Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Makna Gelar al-Mubarakah untuk Sayidah Fathimah s.a.

Barakah bermakna penggandaan, kebahagiaan yang sangat, dan kelimpahan. Allah Yang Maha Agung mengganjar Fathimah dengan nikmat yang berlimpah, dan menjadikannya ibu dari keturunan Nabi Saw, dan Allah Swt telah menganugerahkan rahmat-Nya yang abadi.

Bila kita meninjau sejarah, kita akan menemukan bahwa ketika wafat, Fathimah meninggalkan dua orang putra dan dua orang putri: Imam Hasan dan Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum. Namun, ketika peristiwa Karbala terjadi, Imam Husain dan anak-anaknya menggapai kesyahidan, dan Ali bin Husain (Imam Ali Sajjad) adalah satu-satunya putra penerus Imam Husain. Juga, ketujuh anak Imam Hasan dan kedua putra Zainab meraih kesyahidan. Sedangkan Ummu Kultsum tidak mempunyai anak.

Setelah peristiwa Karbala, kemalangan terus-menerus menimpa keturunan Nabi. Penyiksaan dan pembantaian terus berlangsung terhadap mereka, dimulai dengan pertempuran Harrah, Zaid bin Ali dan Fakh, diteruskan dengan kesukaran yang mereka derita selama zaman dinasti Umayyah. Namun, ketika merebut kekuasaan, dinasti Abbasiyah memecahkan rekor pembasmian dan pemusnahan keturunan Rasulullah Saw.

Baca: Siti Fatimah Zahra as : Hababah dan Sayyidah

Perjuangan berlanjut selama dua abad hingga Imam Hasan al-Askari wafat di Samara (di Irak) karena racun yang ditaruh dalam makanannya. Lebih jauh, Salahuddin al-Ayyubi sama kejamnya dengan bani Abbasiyah dalam membantai para keturunan Nabi dan para pengikut mereka. Ia melakukan pembunuhan massal dan kejahatan yang keji, yang membuat hati menggigil.

Walau demikian, Allah Yang Maha Agung menunaikan kemuliaan dan anugerah atas para keturunan Fathimah az-Zahra. Dia memberikan keturunan yang banyak bagi mereka. Seperti yang Allah firmankan pada ayat “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kautsar.” (QS. al-Kautsar: 1)

Di dalam Majma’ul Bayan, ath-Thabarsi menuliskan tentang hal ini: “Dikatakan bahwa kautsar bermakna nikmat yang berlimpah, juga dikatakan bahwa itu berarti pelipatgandaan keturunan seseorang; dan keturunan Fathimah telah luar biasa berlipat ganda sedemikian sehingga mereka akan tetap ada hingga Hari Kebangkitan.”

Dalam kitab tafsirnya, Fakhrur Razi menyatakan tentang ayat ini adalah untuk Fathimah az-Zahra: “Dengan merujuk ke sudut pandang ketiga yang menganjurkan makna keturunan bagi kautsar, sebagian ulama mengatakan, ‘Karena surah ini diturunkan untuk membantah pernyataan seorang kafir yang mencoba mencela Nabi Saw karena tidak berputra, menjadi jelas bahwa makna yang diberikan di sini adalah bahwa Allah memberi Nabi Saw keturunan yang akan abadi. Kita harus mengingat bahwa banyak pembantaian telah dilakukan terhadap keluarga Nabi, namun dunia masih dipenuhi oleh mereka; sementara bani Umayyah punah kecuali beberapa orang yang tak berharga. Di samping itu, para ulama terkemuka diturunkan dari putra-putra Fathimah, misalnya al-Baqir, ash-Shadiq, al-Kazhim, ar-Ridha, az-Zakiyyah, dan lain-lain.”

Penjelasan ini berkaitan dengan peristiwa berikut: seorang kafir mencela Nabi ketika salah satu anak beliau meninggal dunia dan mengatakan Muhammad kini tanpa keturunan, karena itu, ketika beliau wafat, namanya akan wafat bersamanya. Karena peristiwa inilah Allah menurunkan surah ini kepada Rasul-Nya yang menenangkan beliau; seakan Allah Swt berfirman: “Engkau telah kehilangan putramu, namun Kami memberimu Fathimah; walaupun ia cuma satu, Allah akan menjadikan yang satu itu banyak.”

Penelitian atas penduduk dunia membenarkan kesimpulan ini; sebab keturunan Fathimah (yang juga keturunan Nabi) tersebar di seluruh dunia: di Irak (1 juta), Iran (3 juta), Mesir (5 juta), Maroko (5 juta), Aljazair, Tunisia, Libia, Yordania, Suriah, Libanon, Sudan, negara-negara Teluk Persia termasuk Arab Saudi, Yaman, India, Pakistan, Afghanistan, dan Indonesia. Sebuah negara Islam di mana keturunan Fathimah az-Zahra tidak menetap di sana sangat sukar ditemukan. Jumlah keseluruhan mereka ditaksir 35 juta; akan tetapi, jika statistik yang teliti dan cermat dilakukan, jumlah mereka mungkin bisa lebih besar.

Termasuk di antara keturunan Nabi Saw adalah para raja, pangeran, menteri, ulama, penulis, tokoh terpandang, dan cendekiawan. Sebagian dihormati karena garis keturunannya, dan yang lain mengabaikan hal itu dan tak mementingkannya.

Baca: Kisah-kisah Fatimah Zahra a.s.: Buah Delima Surgawi

Agak mencengangkan bahwa sebagian kaum muslim menolak mengakui garis keturunan Nabi dari Fathimah dan Ali; sebaliknya, mereka menyatakan bahwa garis semacam itu keliru dan tak dapat diterima. Orang-orang ini dengan sengit menentang gagasan ini sampai menumpahkan darah orang tak bersalah demi menegakkan gagasan mereka. Hajjaj, Manshur Dawaniqi, Harun ar-Rasyid, dan beberapa lainnya adalah para penganjur gagasan ini.

Nabi Saw bersabda: “Hasan dan Husain adalah kedua putraku, ia adalah para imam, baik kala mereka bangkit ataupun menahan diri.”

Beliau juga bersabda: “Setiap anak dari seorang putri dipanggil menurut ayahnya, kecuali anak-anak Fathimah; sebab, akulah ayah mereka.”

Dalam penafsiran lain dari ayat “… bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian…,” sebagian ulama mengatakan, “Apa yang dimaksudkan Allah dengan ‘laki-laki’ adalah para laki-laki dewasa; dan tak seorang pun anak-anak Nabi sudah dewasa pada saat itu.”

Sebagai kesimpulan, apa pun yang telah dikatakan tentang putra-putra Nabi, dapat dikatakan bahwa mereka mencakup Imam Hasan dan Husain a.s. Mereka adalah putra-putra Nabi Allah.

*Disarikan dari buku Biografi Sayidah Fathimah – Abu Muhammad Ordoni


No comments

LEAVE A COMMENT