Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kelahiran Imam Mahdi dalam Catatan (Bag. 2)


Imam Mahdi a.f. yang diyakini telah lahir oleh sebagian kalangan, dicatat dalam berbagai literatur sejarah, biografi dan akidah. Setidaknya ada sepuluh buku yang pernah disampaikan pada tulisan sebelumnya.

Untuk mengambil berkah hari kelahirannya pada 15 Syakban kali ini, maka berikut ini adalah sejumlah referensi yang mengakui keberadaan sosok gaib imam tersisa di muka bumi ini. Tentu saja referensi ini berasal dari para ahli dan ulama Muslimin dari jalur Ahlusunnah wal Jamaah.

Sekadar pengantar, tulisan ini dibuka dengan pernyataan dari Ibnu Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H) dalam kitab yang biasa dikaji di Tanah Air, Fath al-Bārī bisyarh Shahīh al-Bukhārī. Mengenai riwayat Nabi Isa a.s. di akhir zaman akan salat di belakang “seseorang” dari umat ini saat menjelang hari Kiamat, Ibnu Hajar berkomentar: “… sebagai petunjuk atas sahihnya pernyataan-pernyataan bahwa bumi tidaklah kosong dari seorang yang bangkit sebagai Hujah bagi Allah.”[1]

Hujah yang dimaksud pada masa Ibnu Hajar hingga kini hanyalah satu, yaitu Imam Mahdi a.f yang dilahirkan pada 15 Syakban 255 H silam.

Marilah kita simak beberapa kitab yang mencatatnya:

  1. Yahya bin Salamah bin al-Husain bin Muhammad, Abul Fadl as-Syafi‘i al-Haskafi (459 H/1067 M – 551 H/1156 M), seorang ahli dalam pelbagai bidang; fikih, sastra, prosa dan puisi kelahiran pulau Ibnu Umar, yang terletak di sebelah tenggara Turki saat ini dan dibesarkan di Hasankeyf. Ibnu Katsir, penulis ensiklopedia al-Bidāyah wa an-Nihāyah, mencatat salah satu syair Yahya bin Salamah tentang pujian terhadap Ahlulbait dan 12 imam sebagai berikut:[2]

