Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Mengenal Konsep Wilayatul Faqih (2)

Mengenal Konsep Wilayatul Faqih (2)

 

Imam Khomeini mengatakan: “Adalah jelas keharusan menjalankan hukum meniscayakan keharusan mendirikan pemerintahan Rasulullah tak sebatas di masa hidup beliau saw saja. Keharusan ini berlanjut setelah beliau wafat, bahwa hukum-hukum Islam tak terbatas pada masa dan tempat tertentu, dan tetaplah berlaku untuk selamanya serta harus dijalankan.

Sekiranya hanya untuk masa beliau saw saja niscaya setelah itu (hukum-hukum Islam) akan ditinggalkan. Lalu hukuman dan qishash yakni hukum pidana Islam tidak akan dijalankan; atau berbagai macam perkara material tidak akan ditentukan; atau pembelaan tanah dan umat Islam akan berhenti.

Kesimpulan tersebut bahwa undang-undang Islam diliburkan atau terbatas pada masa dan tempat tertentu saja, hal ini bertentangan dengan perkara-perkara aksiomatis dalam akidah Islam. Oleh karena itu, jika menjalankan hukum sepeninggal Rasulullah saw adalah sebuah keharusan untuk selamanya, maka mendirikan pemerintahan dan perangkat pelaksanaan (hukum) serta penataan (urusan masyarakat) diharuskan. Tanpa keharusan ini yang menempatkan semua tindakan orang-orang di bawah sistem yang adil melalui pelaksanaan undang-undang, akan muncul kekacauan-kekacauan dan kerusakan-kerusakan sosial, moral dan keyakinan. Jadi, agar tidak terjadi demikian, solusinya hanyalah mendirikan pemerintahan dan menata semua urusan kenegaraan..”

 

Keharusan yang tak Diragukan

Imam Khomeini dalam bukunya, “Wilayate Faqih”, dalam menjelaskan masalah (keharusan menjalankan undang-undang Islam berlaku untuk kapanpun dan di manapun) ini melontarkan beberapa soal berikut:

1-Sudah lebih dari seribu tahun dari masa ghaib shugra (kegaiban Imam Mahdi as dengan adanya empat wakil beliau) hingga sekarang ini, dikarenakan suatu maslahat sehingga Imam Mahdi tidak muncul. Di sepanjang waktu yang lama ini, haruskah hukum-hukum Islam tetap eksis tapi tidak dijalankan dan siapapun dapat berbuat semaunya, lalu terjadi kekacauan-kekacauan?

2-Undang-undang yang disampaikan, dijelaskan dan dijalankan Rasulullah selama duapuluh tiga tahun dengan segala upaya, apakah hanya untuk masa terbatas? Apakah Tuhan membatasi (masa) hukum-hukum-Nya selama duapuluh tahun? Dan pasca ghaib shugra, Islam melepaskan semua yang ada pada dirinya (tinggal sebuah nama)?

Tak seorangpun dapat mengatakan: “Kita tak harus membela batas-batas, celah-celah dan segenap tanah air Islam. Atau tak harus menerima keuangan, jizyah (pajak; yang Ahlulkitab harus bayarkan kepada Islam), kharaj (pajak bumi), khumus dan zakat; dan hukum pidana Islam, denda dan qishash dinon aktifkan..” Pernyataan bahwa tiada keharusan mendirikan pemerintahan Islam telah menolak keharusan melaksanakan hukum-hukumnya.

Sepeninggal Rasulullah saw tak seorang muslim pun meragukan konsep keharusan adanya pemerintahan. Semua sepakat atas keharusan ini. Perselisihan hanya mengenai siapa yang akan memegang urusan ini dan menjadi kepala pemerintahan. Oleh karena itu, sesudah Rasulullah saw pemerintahan terbentuk di masa para sohibul khilafah dan masa Amirul mu`minin as, dan telah ada pemerintahan, penataan dan pelaksanaan.

 

Apa dan Bagaimana Hukum Islam itu?

Dalil lainnya atas keharusan mendirikan pemerintahan ialah subtansi dan kualitas hukum syariat Islam, bahwa untuk mendirikan sebuah pemerintahan dan manajemen -politik, ekonomi dan budaya- masyarakat disyariatkan:

Pertama, hukum syariat yang mencakup aneka undang-undang yang membangun sebuah sistem sosial yang menyeluruh. Dalam sistem ini hak asasi manusia memerlukan kesiapannya meliputi:

Pola interaksi dengan tetangga, anak-anak, keluarga, kaum dan warga kotanya, juga urusan-urusan pribadi dan kehidupan rumah tangga. Hingga undang-undang menyangkut perang dan damai serta menjalin hubungan dengan semua bangsa (negara). Juga hukum pidana, sampai masalah hak-hak perniagaan, pengrajinan, pertanian (dan lainnya).

Untuk urusan-urusan pra nikah dan pembuahan sperma ada undang-undangnya yang mengatur bagaimana nikah terwujud; apa yang harus diperbuat terkait (nafkah) makan di saat itu atau saat terjadi pembuahan sperma; apa tugas-tugas ayah dan ibu terhadap anak mereka di masa menyusui; bagaimana mendidik anak; bagaimana prilaku pria dan wanita terhadap satu sama lain dan terhadap anak-anak. Untuk semua periode tersebut terdapat undang-undang yang membina manusia untuk menjadi manusia yang sempurna. Adalah manusia undang-undang yang bergerak sebagai pelaksana undang-undang yang sadar akan tugas.

Adalah jelas Islam mempunyai perhatian -sampai batas tertentu- pada pemerintahan dan urusan-urusan terkait politik dan ekonomi masyarakat, hingga semua kondisi memungkinkan bersedia membangun manusia yang baik dan utama.

Alquran dan Sunnah mencakup semua undang-undang Islam yang diperlukan manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaannya. Dalam (kitab hadis) al-Kafi terdapat satu pasal dengan tema “Semua Kebutuhan Manusia Diterangkan dalam Alquran dan Sunnah”.

Alquran adalah kitab “untuk menjelaskan segala sesuatu” (تِبْياناً لِكُلِّ شَيْ‏ءٍ QS: an-Nahl 89), menerangkan segala sesuatu dan semua urusan.

Diriwayatkan dari Murazim dari Abu Abdillah (Imam Shadiq) as bahwa segala yang diperlukan hamba-hamba Allah terdapat di dalam Alquran dan Sunnah. (Ushul al-Kafi juz 1, hal 76, 77, kitab “Fadhlu al-‘Ilm’)

 

Referensi:

Welayate Faqih/Imam Khomeini

Post Tags
Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT