Ketika seorang anak lahir, ia akan dihadapkan pada serangkaian tuntutan peran dan tuntutan moral tertentu berdasarkan jenis kelaminnya. Peran gender dan tuntutan moral tersebut biasanya sudah mulai diajarkan sejak masa kanak-kanak. Di Indonesia sampai sebelum tiga dekade terakhir, masing-masing jenis kelamin menjalankan peran dan tuntutan moral tersebut sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakatnya.
Kemudian tibalah masa ketika persamaan peran menjadi isu penting di seluruh bagian dunia. Perbedaan dan pembedaan tidak lagi menjadi hal yang diterima, bahkan dapat didakwa sebagai tindakan diskriminatif. Pengusung agenda persamaan menggugat perbedaan nilai-nilai moral yang dilekatkan kepada laki-laki dan perempuan karena dianggap tidak adil serta merugikan bagi perempuan. Perbedaan pendidikan moralitas anak perempuan dengan anak laki-laki menjadi hal yang dipertanyakan. Bagaimana perspektif Islam berkaitan tentang etika moral antara laki-laki dan perempuan? Adakah perbedaan yang diskriminatif di dalamnya?
Persamaan etika moral antara perempuan dan laki-laki
Apa yang menjadi jaminan pelaksanaan etika moral bagi seseorang? Berbeda dengan aturan hukum positif, pelaksanaan nilai moral tidak membutuhkan kontrol eksternal. Motivasi internal menjadi hal penting bagi seseorang untuk menjalankan aturan moral tanpa adanya pengawasan dari eksternal.
Referensi teks agama yang kita miliki banyak memuat nilai persamaan perempuan dan laki-laki. Laki-laki dan perempuan sama-sama dituntut untuk melaksanakan nilai luhur seperti keberpihakan pada keadilan, jujur, amanah, altruistik, dermawan, sabar dan toleransi. Kedua jenis kelamin ini juga dianjurkan untuk menjauhi perbuatan yang bertentangan dengan moral seperti: melakukan penindasan, menuduh orang lain, menggunjing, kikir, dan iri.
Baca: “Persamaan Perempuan dan Laki-laki Dalam Perspektif Islam (Bag. 1)“
Perbedaan etika moral perempuan dan laki-laki
Sebagaimana diketahui, moralitas meliputi aspek kognisi, afeksi dan motorik. Perbedaan perempuan dan laki-laki dalam 3 aspek tersebut sedikit banyak mempengaruhi kemampuan keduanya dalam pelaksanaan nilai moral. Meskipun pendapat tentang perbedaan tersebut tidak sama menurut perspektif kelompok feminis, ahli biologi dan psikologi, namun adanya perbedaan tidak diragukan lagi. Kelompok feminis radikal bahkan mengakui adanya karakteristik khusus pada perempuan yang memiliki kemampuan untuk mengandung. Para ilmuwan membuktikan bagaimana karakteristik tersebut mempengaruhi perilaku tertentu. Al Quran juga mengisyaratkan beberapa dari perbedaan tersebut yang pembahasannya memerlukan tempat tersendiri.
Baca: “14 Faktor Penyebab Terjadinya Penyimpangan Seksual (1)“
Selain hal telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa tuntutan moral yang secara spesifik ditujukan kepada perempuan. Apakah tuntutan khusus ini merupakan produk dari nilai patriarki yang mengutamakan laki-laki atas perempuan? Secara umum terdapat dua prinsip yang menjadi landasan perbedaan nilai moral antara perempuan dan laki-laki;
- Adanya perbedaan biologis dan psikologis,
- Sumber konstruksi norma eksternal untuk manusia yang memiliki potensi untuk menerima pendidikan.
