Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Mengapa Imam Kelima Saja yang Bergelar Al-Baqir?

Mengapa Imam Kelima Saja Yang Bergelar Al-BAQIR?

Tanggal 1 Rajab adalah hari lahir Imam Muhammad bin Ali; Imam kelima pengikut Syiah. Salah satu gelar yang beliau miliki adalah Baqir yang artinya orang yang membelah, meluaskan dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Hanya ada hal yang perlu diklarifikasi dan dijelaskan, mengapa hanya beliau yang bisa menebar dan mengembangkan ilmu dan makrifat, serta beliau digelari titel Al-BAQIR? Kenapa empat Imam sebelum beliau tidak demikian?

Ada 3 faktor penting yang menyebabkan para Imam sebelum Imam Bagir as tidak “mampu” menyebarkan ilmu secara baik dan tidak mampu menjelaskan Islam secara sempurna. 3 faktor itu adalah:

  1. Kondisi politik: pada masa para Imam sebelum Imam Bagir as banyak sekali propaganda buruk nan keji yang dialamatkan kepada keluarga suci Rasul Faw; seperti perintah Muawiyah agar senantiasa menjelekkan dan menghina Imam Ali as di mimbar-mimbar. Propaganda masif dan keji ini begitu dahsyatnya sampai-sampai ketika Imam Ali as syahid di dalam mihrabnya, masyarakat yang ada di luar Kufah (pusat pemerintahan Imam saat itu) kaget dan bertanya-tanya: Loh, memangnya Ali juga melakukan sholat juga?

Di samping itu, hubungan Masyarakat dengan keluarga suci ini selalu dipantau dan dikontrol dengan ketatnya oleh penguasa Bani Umayyah dan pengikut mereka ditangkap dan setelah itu disiksa dan dipenjarakan.

Dengan demikian kondisi tidak memungkinkan Imam Ali hingga Imam Ali Zainal Abidin membelah ilmu dan menebarkannya kepada masyarakat yang sibuk dengan pelarian dan pengawasan super ketat.

2. Larangan menulis dan menukil hadis: setelah wafatnya Rasulullah saw, para Khalifah dan penguasa melarang menulis dan menukil hadis dengan alasan untuk menjaga al-Quran; agar tidak bercampur antara ayat Alquran dengan hadis nabi. Slogan mereka کفانا کتاب الله / حسبنا كتاب الله  cukup bagi kami kitab Allah. Siapa yang menukil hadis maka dia akan dicela. Bahkan hadis-hadis yang pernah ditulis oleh Kholifah kedua yang sudah dikumpulkan akhirnya terpaksa dibakar.

Karena alasan inilah para Imam selain beliau tidak dapat menjelaskan Sunnah Rasul. Sedangkan kita tahu larangan penulisan ini dicabut pada zaman Imam Bagir as melalui titah Umar bin Abdul Aziz, oleh karena itu, Imam Bagir memiliki kesempatan untuk menghidupkan kembali sunah Nabi.

3. Ketidak tahuannya dan kebodohan manusia: faktor ini yang menyebabkan manusia tidak dapat mendapatkan manfaat dari cahaya yang terang benderang dari para Imam. Sampai-sampai ketika Imam Ali as bersabda:

فاسالونی قبل ان تفقدونی

“tanyakan kepadaku sebelum kalian kehilangan aku.”

Mereka bukannya memanfatkan itu tapi mereka gunakan untuk pengetesan; contohnya Sa’ad bin Abi Waqos bertanya: katakanlah beberapa jumlah rambutku? Kebodohan / keras kepala semacam ini yang membuat sedih dan menyesal para alim dunia. Andaikan kita dihadapkan dengan pribadi agung semacam ini dan kita dapat memanfaatkan keberadaannya, tidak mungkin kita akan menanyakan hal yang remeh-temeh seperti ini.

Adapun di zaman Imam Bagir as situasi politik mulai mereda dan tenang,  larangan penulisan dan penukilan hadis juga sudah dicabut, lebih dari itu masyarakat sudah semakin tahu hakikat kebengisan dan kebiadaban pemerintahan dinasti Umayyah. Maka kesempatan itu muncul dan dimanfaatkan oleh Imam Baqir untuk membangun “universitas” Syiah pertama dan satu-satunya saat itu.

Pada masa ini dimulailah penyusunan khazanah ilmu Syiah seperti ilmu fikih, ilmu tafsir dan ilmu akhlak. Dan dengan adanya perkembangan ilmu ini sampai muncul sebuah ungkapan bahwa: Ilmu-ilmu seperti tafsir, ilmu Kalam, ahkam, halal  dan haram  tidak muncul dengan luar biasa dari keturunan Alhasan da Alhusein kecuali pada masa Imam.

Dari sini para ulama  besar mengambil manfaat dari Imam Bagir as dan banyak dari murid-murid telah mendapatkan pendidikan dari universitas besar ini Seperti Jabir bin Yazid Ja’fi, Kaisan Sajastani, Ibn Mubarak, Zuhri, Auza’i, Hisyam bin Hakam, Hisyam bin Salim dan bahkan pembesar-pembesar Ahlussunah seperti Abu Hanifah, Maliki dan Syafi’i mereka memanfaatkan ilmu Imam Bagir, dan menukil sabda beliau baik tanpa perantara maupun dengan beberapa perantara.

 

No comments

LEAVE A COMMENT