Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tiga Kunci Rahasia Stabilitas Hidup Menurut Ajaran Islam

Dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian, stabilitas menjadi sangat penting. Mereka yang terlibat dalam perjuangan tanpa kestabilan akan mengalami kegagalan. Semakin besar tanggung jawab, semakin besar pula kebutuhan akan stabilitas dan ketenangan. Oleh karena itu, setiap individu perlu memahami cara menghindari kegelisahan dan kembali ke stabilitas serta ketenangan.

Perjuangan untuk harta, kekuasaan, popularitas, dan hal materi lainnya sering kali hanya membawa kepada hasil yang sia-sia. Kebahagiaan sejati manusia berasal dari jiwa, sedangkan sumber kesengsaraan terletak di lubuk hati terdalam. Menurut Amirul Mukminin a.s., kunci kebahagiaan ada di dalam jiwa manusia itu sendiri, bukan pada pengaruh luar yang sementara.

Baca Kematian adalah Perluasan Kehidupan

Aristoteles menyatakan bahwa kebahagiaan tidak ditemukan dalam kekuasaan, kemampuan, harta, atau kekuasaan politik. Orang kaya dan berkuasa tidak selalu bahagia. Oleh karena itu, kebahagiaan sejati harus dicari dalam jiwa dan kesadaran sendiri.

Pemecahan masalah dan kemajuan industri saja tidak cukup untuk kehidupan bebas dari kekhawatiran. Mesin dan teknologi baru sering kali malah menimbulkan masalah baru. Untuk membebaskan diri dari penderitaan hidup, diperlukan pikiran yang terbimbing dan benar. Pikiran yang jernih adalah sumber kemajuan material dan kebahagiaan manusia.

Pikiran yang terarah adalah sumber kemajuan dan kebahagiaan yang lebih tinggi daripada kekayaan materi. Pemikiran yang benar melindungi cendekiawan dari pengaruh uang. Mereka yang memiliki kemampuan berpikir yang berkembang dapat tegar menghadapi penderitaan dan mengambil pandangan positif.

Untuk melindungi diri dari peristiwa dan gelombang pemikiran negatif, kita perlu membangun pola pikir yang membimbing. Melalui pola pikir yang benar, kita dapat menentukan sikap dan perilaku kita, serta membimbing jiwa kita menuju pemikiran yang benar untuk mengatasi kegelisahan. Seorang sarjana Barat menyatakan bahwa kita dapat memilih cara berpikir kita sendiri dan memilih pertimbangan yang tepat, sehingga tidak menjadi korban pemikiran yang merugikan. Kunci keberhasilan dan kebahagiaan terletak pada pemikiran yang benar.

Pengaruh Sifat Optimis dalam Kehidupan

Dalam kondisi tubuh yang terpengaruh oleh berbagai penyakit, keharmonisan pikiran seseorang dapat terganggu oleh faktor-faktor dan sifat-sifat negatif. Meskipun kemampuan berpikir ada, namun pikiran tidak berdiri sendiri dan dipengaruhi oleh perilaku seseorang. Oleh karena itu, kebahagiaan seseorang tergantung pada tindakan yang baik sesuai dengan pemikiran, sikap, dan antusiasme. Manusia bertanggung jawab untuk menghilangkan akar dari sifat-sifat yang menghalangi kebahagiaan.

Baca Hal-hal yang Menghalangi Datangnya Kebahagiaan

Optimisme dan pandangan positif terhadap kehidupan membantu menciptakan pemikiran yang harmonis. Optimisme adalah kunci untuk meraih kesenangan dalam lingkungan kemanusiaan. Sifat ini seperti cahaya dalam kegelapan yang memperluas wawasan. Optimisme membangkitkan cinta terhadap kebaikan, memperkaya pandangan hidup, dan memberi kemampuan untuk melihat keindahan kehidupan.

Optimisme juga membawa kepercayaan di antara individu, membentuk dasar keharmonisan, kerja sama, dan kepercayaan dalam masyarakat. Sebaliknya, sikap curiga dapat merusak hubungan di masa depan. Kepercayaan di antara anggota masyarakat merupakan kunci untuk memajukan masyarakat. Prasangka baik adalah ciri kepercayaan dan harapan, yang membangun hubungan harmonis, kerja sama, dan kedamaian dalam kehidupan sosial.

Namun, kepercayaan bukan berarti tunduk tanpa penelitian atau tanpa memahami kebenaran. Kepercayaan harus disertai dengan penelitian cermat, pemikiran mendalam, dan kehati-hatian. Meskipun memiliki kepercayaan, seseorang harus memisahkan orang-orang yang jelas-jelas melakukan kejahatan. Kepercayaan yang baik membutuhkan pencegahan, kehati-hatian, dan tindakan yang didasarkan pada pengujian dan pemikiran mendalam.