Tentunya tidak dapat dipastikan berapa besar perbedaan perilaku perempuan dan laki-laki berdasarkan biologisnya. Hal ini disebabkan karena manusia juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan perilakunya juga dibentuk oleh nilai moral yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan prinsip bahwa manusia merupakan mahkluk yang siap menerima pendidikan, perilaku tersebut mengalami reproduksi dari generasi ke generasi. Kadang perilaku tertentu secara budaya dianggap baik sebagai pekerjaan feminin atau maskulin, namun tidak demikian halnya pada budaya di tempat lain. Berdasarkan hal ini dapat dinyatkaan bahwa masyarakat di berbagai tempat mendefenisikan nilai yang berbeda menurut kesepakatan mereka atas pengaruh faktor lain setelah fisik dan psikologis. Pada masyarakat zaman ini, agama menjadi salah satu sumber dalam mendefenisikan baik atau tidaknya suatu perbuatan. Kita menyaksikan banyaknya persamaan nilai moral antara laki-laki dan perempuan tanpa mengabaikan akar berbedaan yang membawa manfaat bagi kedua jenis kelamin, keluarga dan masyarakat.
Kesucian sebagai etika moral penting bagi perempuan
Dalam teks agama, kadang nilai tertentu dianggap lebih baik ada pada perempuan atau laki-laki. Misalnya pada riwayat berikut: “Enam hal ini baik, tapi lebih baik jika ada pada 6 kelompok. Adil merupakan kebaikan, namun keadilan seorang penguasa lebih baik. … dan sifat malu merupakan kebaikan, namun akan lebih baik sifat malu yang dimiliki perempuan”. Riwayat lain yang dinukil dari Amirul Mukminin Ali as: “Sebaik-baiknya sifat yang dimiliki perempuan dan akan menjadi buruk jika dimiliki laki-laki; sombong, takut dan kikir. … maka jika perempuan memiliki sifat takut, ia akan selamat dari hal yang membahayakan dirinya”.
Baca: “Kebahagiaan Perempuan: dari Menjaga Kehormatan hingga Kemuliaan Masyarakat“
Jelas saja sombong, takut dan kikir pada dasarnya tidak baik bagi perempuan dan laki-laki. Riwayat ini mengacu pada makna atau manifestasi khusus yang berhubungan dengan perempuan. Sombong yang dimaksud pada riwayat bermakna tidak peduli kepada laki-laki asing/bukan muhrim dan sombong dalam hal sensual kepada selain pasangannya. Sedangkan kikir berarti kecenderungan terhadap harta suami yang dipercayakan kepadanya dan takut dalam hal ini mengutamakan kesucian. Pengutamaan kesucian perempuan akan meredam hal yang berhubungan dengan sensualitas. Pandangan kepada perempuan dengan bingkai seksualitas merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hari ini kekerasan seksual tercatat sebagai kasus yang paling banyak dalam catatan kekerasan terhadap perempuan. Tidak menjaga kesucian akan menempatkan perempuan pada wilayah yang berbahaya secara fisik dan psikologis. Ibu yang lebih banyak terlibat dalam proses transformasi nilai moral kepada anak-anaknya akan mengalami kendala ketika ia tidak menjaga kesucian. Kesucian yang tidak terjaga juga membawa pengaruh buruk kepada masyarakat, misalnya berkurangnya kenyamanan dan ketentraman sosial.
“Tidak menjaga kesucian akan menempatkan perempuan pada wilayah yang berbahaya secara fisik dan psikologis. Ibu yang lebih banyak terlibat dalam proses transformasi nilai moral kepada anak-anaknya akan mengalami kendala ketika ia tidak menjaga kesucian.”
Perbedaan tuntutan moral merupakan pendukung berjalannya fungsi dan peran masing-masing jenis kelamin. Karena itu, perbedaan pendidikan moral antara anak perempuan dan anak laki-laki juga menjadi penting. Tidak ada salahnya jika sejak kecil anak perempuan diperkenalkan dengan tuntutan moral secara spesifik sesuai dengan jenis kelaminnya.
Sumber: (Jaygah va huquq zan dar Islam, Fariba Alesvand, Markaz Faaliyathaye Dini Syahrdari Tehran, Azar Mah 1395 Hs.)