Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Membebaskan Diri dari Belenggu Duniawi

Terkadang, manusia menjadi sibuk dengan urusan dunia tanpa disadarinya. Bahkan, ia disibukkan dengan berbagai keangkuhan dan kesombongan. Ia tidak tahu bahwa dengan itu dirinya tengah diuji. Jika ingin menyesatkan seorang alim atau orang yang beragama, setan akan menggodanya dengan kesombongan yang berhubungan dengan keahlian yang dimiliki orang tersebut.

Sesungguhnya, sangatlah sulit untuk mengetahui jalan yang lurus menuju kebenaran dan kebajikan. Karena itu, disebutkan bahwa shirat al-mustaqim (jalan yang lurus) itu lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang.

Almarhum Muhaqqiq al-Thusi –semoga Allah menyucikan jiwanya– dalam tulisannya yang bertajuk Al-Mabda wa al-Ma’ad menulis tentang dari mana, ke mana, dan melalui jalan mana manusia akan berjalan. Beliau kemudian melanjutkan bahwa jalan tersebut lebih tipis dibanding sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang. Artinya, sanggatlah sulit bagi seseorang untuk mengetahui dan melaksanakan kewajiban agama. Manusia akan mengalami kesulitan yang luar biasa untuk mengetahui apa saja yang menjadi kewajiban dirinya. Semua itu ibarat melintasi jalan yang lebih halus daripada sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang. Dan yang lebih sulit darinya adalah menunaikan kewajiban itu sendiri.

Baca: Apakah Kecintaan Kepada Dunia Itu Tercela?

Tidak mudah bagi manusia untuk mencapai rahasia ibadah. Berbagai masalah akan merintangi seseorang untuk mengetahui jalan tersebut. Ditambah lagi dengan berbagai masalah yang ada di jalan itu sendiri. Jika manusia tidak tertipu oleh tanah dan harta, setan akan merasuk dan menipunya· dengan cara yang lain. Karenanya, Almarhum al-Ustadz al-Allamah Thabathabai mengatakan bahwa tanpa disadari, manusia telah menghabiskan umurnya di bawah kekuasaan setan. Oleh sebab itu, ia harus senantiasa mengintrospeksi dirinya setiap hari.

Keberadaan shirat al-mustaqim yang kita ucapkan setiap hari dalam salat, yang artinya tunjukkanlah kami jalan yang lurus yang lebih halus daripada sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang. Amatlah sulit untuk mengetahui jalan ini. Dan tentu jauh lebih sulit lagi untuk mengamalkannya. Jika manusia mengetahui dan melalui jalan ini, ia akan lebih afdal dari malaikat. Bahkan malaikat akan menjadi pembantunya. Pada Hari Kiamat, shirat al-mustaqim akan menjadi jembatan yang berada di atas neraka jahanam, yang di kelilingi api yang menyala­nyala. Bagi sebagian orang, menjalankan agama merupakan perkara yang mudah. Namun bagi sebagian lainnya, itu menjadi hal yang sangat sulit.

Segala sesuatu yang dapat menjadikan manusia melupakan Allah adalah dunia. Kadang kala setan memperdaya seorang alim untuk mendorong mereka untuk mengatakan bahwa aku mengarang sepuluh buku sedang selainku hanya lima buku. Dengan terjadinya kecongkakan semacam ini, setan telah berhasil memperdaya manusia. Adapun terhadap orang lain yang memiliki keahlian berbeda, setan juga akan menggodanya dengan cara yang lain. Sarana dan keahlian yang dimiliki seseorang dapat mengeluarkannya dari jalan yang lurus. Janganlah seseorang berharap bahwa setan tidak akan bekerja di saat dirinya sedang lalai. Setan senantiasa menggunakan setiap kesempatan untuk terus menggoda.

Selama manusia sibuk memikirkan dirinya, selama itu pula ia tidak akan mendapatkan faidh (manifestasi) Ilahi. Manusia seperti ini tidak akan merasa tenang. Sebaliknya, ia akan senantiasa merasa letih dan terbebani olehnya. Manusia tak akan meraih kesenangan kecuali setelah terbebas dari belenggu jiwanya. Apabila manusia sudah menjadi seperti itu, Allah tentu akan menjaganya. Siapa pun yang bertindak seperti ini, Allah pasti akan menjaganya. Memang mustahil untuk mencapai maqam para imam maksum yang sedemikian tinggi. Namun untuk meraih maqam murid-murid beliau merupakan perkara yang mungkin.

Almarhum Ayatullah Syekh Muhammad Taqi al-Amuli -semoga Allah mendhainya- adalah suri teladan bagi kerendah-hatian, sopan santun, dan fakih. Beliau berkata: “Aku bermimpi musuh-musuh menyerangku, maka aku bertempur melawan mereka dengan pertempuran yang keras. Dan aku melihat salah seorang dari mereka tidak mau melepaskanku. Aku tidak melihat adanya jalan lain untuk lepas darinya kecuali dengan menggigit tangannya agar ia meninggalkanku. Aku pun terbangun dan mendapatiku menggigit tanganku sendiri. Mereka telah menginformasikan kepadaku melalui mimpi: ‘Engkau tidak memiliki musuh kecuali dirimu sendiri, maka berusahalah untuk lepas darinya.’”

Musuh manusia tak lain dari dirinya sendiri. Allah Swt akan menyingkapkan keburukan yang ada pada diri orang tersebut beserta obat penawarnya. Jika manusia tetap menjaga kesadaran dirinya di saat tidur, Allah akan menganugerahinya berbagai mimpi baik yang bermanfaat. “Dan angkatlah tangan kalian untuk berdoa kepada-Nya di waktu kalian salat, karena itu adalah paling baiknya waktu, Allah melihat hamba-Nya dengan rahmat-Nya.”

Baca: Sikap Hidup Proporsional dan Berimbang Insan Bertakwa di Dunia

Jika manusia mampu mengelak dari keburukan dirinya, maka tak satu pun yang sanggup menggetarkan dan menyakiti dirinya. Jiwa merupakan sumber penyakit bagi manusia. Ia mendorong keinginan manusia untuk memiliki segala sesuatu yang dilihatnya, baik berupa mobil, rumah, atau makanan, karena memang sebelumnya ia tidak memiliki semua hal itu. Karena tak memilikinya, ia lantas mengeluh serta menghabiskan waktunya untuk berusaha mendapatkannya. Maka hasil yang diperolehnya adalah sebagaimana yang diibaratkan Imam Ali a.s.: “Akhir dari kehidupan mereka adalah antara dapur dan kamar mandi” (Nahj al-Balaghah, Khotbah ke-3)

Dalam kehidupan ini, mereka tidak melihat adanya sebuah tujuan yang agung. Mereka tak akan menolong seorang pun dalam kehidupannya, dan tidak pernah mengerti tentang mengapa dirinya ada dan apa yang menjadi kewajiban dirinya. Jika bebannya ringan, manusia tentu akan mampu melepaskan diri dari musuh-musuhnya. Kelezatan yang pertama kali dirasakannya adalah keterbebasan dari kungkungan musuh internalnya, yaitu jiwanya. Baru kemudian ia akan merasakan berbagai kelezatan lain.

*Disarikan dari buku Rahasia Ibadah – Ayatullah Jawadi Amuli

No comments

LEAVE A COMMENT