Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)

Sebagian orang yang mengaku sebagai pengikut Ahlulbait terlihat enggan menyebarkan dan memposting tulisan tentang Fathimah Zahra dan Ahlulbait karena beragam alasan dan dalih.

Pujian kepada Nabi termulia dan Ahlulbait, termasuk Fathimah Zahra tidaklah sama dengan pujian yang kita berikan kepada kekasih, guru, teman, dan semacamnya yang pada dasarnya bertujuan menyenangkan pihak yang dipuji atau demi memberinya motivasi atau memancing pujian balik.

Baca: Kesempurnaan Fathimah

Nabi SAW dan manusia-manusia suci pelanjutnya tak memerlukan pujian karena alasan-alasan sebagai berikut :

  1. Telah mencapai batas maksimal kesempurnaan sehingga pujian umat tak menambah kesempurnaan mereka.
  2. Telah mencapai batas maksimal kepercayaan diri sehingga pujian umat tak mendongkrak percaya diri mereka.
  3. Telah mencapai batas maksimal dalam ketulusan sehingga pujian bahkan cacian tak menambah dan tak mengurangi semangat mereka dalam melaksanakan tugas.
  4. Telah lebur dalam cinta kepada Allah sehingga pujian siapa pun takkan mengalihkan perhatian mereka dari-Nya.

Lalu mengapa kita memuji Nabi dan orang-orang suci dari Ahlulbaitnya?

Memuji biasanya merupakan kebutuhan naluriah manusia yang mengekspresikan cara membalas budi dan jasa seseorang demi meringankan beban. Memuji Nabi dan manusia-manusia suci adalah ekspresi syukur kepada Allah atas petunjuk yang diperoleh melalui bimbingan yang telah diberikan.

Baca: SafinahQoute: Wanita adalah Sumber Ketenangan Keluarga

Tapi apakah Nabi menyuruh kita memujinya dan memuji Ahlulbaitnya?

Nabi tak menyuruh umat memujinya dan keluarganya, namun menyuruh umat mematuhi dan meneladaninya. Pujian tanpa cinta adalah dusta dan cinta tanpa patuh adalah palsu.

Andai ditemukan hadis yang memuat anjuran memuji Nabi dan Ahlulbaitnya, maka Nabi dan Ahlulbait yang telah mencapai puncak kesempurnaan, sebagaimana disebutkan pada poin-poin di atas, ingin umat mencintainya dan Ahlulbaitnya karena mestinya pujian adalah cinta yang hanya bermakna kepatuhan.

Meski tidak dianjurkan, orang berbudi pekerti dan berakal budi sepantasnya memuji Nabi dan Ahlulbait sebagai buah cinta dan patuh. Kalau tak memuji secara verbal, kepatuhan dapat dianggap sebagai pujian aktual yang tentu lebih penting dari pujian verbal.

Bersalawat kepada Nabi dan keluarganya yang suci (Ahlulbait) adalah metode sakral menjalin koneksi di saluran khusus dengan Allah. Kita dianjurkan bersalawat bukan demi memberikan doa kepada Nabi dan keluarganya karena Nabi dan Ahlulbait berada dalam hadirat eksistensi Allah, tapi demi memberikan kesempatan untuk berkoneksi dengan Allah melalui Nabi dan mereka.

Baca: Kisah-kisah Fatimah Zahra a.s.: Buah Delima Surgawi

Jelaslah, memuji Nabi, Fathimah, dan para manusia suci dengan mengenang dan mengungkap perilaku, ketakwaan, perjuangan, dan pengorbanan mereka lebih penting ketimbang memuji tampilan fisikal dan hal-hal yang bukan merupakan bagian esensial dari keagungan Nabi dan Ahlulbait.

Mengapa kita perlu mengagungkan Fathimah? Fathimah adalah sosok suci paling teraniaya karena tak dikenal oleh umat. Kisah hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan ketabahan serta keteladanan seolah disensor dari lembar sejarah.


No comments

LEAVE A COMMENT