, ia mengatakan bahwa hadis-hadis tentang Imam Mahdi adalah mutawatir dan qathiyush shudur (pasti benar). Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Qurthubi (wafat 671 H) dalam kitabnya, setelah menukil hadis (palsu) tersebut dan menolaknya, mengatakan: Ada hadis-hadis mutawatir dari Rasulullah saw, yang menunjukkan kemunculan Imam Mahdi dari anak keturunan Fatimah as.”

Banyak selain mereka yang juga mengatakan hal yang sama seperti Ibnu Qayim Jauziyah Hanbali, murid Ibnu Taimiyah, dalam kitabnya Manar al-Munif, Ibnu Hajar Asqalani dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib, hingga Abul Faidh Ahmad bin Muhammad Ghamari Husaini Syafii (wafat 1380 H) dalam kitab Ibraz al-Wahm yang mengatakan: Riwayat-riwayat tentang Imam Mahdi adalah mutawatir, walaupun masalah ini samar bagi sebagian orang.

Penegasan: Al-Mahdi Putra Imam Hasan Askari

Putra Imam Hasan al-Askari diyakini oleh Syiah Imamiyah telah lahir pada 255 hijriyah dan dalam kegaiban. Kendati yang populer di kalangan Ahlussunnah Imam Mahdi belum lahir, dan akan lahir serta muncul di akhir zaman, tetapi sebagian ulama seperti Ibnu Khalqan dalam kitabnya Wafayat al-Ayan, bab Dzikru Muhammad ibn al-Hasan al-Mahdi, mengatakan: Kelahirannya pada hari jumat nisfu Syaban 255 hijriah.

Kamaluddin Muhammad bin Thalhah Syafii (wafat 653 H) dalam kitab Mathalib as-Su`al fi Manaqib Al ar-Rasul, mengungkapkan: Mahdi adalah dari anak keturunan al-Batul (Fatimah) sang belahan jiwa Rasulullah saw. Lahir di Samara. Ayahnya ialah al-Hasan al-Khalish, dan ibunya dikenal dengan nama Shaqil atau Hakimah.

Ibn Shabbag Maliki Mishri (wafat 855 H) mengatakan: Abul Qasim Muhammad al-Hujjah bin al-Hasan al-Khalish lahir di Samara pada malam nisfu Syaban 255 hijriah. (Baca: Asyura, Tak Kenal Maka Tak Sayang)

Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar Haistami (973 H) dalam kitab ash-Shawaiq al-Muhriqah, hal 124, mengatakan: Hasan Askari tidak mempunyai anak kecuali seorang putra, yaitu Abul Qasim Muhammad al-Hujjah. Usia dia ketika ayahnya wafat, lima tahun. Tetapi Allah swt memberikan hikmah kepadanya dan ia disebut dengan al-Qaim al-Muntazhar (Imam yang bangkit dan dinanti-nantikan).

Abdulwahhab Syarani dalam al-Yawaqit wa al-Jawahir, juz 2, hal 143, setelah menyebutkan kapan lahir dan siapa ayahnya, mengungkapkan: Ia hidup kini, sampai Isa as berbaiat kepadanya… Abdurahman bin Muhammad Syirazi Syafii (1172 H) dalam al-Isthaf bi Hubbi al-Asyraf, hal 68, juga mengungkapkan: Ayahnya menyembunyikan kelahiran putranya karena khawatir atas penguasa lalim masa itu.[*]

Baca: “Cinta dalam Penantian

 

No comments

LEAVE A COMMENT