Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

lstilah Syiah dalam Alquran al-Karim

Kata Syiah berarti para pengikut atau anggota golongan. Karena itu, istilah Syiah sendiri tidaklah mempunyai pengertian negatif atau positif kecuali jika kita menetapkan pemimpin partai itu. Jika seseorang adalah seorang Syiah (pengikut) para hamba yang saleh, maka tidak ada sesuatu pun yang salah dengan menjadi Syiah, khususnya jika pemimpin golongan tersebut telah ditunjuk oleh Allah Swt.

Di sisi lain, jika orang menjadi pengikut seorang penguasa atau pelaku kezaliman, ia akan bertemu dengan takdir pengikutnya. Sesungguhnya, Alquran mengisyaratkan bahwa pada hari keputusan manusia akan datang berkelompok-kelompok, dan setiap kelompok memiliki pemimpinnya di depannya. Allah, Pemilik Keagungan dan Kekuasaan berfirman, (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpin (imam)nya. [QS. al-Isra: 71]

Pada hari pengadilan, nasib “para pengikut” setiap kelompok sangat tergantung pada nasib imamnya (asal saja bahwa mereka benar-benar mengikuti imam itu). Allah Swt menyatakan dalam Alquran bahwa ada dua jenis imam. Sebagian imam adalah orang-orang yang mengajak manusia kepada api neraka. Mereka adalah para pemimpin tiran dari setiap zaman (seperti Firaun); Dan Kami jadikan mereka imam-imam yang menyeru manusia kepada api neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami teruskan untuk melaknat mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah). [QS. al-Qashash: 41-42]

Baca: Diskriminasi Sosial dan Struktural terhadap Syiah

Tentu saja, menjadi anggota golongan dari imam seperti ini telah dikecam secara keras dalam Alquran, dan para pengikut golongan tersebut akan menemui ajal dari para pemimpin mereka. Akan tetapi, Alquran juga mengingatkan bahwa ada para imam yang ditunjuk oleh Allah Swt sebagai pembimbing bagi umat manusia: Dan Kami jadikan di antara mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami karena mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. [QS. as-Sajdah: 24]

Sudah barang tentu, para pengikut sejati (Syiah) para imam ini akan mendapatkan keberuntungan hakiki pada hari kebangkitan. Dengan demikian, menjadi seorang Syiah tidak berarti apa pun, kecuali jika kita tahu Syiah siapa. Allah Swt menyatakan dalam Alquran bahwa sejumlah hamba-Nya yang saleh adalah Syiah hamba saleh lainnya. Contohnya adalah Nabi Ibrahim a.s. yang disebutkan dalam Alquran secara khusus sebagai Syiah Nuh, Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk syiahnya (yakni Nuh). [QS. ash-Shaffat: 83]

Perhatikan, kata Syiah digunakan secara eksplisit, huruf demi huruf, dalam ayat di atas juga dalam ayat berikut. Dalam ayat lain, Alquran membicarakan Syiah Musa lawan musuh-musuh Musa. Dan ia (Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduk (kota itu) tengah lengah, maka ia temukan di dalamnya dua orang lelaki tengah berkelahi, yang seorang dari Syiah-nya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Firaun). Maka orang yang dari Syiahnya meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya. [QS. al-Qashash: 15]

Dalam ayat Alquran di atas, yang satu dinamai Syiah Musa dan yang keduanya dinamai musuh Musa, dan orang-orang di masa itu bisa Syiah Musa atau musuh Musa. Jadi Syiah adalah kata resmi yang digunakan oleh Allah dalam Alquran untuk para nabi tingkat tinggi-Nya berikut para pengikut mereka.

Lantas, bagaimana halnya dengan Nabi Musa dan Nabi Nuh? Andaikata seseorang menyebut dirinya sebagai Syiah, itu bukanlah karena sektarianisme atau suatu bidah. Hal itu disebabkan Alquran telah menggunakan frase tersebut bagi sejumlah hamba-hamba-Nya yang terbaik. Ayat di atas yang kami sebutkan dalam mendukung Syiah, telah menggunakan bentuk istilah tunggal (yakni sekelompok pengikut). Ini artinya ia mempunyai pengetahuan khusus seperti Syiah Nuh dan Syiah Musa.

Baca: Jadi Syiah? Kenali dan Laksanakan Taklifmu..!

Dalam sejarah Islam, Syiah telah dipakai secara khusus untuk para pengikut Imam Ali a.s. Orang pertama yang memakai istilah ini adalah Rasulullah sendiri. Rasulullah Saw berkata kepada Ali: “Kabar gembira wahai Ali! Sesungguhnya engkau dan para sahabatmu dan Syiah (pengikut)mu akan berada di surga.”

Dengan demikian Rasulullah Saw biasa mengatakan frase “Syiah Ali”. Frase ini bukanlah sesuatu yang dibuat-buat belakangan. Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa para pengikut sejati Imam Ali akan masuk surga dan ini  merupakan kebahagiaan besar. Juga Jabir bin Abdillah Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Syiah Ali adalah orang-orang yang benar-benar beruntung pada hari kebangkitan.”

Hari kebangkitan bisa juga merujuk pada hari kemunculan Imam Mahdi a.s. Namun dalam terma yang lebih umum artinya hari pengadilan.

*Disarikan dari buku Antologi Islam – Tim Alhuda

No comments

LEAVE A COMMENT