Sifat Optimis dan Percaya Diri dalam Islam

Islam menanamkan keyakinan dalam hati orang-orang yang beriman, memberikan mereka ketenteraman dan kestabilan. Islam mendorong saling percaya antar individu dan melihat niat baik pada orang lain. Oleh karena itu, tidak dibenarkan menghukum seorang Muslim tanpa bukti yang jelas.

Baca Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana

Amirul Mukminin Ali a.s. mengajarkan untuk selalu berprasangka baik terhadap saudara-saudara, kecuali jika ada bukti sebaliknya. Kepercayaan satu sama lain dalam masyarakat meningkatkan cinta dan membawa kehidupan yang harmonis. Para Imam kaum Muslimin juga menekankan pentingnya kepercayaan.

Sifat percaya dan optimis dapat mempengaruhi orang yang tersesat, memberikan dasar bagi keselamatan mereka. Imam Ali a.s. bahkan menyatakan bahwa sifat percaya menolong orang yang tenggelam dalam dosa. Dalam hubungan dengan orang yang tidak stabil, memberi kepercayaan dan perlakuan yang baik dapat membimbing mereka ke arah kebaikan dan kestabilan.

Banyak tokoh, seperti Dr. Mardin, Mr. Louis, dan Dr. Gilbert Roben, menekankan pentingnya kepercayaan dalam hubungan dengan anak-anak, rekan kerja, dan dalam memberikan tanggung jawab. Kepercayaan dianggap sebagai sumber kebahagiaan dan keamanan dalam iman. Itu juga dapat mengurangi depresi dan memberikan kesenangan kepada hati.

Dalam konteks Islam, kepercayaan dan sifat optimis dianggap sebagai elemen penting untuk meningkatkan kehidupan, mengurangi penderitaan, dan membuka jalan menuju keberhasilan. Oleh karena itu, disarankan untuk menjauhi pemikiran negatif dan membuka pikiran terhadap pemikiran yang optimis.

Adalah penting bagi kaum Muslimin untuk bersikap satu sama lain dengan suatu cara yang tidak memberi peluang bagi dugaan-dugaan buruk merasuki masyarakat. Mengenai hal ini, Imam Ali a.s. menasihati kaum Muslimin agar berpikir secara positif terhadap satu sama lain dan bertindak dengan cara yang tidak membuat orang lain curiga. Beliau juga mengingatkan bahwa manusia harus menjauhkan diri dari hal-hal yang mengandung prasangka. Sebagaimana dikutip dari beliau:

“Barang siapa yang berharap kepadamu, (berarti) telah memberi kepercayaannya. Oleh karena itu, janganlah mengecewakannya.” (Ghurar Al-Hikam, hal. 680)

Imam Ali membuat suatu keputusan bagi akal manusia, terkait dengan pemikiran manusia terhadap orang lain. Beliau berkata:

“Harapan-harapan manusia adalah ukuran bagi akalnya, dan perilakunya adalah saksi yang paling benar terhadap kebenarannya.” (Ghurar Al-Hikam, hal. 474)

Seseorang yang dugaan-dugaannya terhadap orang lain negatif akan mengurangi kemampuan akal secara logis. Penolakan mentah-mentah prasangka buruk terhadap kaum Muslimin adalah tanda dari kekuatan spiritual mereka. Imam Ali a.s. berkata:

“Orang yang menolak prasangka buruk terhadap saudaranya memiliki akal yang sehat dan hati yang damai.” (Ghurar Al-Hikam, hal. 678)

Baca Amalan Kunci Kebahagiaan

Imam Jakfar Shadiq a.s. memandang dugaan yang baik sebagai salah satu hak seorang Muslim atas Muslim yang lain. Di antara hak seorang Mukmin atas Mukmin yang lain adalah tidak mencuranginya. Beliau memandang dugaan yang baik sebagai salah satu hak seorang Muslim atas Muslim yang lain. (Usul al-Kafi, 1/394)

Dan, unsur yang paling mampu memberikan sikap optimis kepada manusia adalah iman atau keyakinan. Bila semua orang menjadi satu bangsa yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan Hari Kiamat, akan mudah bagi setiap orang untuk benar-benar saling percaya. Kurangnya iman di antara manusia adalah suatu alasan bagi adanya penyakit curiga dalam masyarakat.

Seorang yang beriman, yang hatinya senang dalam beriman dan percaya kepada Allah, akan bergantung kepada kekuatan yang tak terbatas bila dirundung kelemahan. Selama menderita, ia mencari perlindungan kepada Allah. Hal ini akan melatih jiwanya dan secara mendalam mempengaruhi akhlaknya.

*Disarikan dari buku Psikologi Islam: Membangun Kembali Moral Generasi Muda, karya Sayyid Mujtaba Musavi Lari

No comments

Sorry, the comment form is closed at this time.