Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kesesuaian Alquran dengan Kondisi Jiwa dan Obat Penawar Segala Macam Penyakit

Salah satu manfaat bagi para pembaca Alquran adalah ia akan memperoleh hasil yang tidak terhitung jumlahnya. Sesungguhnya pada ayat-ayat mulia mana pun yang direnungkannya kemudian ada kesesuaian dengan dirinya, maka akan memberikan manfaat baginya. Dan secara tidak langsung telah menghilangkan kekurangan dirinya serta mengobati penyakit yang ada padanya.

Menungkan seperti yang ada dalam cerita Nabi Adam a.s. untuk mengetahui penyebab iblis terusir dari tempat kesucian. Padahal, dia telah bersujud kepada Allah Swt dan beribadah begitu lama untuk menyombongkan diri atas kedudukannya, dan ia enggan untuk melaksanakan perintah-Nya untuk bersujud kepada Adam. Dari ayat yang mulia ini dapat disimpulkan bahwa prinsipnya keengganan iblis untuk bersujud adalah sifat ujub atau sombong. Dia mengatakan dengan segala kecongkakan, Iblis berkata: “Aku lebih baik daripadanya karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shad: 76).

Sifat sombong merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya sifat ananiah, yaitu hanya memikirkan diri sendiri (egoistis). Kita sering melaknat iblis semenjak dahulu, tetapi kita juga sering menyandangkan pada diri kita sifat-sifat buruknya. Kita tidak menyadari atau memikirkan penyebab terusirnya iblis dari kedudukan yang suci. Hal seperti ini dapat menimpa siapa saja, termasuk kita, bukan iblis saja. Sesungguhnya apa pun yang menjauhkan dari kedekatan kita kepada Allah Swt, tidak mungkin kita bertaqarub dengannya, kita khawatir menjadi sekutu iblis yang sering kita laknat.

Di samping itu, kita juga diharapkan dapat merenungkan cerita yang mulia ini dan penyebab kemuliaan Nabi Adam a.s. atas semua malaikat Allah Swt. Tujuannya agar kita dapat mengambil kesimpulan sesuai kemampuan kita. Kita juga akan melihat tujuan Allah Swt mengajarkan nama-nama kepada Nabi Adam a.s. sebagaimana dalam firman-Nya, Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. (QS. al-Baqarah: 31)

Baca: Hubungan Alquran dan Ahlulbait Nabi Saw

Martabat mulia dari pemberitahuan nama-nama benda adalah mengaktualisasikan kedudukan asma Allah Swt. Begitu juga martabat mulia bagi penjaganya adalah dengan mengaktualisasikan sebenar-sebenarnya sehingga dengannya manusia akan memperoleh surga, sebagaimana dalam riwayat berikut: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, siapa yang menjaganya  akan masuk surga.”

Dengan berbagai macam latihan ritual hati, manusia mampu menjadi cerminan asma Allah atau tanda kebesaran Ilahi dan eksistensinya. Sebagai duta eksistensi Tuhan dan dia hidup dalam naungan keindahan dan keagungan Ilahi. Dalam hadis disebutkan pengertian sebagai berikut: “Sesungguhnya komunikasi hubungan roh seorang mukmin dengan Allah ‘azza wa jalla itu lebih dekat dibanding cahaya matahari dengan mataharinya.”

Disebutkan dalam hadis qudsi bahwa “Sesungguhnya selama seorang hamba mendekat kepada-Ku dengan ritual-ritual sampai Aku mencintainya, apabila sudah demikian, maka Aku-lah sebagai telinganya apa yang dia dengar, sebagai kedua matanya apa yang dia lihat, sebagai lisannya apa yang dia bicarakan, dan sebagai tangannya apa yang dia pegang.”

Ini seperti yang dicontohkan para Imam Ahlulbait a.s. dalam kedekatan hubungannya dengan Allah. Disebutkan dalam sebuah hadis: “Sesungguhnya Ali adalah laksana pengetahuan Allah dan kekuasaan Allah.”