    أقر إعلانا به أم أجحد

    Aku umumkan pengakuanku ataukah aku mengingkarinya

    وسيلتي عن حب أهل بيت هل

    Mencintai Ahlulbait itu wasilahku, apakah

    حبهم وهو الهدى و الرشد

    Kecintaan terhadap mereka. Itulah petunjuk dan bimbingan

    هيهات ممزوج بلحمي و دمي

    Tidak! Telah bercampur dengan daging dan darahku

    ثم علي وابنه محمد

    Lalu Ali dan putranya Muhammad

    حيدرة و الحسنان  بعده

    Haidar (Ali), al-Hasan dan al-Husain setelahnya

    موسى و يتلوه علي السيد

    Musa dan setelahnya Ali as-Sayid

    و جعفر الصادق وابن جعفر

    Ja‘far as-Sadiq dan putra Ja‘far

    ثم علي وابنه المسدد

    Kemudian Ali dan putranya Muhammad

    أعني الرضا ثم ابنه محمد

    Maksudku ar-Ridha lalu putranya Muhammad

    محمد بن الحسن المفتقد

    Muhammad bin al-Hasan yang gaib

    و الحسن التالي و يتلو تلوه

    Al-Hasan berikutnya dan setelahnya

    و إن لحاني معشر و فندوا

    Sekali pun masyarakat mencaciku dan mereka menampik

    فإنهم أئمتي و سادتي

    Merekalah para imam dan tuanku

  2. Ibnu ‘Inabah, Sayid Ahmad bin Ali al-Hasani (748 – 828 H), seorang ahli nasab utama yang terkenal, dalam kitabnya, ‘Umdah at-Thālib fī Ansāb Āl Abī Thālib, menyebutkan tentang keturunan Imam Ali ar-Ridha, “Adapun Ali al-Hadi bergelar al-‘Askari karena tinggal di Samarra yang disebut Askar, ibunya seorang budak. Dia berasal dari keturunan mulia dan memiliki keturunan agung. Al-Mutawakil mengasingkannya ke Samarra. Dia tinggal di sana hingga wafatnya. Dia berputra dua: Imam Abu Muhammad al-Hasan al-‘Askari. Dia seorang yang tidak tertarik dengan dunia, berpengetahuan luas. Dialah ayah Imam Muhammad al-Mahdi, imam ke-12 bagi Imamiyah. Dialah al-Qaim yang dinantikan oleh mereka dari seorang ibu bernama Narjis…”[3]
  3. Sayid Muhammad bin al-Husain bin Abdullah al-Husaini as-Samarqandi al-Madani (w. 996 H), seorang ahli nasab ternama dalam kitabnya, Tuhfah at-Thālib bima‘rifah man Yantasibu ilā ‘Abdillāh wa Abī Thālib, menyebutkan tentang Abu Muhammad al-Hasan al-Khalish, “Adapun putranya bernama Muhammad al-Mahdi bin al-Hasan al-‘Askari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja‘far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-‘Abidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib semoga Allah meridai dan mencurahkan rahmat atas mereka semua. Dialah imam ke-12. Dia dilahirkan pada hari Jum’at, 15 Sya’ban, 255 H.[4]
  4. Syekh Abdullah bin Muhammad bin ‘Amir as-Syabrawi al-Qahiri as-Syaf‘i (1091 – 1171 H), seorang ulama Al-Azhar, melalui kitabnya, al-Ithāf bihubb al-Asyrāf, membagi sub-bab semua imam hingga Imam ke-12, Abul Qasim Muhammad al-Hujjah al-Imam. “Dikatakan, dialah al-Mahdi al-Muntazhar, yaitu imam ke-12 dari keluarga yang disucikan. Imam Muhammad al-Hujjah putra Imam al-Hasan al-Khalish, semoga Allah meridainya, dilahirkan di Samarra pada malam 15 Syakban 255 H, lima tahun sebelum ayahnya wafat. Ayahnya telah merahasiakannya saat dia dilahirkan dan menyembunyikan perkaranya karena waktu yang sulit dan takut pada khalifah. Mereka pada masa itu memusuhi keturunan Bani Hasyim dan memenjarakan mereka atau membunuhnya. Mereka menghendaki pembunuhan atas mereka.[5]
  5. Sayid ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar al-Masyhur Ba‘alawi (1250 – 1320 H), seorang mufti Syafi‘i dari Hadramaut, penulis kitab Bughyah al-Mustarsyidīn fī Talkhīsh Fatāwā ba‘dh al-Aimmah min al-‘Ulamā’ al-Muta’akkhirīn. Dalam salah satu bagian kitabnya tentang Keutamaan Ahlul Bait Nabi beliau berkata, “as-Suyuthi menukil dari gurunya, al-‘Iraqi, bahwa al-Mahdi dilahirkan pada tahun 255 H. Hal ini disepakati pula oleh Syekh Ali al-Khawash, sehingga usianya pada saat ini tahun 958 H, berusia 703 tahun. Sementara Ahmad ar-Ramli menyebutkan bahwa al-Mahdi itu ada. Demikian pula as-Sya‘rani melalui tulisan Habib ‘Alawi bin Ahmad al-Haddad. Dengan demikian pada tahun 1301 H, dia berusia 1046 tahun.”[6]
  6. Sayid Yusuf bin Abdullah bin ‘Aqil Jamalullail (1356/1938 – masih hidup), seorang ahli nasab dari Madinah, dalam kitabnya yang terkenal, as-Syajarah az-Zakiyyah fī al-Ansāb wa Siyar Āl Bayt an-Nubuwwah, menyebutkan sejumlah keturunan Musa al-Kazhim bin Ja‘far as-Shadiq dalam beberapa halaman. “Adapun Ali al-Hadi bergelar al-‘Askari berputra dua; al-Hasan al-‘Askari, ayah Muhammad al-Mahdi, imam ke-12 bagi Imamiyah, yaitu al-Qaim yang dinantikan oleh mereka…”[7]
  7. Syarif Anis bin Ya’qub bin Muhammad Ibrahim al-Kutubi al-Hasani (1393 H – masih hidup), seorang ahli nasab muda dari Madinah yang menulis sejumlah buku di bidang sejarah dan nasab. Dalam salah satu bukunya berjudul al-Ushūl fī Dzurriyah al-Bidh‘ah al-Batūl, Anis mencatat biografi para imam hingga Muhammad al-Mahdi. “Dialah Muhammad al-Mahdi bin al-Hasan al-‘Askari bin ‘Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad… Saat ayahnya wafat, dia berusia 5 tahun… Imam Mahdi gaib saat usia belia. Hal ini diterima kalangan Sunnah dan Syiah, gaibnya, gaib kabarnya, dan ketidakmunculannya. Al-Mahdi dilahirkan di Samarra pada malam 15 Syakban 255 H. Dia putra satu-satunya, al-Hasan tidak memiliki putra selainnya… Di antara para sejarawan, ada yang menegasikan putra ayahnya az-Zakiy al-‘Askari. Hal ini secara mutlak tidak dapat dijadikan sandaran. Al-Hasan al-‘Askari bin ‘Ali al-Hadi memiliki putra Muhammad al-Mahdi diakui semua kalangan.”[8]

