Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Meneladani Keistiqomahan Maitsam at-Tammar Mengikuti Ahlulbait

Maitsam at-Tammar telah sampai kepada derajat yang sangat tinggi dengan keistiqamahannya. Meskipun dia hanya seorang penjual kurma dan seorang yang buta huruf dan pada permulaan hidupnya dia adalah seorang budak yang kemudian dibebaskan, namun dengan usaha yang sungguh-sungguh dia mampu menyertai Amirul Mukminin Ali a.s. baik ketika berdiri maupun duduknya.

Maitsam at-Tammar telah mencapai derajat sebagai sahabat yang sangat dekat dengan Amirul Mukminin a.s. Ini bukan sesuatu yang mudah karena hal ini memerlukan potensi dan kemampuan. Amirul Mukminin a.s. berkata tentangnya: “….Sesungguhnya di sini terdapat ilmu yang banyak sekali -sambil beliau memberi isyarat kepada dadanya- akan tetapi para pencarinya sedikit sekali. Ketika aku telah tiada engkau akan menyesal karena sedikitnya.” (Tafsir Nur ats-Tsaqalain, 4/16)

Baca: Rahasia atas Buah Kecintaan kepada Ahlulbait

Mungkin orang yang telah mengunjungi Amirul Mukminin a.s. telah mencapai berjuta-juta orang, tetapi tidak akan ada seorang pun di antara mereka yang telah mencapai apa yang telah dicapai oleh Maitsam at-Tammar. Karena, Maitsam telah menjadi salah satu di antara sahabat-sahabat terdekat Imam Ali.

Maitsam berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad pada saat penangkapannya di Kufah: “Imam Ali telah berkata bahwa engkau akan memotong lidahku setelah engkau menggantungku di tempat yang tinggi.”

Ibnu Ziyad berkata: “Aku akan menggantungmu namun saya tidak akan memotong lidahmu, sehingga aku bisa mendustakan perkataan tuanmu, Imam Ali!”

Maka diambillah tambang, dan kemudian Maitsam diikat dengan kuat. Selanjutnya dia dikerek ke atas, dan dibiarkan tergantung di antara langit dan bumi. Bagi Maitsam keadaan itu cukup menguntungkan, dia menjadikan keadaan dirinya yang tergantung sebagai mimbar. Maka mulailah dia menceritakan keutamaan-keutamaan Amirul Mukminin kepada masyarakat. Kemudian Maitsam berkata: “Wahai manusia sesungguhnya aku mengetahui ilmu yang telah lalu, ilmu yang akan datang, dan ilmu yang sedang terjadi. Maka bersegeralah datang kepadaku supaya aku memberitahukanmu.”

Kemudian dia menambahkan: “Ilmu pengetahuan yang aku miliki semuanya berasal dari ilmu Ali bin Abi Thalib, si Pintu kota ilmu Rasulullah Saw. Dia telah mengajarkannya kepadaku, karena aku adalah sahabat rahasianya. Salam Allah atasnya.”

Perkataan Maitsam at-Tammar ini membuat manusia bertanya-tanya dan berkumpul di sekitarnya, sementara dia dalam keadaan tergantung. Maka sampailah berita kepada lbn Ziyad. Mendengar berita itu lbn Ziyad merasa takut orang-orang akan bangkit berontak melawannya dan merusak istananya. Lalu dia pun memerintahkan para pengawalnya untuk memotong lidah Maitsam at-Tammar.

Tiga hari kemudian datanglah seseorang ke tempat siksaan. Orang itu mengatakan: “Wahai Maitsam, saya mengetahui perjuanganmu sementara orang lain tidur, dan saya mengetahui bahwa keistiqamahanmu adalah semata-mata karena Allah. Akan tetapi supaya lbn Ziyad senang maka aku akan membunuhmu.”

Maka laki-laki itu pun menancapkan tombak ke tubuh Maitsam, sehingga dengan begitu Maitsam menemui kesyahidannya.

Baca: Benarkah Salman Termasuk dalam Ahlulbait?

Jika kita membandingkan kedua orang ini, niscaya kita akan menyaksikan perbedaan yang jelas antara ketinggian Maitsam dan kerendahan orang yang membunuhnya, yang mana orang itu mengingkari keistiqamahan dan kesabaran di jalan Allah. Mula-mula orang itu mengakui ketinggian Maitsam namun kemudian dia membunuhnya. Mungkin, kita bisa mengumpamakan orang-orang seperti dia dengan serangga yang membunuh dirinya dengan dirinya. Sebaliknya orang yang telah memilih jalan meninggi (shu’udi),  untuk bergerak menuju ke atas mampu menempuh perjalanan seratus tahun hanya dalam satu malam. Contohnya adalah Maitsam yang telah sampai kepada berbagai tingkatan malakut hanya dalam waktu empat tahun, dengan menjadi sahabat anak paman Rasulullah Saw, dan sekaligus belajar dari Amirul Mukminin a.s. bagaimana cara mendidik nafsu amarah, sehingga dapat memenangkan pertempuran terbesar (jihad akbar).

*Dikutip dari buku Jihad Melawan Hawa Nafsu – Husain Mazahiri

No comments

LEAVE A COMMENT