Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Lafaz dan Syarat Talak yang Sah Menurut Fikih Ahlulbait

PERTANYAAN:
Salam, sering kali dalam hubungan suami istri terjadi pertengkaran yang menyebabkan suami mengeluarkan pernyataan kepada istrinya, seperti: “Kalau kamu sudah bosan hidup sama saya silakan cari laki-laki lain”. Atau pernyataan lain: “kalau kamu suka sama dia, saya ikhlas untuk ditinggalkan”, namun laki-laki lain yang dimaksud hanya berupa prasangka. Artinya, tidak jelas siapa laki-laki lain itu.

Terkait dengan hal tersebut, apakah kedua ucapan sang suami semacam itu kepada istrinya termasuk dalam kategori talak atau bukan?

Dalam beberapa artikel, menjelaskan bahwa kedua ucapan itu adalah ucapan kinayah atau dimungkinkan berupa talak atau bukan tergantung niat si pengucap atau si suami kepada istrinya. Mohon penjelasannya..

JAWABAN:
Alaikumussalam warahmatullah

Thalaq (talak) dalam fikih Ahlulbait hanya sah jika dilaksanakan dengan persyaratan berikut:
1. Ucapan (lafaz) thalaq dari seorang suami dengan bahasa Arab yaitu “Anti Thaaliq”, atau “Zaujatiy fulanah thaaliq”.
2. Suami boleh diwakili orang lain sehingga ucapannya berubah menjadi “Zaujatu muwakkiliy fulanah thaaliq“.
3. Lafaz diucapkan saat istri dalam keadaan suci dan belum melakukan hubungan suami istri setelah suci dari haidh terakhirnya.
4. Lafaz diucapkan di hadapan dua orang saksi laki-laki adil, yang artinya dua orang yang memiliki karakter terpuji yang selalu melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat, atau paling tidak kita tidak pernah melihat (tahu) yang bersangkutan melakukan maksiat.

Karena itu pada kasus yang ditanyakan, hubungan suami-istri tetap sah dan tidak dihukumi dengan thalaq (talak/perceraian). Namun pada saat yang sama perlu disadari agar menghindarkan diri dari berbagai ungkapan yang disebutkan, sebab hal itu berpotensi semakin memperbesar keretakan hubungan dan mengganggu keharmonisan di dalam rumah tangga.

Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk memperkuat hubungan keharmonisan suami dan istri dalam rangka memperkuat bangunan keluarga dan menjauhkn diri dari perceraian yang akan menimbulkan berbagai problema sosial, baik berhubungan dengan keberadaan para perempuan tanpa pengayom dan kepala rumah tangga maupun yang berhubungan dengan anak-anak, hak-hak mereka, pendidikan dan masa depan mereka.

Baca: Fikih Quest 55: Hukum Talak dalam Nikah Mut’ah

No comments

LEAVE A COMMENT