Riwayat kedua, dengan riwayat yang sahih dari Hamzah bin Jamran bahwa Imam Mohammad al-Baqir as berkata;
الجنّة محفوفة بالمكاره والصبر، فمن صبر على المكاره في الدنيا دخل الجنّة. وجهنّم محفوفة باللذات والشهوات، فمن أعطى نفسه لذّتها وشهوتها دخل النار.
“Surga terselubung oleh hal-hal yang tak disukai dan kesabaran, maka barangsiapa bersabar atas hal-hal yang tak disukai di dunia dia akan masuk surga. Sedangkan neraka Jahannam terselubung oleh kenikmatan dan syahwat, maka barangsiapa memberi nafsunya kenikmatan dan syahwat dia akan masuk neraka.”[1]
Tafsiran untuk riwayat ini jelas bahwa keterselubungan surga dengan hal-hal yang tak disukai dan keterselimutan neraka dengan syahwat adalah karena berlakunya ujian bagi insan yang beriman, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
الم * أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ.
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? . Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”[2]
Seandainya yang terjadi adalah sebaliknya, yakni surga terselubung dengan kenikmatan dan syahwat sedangkan neraka terselimuti oleh hal-hal yang tak disukai maka semua orang praktis akan beriman.
Riwayat ketiga, dari Abu Sayyar bahwa Imam Jakfar al-Shadiq as berkata;
إذا دخل المؤمن قبره كانت الصلاة عن يمينه، والزكاة عن يساره، والبرّ مظلّ عليه ويتنحّى الصبر ناحية، فإذا دخل عليه الملكان اللذان يليان مساءلته قال الصبر للصلاة والزكاة والبرّ : دونكم صاحبكم، فإن عجزتم عنه فأنا دونه.
“Ketika seorang mukmin memasuki kuburnya maka shalat ada di sebelah kanannya, zakat ada di sebelah kirinya, kebajikan menaunginya, sedangkan kesabaran berada di suatu sudut. Ketika dua malaikat datang untuk bertanya kepadanya, kesabaran berkata kepada shalat, zakat, dan kebajikan, ‘Tolonglah tuanmu, jika kalian tidak mampu maka akulah yang akan menolongnya.’”[3]
Hadis ini bisa jadi mengukuhkan teori aktualisasi atau penjelmaan amalan (tajassum al-a’mal), atau semacam tamsil dan perumpamaan agar lebih mudah dimengerti dalam penggambaran pengaruh spiritualitas dan amal perbuatan, jika kita tidak menerima teori tajassum al-a’mal.
Riwayat keempat, diriwayat dari Imam Ali bin Abi Thalib as bahwa Rasulullah saw bersabda;
الصبر ثلاثة : صبر عند المصيبة، وصبر على الطاعة، وصبر عن المعصية. فمن صبر على المصيبة حتّى يردّها بحسن عزائها كتب الله له ثلاث مئة درجة ما بين الدرجة إلى الدرجة كما بين السماء إلى الأرض. ومن صبر على الطاعة كتب الله له ستّ مئة درجة ما بين الدرجة إلى الدرجة كما بين تخوم الأرض إلى العرش. ومن صبر عن المعصية كتب الله له تسع مئة درجة ما بين الدرجة إلى الدرجة كما بين تخوم الأرض إلى منتهى العرش.
“Sabar ada tiga, sabar atas musibah, sabar dalam kepatuhan, sabar menjauhi maksiat. Barangsiapa bersabar atas musibah sampai melaluinya dengan dukacita yang baik maka Allah akan mencatatkan untuknya tiga ratus derajat yang jarak antara satu derajat dan derajat lainnya seperti jarak antara langit dan bumi. Barangsiapa bersabar dalam kepatuhan maka Allah mencatatkan untuknya enam ratus derajat yang jarak antara satu derajat dan derajat lainnya seperti dari tepian bumi hingga arasy. Dan barangsiapa bersabar menjauhi maksiat maka Allah mencatatkan untuknya sembilan ratus derajat yang jarak antara satu derajat dan derajat lainnya seperti dari tepian bumi hingga ujung arasy.”[4]
Riwayat ini membagi kesabaran menjadi tiga kategori; kesabaran atas musibah, kesabaran dalam kepatuhan, dan kesabaran menghindari maksiat. Namun, ayat al-Quran mengenai kesabaran yang beberapa di antaranya telah dikutip di bagian awal artikel ini berkenaan dengan kesabaran atas musibah, kecuali ayat;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”[5]
Dan terdapat riwayat yang menyebutkan “puasa” dalam menafsirkan kesabaran yang dimaksud dalam firman Allah SWT;
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ.
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”[6]
Namun “puasa” di sini tampaknya sekedar dimaksudkan sebagai satu contoh kesabaran karena relevan dengan kebersandingan puasa dengan shalat, sehingga bukan satu-satunya arti kesabaran dalam ayat ini. Karena itu ada pula riwayat yang menafsirkan kesabaran di sini dengan kesabaran dalam meninggalkan perbuatan haram. [7]
(Bersambung)
[1] Ushul Kafi, jilid 2, hal. 89 – 90, Kitab al-Iman wa al-Kufr, Bib al-Shabr, Hadis 7.
[2] QS. Al-Ankabut [29]: 1 – 3.
[3] Ushul Kafi, jilid 2, hal. 90, Kitab al-Iman wa al-Kufr, Bib al-Shabr, Hadis 8.
[4] Ibid, hal. 91, hadis 15.
[5] QS. Al-Baqarah [2]: 153.
[6] QS. Al-Baqarah [2]: 45. Lihat Tafsir al-Burhan, jilid 1, hal. 94.
[7] Ibid.