Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Moralitas sebagai Landasan Politik: Perspektif Imam Khomeini

Imam Khomeini percaya bahwa jika manusia dibiarkan mengikuti kehendak pribadinya, ia akan terjerumus ke dalam hawa nafsu dan materialisme. Hal ini juga dapat mengakibatkan sistem pendidikan dan politik yang sembrono. Dalam kondisi tersebut, bahkan sistem yang benar pun tidak akan mampu memperkuat dimensi spiritual. Namun, kita tahu bahwa dasar dari segala sesuatu adalah dimensi spiritual, dan dengan mereformasi serta meningkatkan dimensi rohani dalam diri, semua masalah lainnya dapat terselesaikan.

Imam Khomeini juga menganggap bahwa masalah utama dalam dunia kontemporer adalah masalah moral. Jika masalah ini tidak diselesaikan, dunia akan menuju kehancuran. Menurutnya, ancaman terbesar bagi dunia bukanlah senjata atau teknologi, tetapi penyelewengan moral, seperti ketidakjujuran dan korupsi di kalangan pemimpin dan pejabat pemerintahan.

Imam Khomeini menganggap bahwa Islam bukanlah aliran materialis, melainkan aliran material-spiritual. Islam datang untuk memperbaiki moral manusia, dan tujuan dari seluruh nabi adalah mendidik manusia. Oleh karena itu, sumber dari setiap pendekatan politik seharusnya adalah akhlak. Memberi perhatian kepada dimensi spiritual adalah suatu keharusan, karena fondasi segala sesuatu adalah rohani. Tanpa akhlak, politik tidak akan mampu membimbing manusia dan menjaga kepentingan-kepentingan sejati mereka.

Baca: Imam Khomeini: Kiat Untuk Menghasilkan Kehadiran Hati dalam Salat

Imam Khomeini percaya bahwa manusia bukanlah makhluk satu dimensi, begitu juga masyarakat. Manusia tidak hanya terbatas pada kebutuhan fisik seperti makanan dan minuman. Jika ada dua kebijakan, satu yang bersifat hewani dan salah, dan satu yang benar, mereka akan membimbing masyarakat ke dalam satu dimensi yang bersifat hewani dan material. Oleh karena itu, politik dalam Islam telah ditentukan oleh para nabi dan wali Allah. Mereka ingin membimbing seluruh masyarakat dan individu, serta membuka jalan bagi kepentingan manusia secara rasional.

Politik adalah perluasan dari etika, dan etika adalah fondasi politik. Tujuan dari keduanya adalah pertumbuhan dalam dimensi material dan spiritual manusia. Oleh karena itu, Islam telah menetapkan hukum-hukumnya bagi umat manusia. Hukum-hukum Islam, meskipun memperhatikan masalah individu, juga mencakup aspek-aspek masyarakat, pendidikan, dan politik, semuanya mengarah ke satu tujuan. Hukum-hukum ini harus mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan manusia, bersifat komprehensif dalam cakupan, dan harus saling melengkapi.

Dari sudut pandang Imam Khomeini, Islam memiliki aturan dan regulasi yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari kelahiran hingga kematian. Hukum-hukum ini bersifat komprehensif dan serba guna. Islam memiliki pandangan dunia yang mencakup segala aspek kehidupan, dari dunia fisik hingga surga. Islam memiliki tesis dan program yang bersatu dalam satu kerangka tunggal.

Islam bukan hanya agama ketaatan atau agama politik semata, melainkan agama ketaatan dan politik yang tidak dapat dipisahkan. Ketaatan dalam Islam identik dengan politiknya. Ketaatan tidak dapat dibedakan dari politik, karena aspek ketaatan mencakup berbagai tingkatan politik. Imam Khomeini bahkan sampai pada tahap yang secara eksplisit menganggap akhlak agama dan politik sebagai satu. Dia memahami bahwa ajaran-ajaran etika Islam juga memiliki dimensi politik.

Al-Quran mengajarkan bahwa semua mukmin adalah saudara, dan ini bukan hanya ajaran etika, tetapi juga memiliki implikasi sosial dan politik yang besar. Jika semua mukmin, terlepas dari mazhab atau aliran keyakinan mereka, dianggap sebagai saudara, maka cinta antar mereka dan solidaritas di antara lapisan masyarakat menjadi prinsip yang sangat penting.

Kesimpulannya, pandangan Imam Khomeini dan pemikirannya tentang etika dan politik adalah bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan. Etika (akhlak) dan politik memiliki hubungan yang tak terpisahkan. Hal ini berarti bahwa kebohongan, penindasan, kezaliman, dan kejahatan, baik dalam skala individu maupun sosial, dianggap sebagai tindakan yang buruk. Penguasa dalam Islam harus mematuhi prinsip-prinsip etika dan tidak melampaui batas-batasnya. Meskipun tugas ini mungkin sulit, bukan berarti mustahil dilakukan. Hanya dengan mematuhi prinsip-prinsip etika, sistem Islam dapat memelihara otoritas politiknya dan menjaga kepentingan-kepentingan nyata dalam jangka panjang.

Baca: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan Imam Khomeini

Politik harus selalu berakhlak dan etis. Dalam standar moral ini, politik harus ditanamkan pada dasar akhlak. Ini adalah dasar dan inti pengajaran Islam. Sejarah memberikan bukti tentang keunggulan prinsip ini, dan jika gagal di beberapa tempat, itu bukan berarti gagal secara universal atau mustahil untuk dicapai.

Bahkan dalam pemikiran politik modern, banyak pemikir telah menyimpulkan bahwa politik yang etis adalah satu-satunya cara untuk memastikan kelangsungan hidup. Meskipun ada pandangan yang berbeda, seperti pandangan Machiavelli tentang pemisahan politik dari etika, yang percaya bahwa politik yang etis lebih mungkin terjadi dalam bentuk pemerintahan republik daripada monarki absolut. Meskipun ada pelanggaran kontrak, pemerintahan republik lebih cenderung mematuhi perjanjian mereka dalam jangka panjang.

Dalam konteks ini, perbandingan antara pemahaman moral dan politik Imam Khomeini dengan sejarah dan pemikiran politik modern menunjukkan pentingnya mempertimbangkan prinsip-prinsip etika dalam politik untuk mencapai kesinambungan dan keadilan dalam masyarakat.

*Disarikan dari buku Politik Imam Khomeini: Wajah Etika Islam – Sayid Hasan Islami

No comments

LEAVE A COMMENT