Dalam hadis lainnya: “Kami (Ahlulbait as) adalah asma-Nya yang agung (asmaul husna).”

Untuk hal seperti ini cukup banyak argumen baik secara akal maupun naql (Alquran dan hadis).

Sebagai kesimpulan, barang siapa ingin mendapatkan peruntungan dan keberkahan dari Alquran, wajib baginya menyesuaikan semua ayat yang mulia dengan dirinya untuk memperoleh kesempurnaan. Hal itu merupakan sifat  seorang mukmin sebagaimana yang dibicarakan dalam ayat yang mulia berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”  (QS. al-Anfal: 2)

Apakah ketika mendengar nama Allah Swt disebut hatinya gemetar? Apakah semakin bertambah iman dan tawakalnya kepada Allah ‘azza wa jalla? Ataukah sebaliknya, yakni, semua itu tidak memberikan kesan sama sekali sehingga terhalang baginya untuk memperoleh keistimewaan?

Apabila ingin mengetahui seseorang apakah dia takut pada Allah dan hatinya selalu berdebar karena takut pada-Nya, perhatikan tingkah laku dan amal perbuatannya. Seseorang yang takut tidak akan sekali-kali menyombongkan diri atas kedudukannya sebagai insan yang mulia. Ia juga tidak akan sekali-kali melanggar hukum Ilahi. Oleh karena itu, semakin bertambah keimanannya pada ayat-ayat Ilahi, semakin merasuk pelita iman dalam pembawaan jiwa raganya.

Sesungguhnya orang yang berpredikat cahaya, semua kekuatan jiwa raga serta lahir batin akan memantulkan cahaya keimanan. Di samping itu, dia akan mengarahkan dirinya menuju kebahagiaan (shirath al-mustaqim). Hal ini akan menerangi jalannya dan membimbingnya menuju kesempurnaan.

Orang yang berpegang teguh dan bertawakal kepada Allah ‘azza wa jalla akan menghilangkan sifat rakus terhadap selain-Nya. Kemudian, dia akan menuangkan semua keperluannya di hadapan Zat Yang Mahakaya. Dia akan mengetahui bahwa kunci penyelesaian bukan di tangan orang-orang fakir seperti dirinya.

Oleh karena itu, para pesuluk Allah Swt wajib menyesuaikan dirinya dengan Alquran. Tolok ukur dalam penentuan benar atau tidaknya suatu kebenaran dan bermakna atau tidaknya suatu pembicaraan hendaknya selalu bercermin pada Alquran. Tidak diragukan lagi bahwa apa saja yang berlainan dengannya adalah batil dan omong kosong. Maka, tolok ukur dalam masalah istiqamah dan penyelewengan sesuatu serta malang dan bahagianya merupakan sesuatu yang lurus dan benar menurut kaca mata kitabullah.

Baca: 10 Faktor yang Mendatangkan Ampunan dalam Alquran

Alquran merupakan akhlak Rasulullah Saw. Maka, umatnya wajib menyesuaikan akhlaknya dengan Alquran untuk menyesuaikan pada akhlak sang kekasih yang sempurna. Berseberangan dengan kitabullah merupakan hal yang batil dan omong kosong tidak berarti. Ia juga wajib menyesuaikan semua ilmu pengetahuan, situasi hati, serta amal perbuatannya lahir dan batin dengan kitabullah serta bercermin padanya untuk mewujudkan hakikat Alquran. Alquran hendaknya dijadikan sebagai fotokopi batinnya. “Dan sesungguhnya engkau adalah kitab yang jelas, yang mana dengan huruf-hurufnya dapat menampakkan isi dimensi kandungannya.”

*Disadur dari buku Membangun Generasi Qurani – Imam Khomeini & Syahid Murtadha Muthahhari

No comments

LEAVE A COMMENT