Dari sejumlah catatan khazanah Islam di atas, kiranya kita dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Imam Mahdi a.f sebagai salah satu imam pamungkas Islam diakui dua belah pihak (Sunnah dan Syiah) selama berabad-abad.
  2. Sebagian ulama salaf berlaku jujur, moderat dan objektif dalam menulis.
  3. Kecintaan terhadap Ahlulbait Nabi Saw berlaku umum dan tidak terbatas pada Syiah, tetapi telah menjadi suatu kewajiban bagi setiap Muslim.

Catatan kaki:

  1. Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari bisyarh Shahih Al-Bukhari, j. 8, h. 92-93, Dar Taibah, Riyadh, Saudi Arabia.
  2. Ibnu Katsir, Ismail bin Umar al-Qurasyi ad-Dimasyqi, al-Bidāyah wa an-Nihāyah, j. 16, h. 387-388, Hijr, Jizah, Mesir, cet. 1, 1998.
  3. Ibnu ‘Inabah, Sayid Ahmad bin Ali al-Hasani, ‘Umdah at-Thālib fī Ansāb Āl Abī Thālib, h. 163-164, Dar Maktabah al-Hayah, Beirut, Lebanon, 1390.
  4. Sayid Muhammad bin al-Husain bin Abdullah al-Husaini as-Samarqandi al-Madani, Tuhfah at-Thālib bima‘rifah man Yantasibu ilā ‘Abdillāh wa Abī Thālib, h. 54-55, Dar al-Mujtaba, Madinah, Saudi Arabia, 1998.
  5. Syekh Abdullah bin Muhammad bin ‘Amir as-Syabrawi al-Qahiri as-Syaf‘I, al-Ithāf bihubb al-Asyrāf, h. 181-182, Dar al-Minhaj, Jeddah, Saudi Arabia, 2009.
  6. Sayid ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar al-Masyhur Ba‘alawi, Bughyah al-Mustarsyidīn fī Talkhīsh Fatāwā ba‘dh al-Aimmah min al-‘Ulamā’ al-Muta’akkhirīn, h. 484, Dar El-Fikr, Beirut, Lebanon, 1994.
  7. Sayid Yusuf bin Abdullah Jamalullail, as-Syajarah az-Zakiyah fī al-Ansāb wa Siyar Āl Bayt an-Nubuwwah, h. 513, Maktabah at-Taubah, Riyadh, Saudi Arabia, 2002.
  8. Syarif Anis bin Ya’qub bin Muhammad Ibrahim al-Kutubi al-Hasani, al-Ushūl fī Dzurriyah al-Bidh‘ah al-Batūl, h. 98-99, Dar al-Mujtaba, Madinah, Saudi Arabia, 1999.

Artikel sebelumnya: Kelahiran Imam Mahdi dalam Catatan

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT