Sebagian ulama yang bias dan pengikut Bani Umayah, seperti Ibnu Taimiyah, telah berusaha keras untuk membela Yazid bin Muawiyah. Mereka telah melangkah jauh untuk mengenalinya sebagai khalifah Islam yang sah pada zamannya. Namun, pada akhirnya, realitas memaksa sebagian besar ulama untuk mengakui kejahatan Yazid karena dialah penyebab berbagai bencana bagi umat Islam, khususnya selama tiga tahun kekhalifahan hasil rampasannya. Dalam jangka panjang, para pengikut Bani Umayah yang bias tidak bisa terus mengabaikan banyak kekejaman Yazid tersebut. Oleh karena itu, sebagian bersiasat untuk sepenuhnya menyangkal atau membenarkan kejahatan brutal Yazid itu.
Salah satu tindakan biadab Yazid yang ditimpakan pada umat Islam adalah peristiwa Harrah. Kejadian ini mengakibatkan pembunuhan brutal ribuan penduduk muslim Madinah. Perintah untuk pembantaian ini dikeluarkan oleh Yazid bin Muawiyah sendiri. Setelah tragedi Karbala, peristiwa Harrah juga merupakan salah satu kejahatan yang paling mengerikan dalam sejarah manusia dan insiden paling mengerikan yang terjadi pada masa pemerintahan Bani Umayah. Peristiwa ini merupakan pemberontakan penduduk Madinah terhadap kebijakan pemerintah dan penolakan terhadap kekuasaan Yazid dan Bani Umayah.
Revolusi dan pemberontakan ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:
1) Sentimen agama
Penduduk Madinah-lah yang sebelumnya menjadi yang pertama menyuarakan keberatan mereka terhadap Usman bin Affan. Sekarang, orang-orang ini pulalah yang mengalami kekuasaan Yazid bin Muawiyah yang gagal menegakkan kesucian ajaran agama. Oleh karena itu, penolakan dan protes mereka terhadap Yazid bermunculan. Usman bin Muhammad bin Abi Sufyan, Gubernur Madinah, telah mengirimkan sekelompok orang, yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar, untuk bertemu dengan Yazid di Damaskus, sehingga mereka bisa menyampaikan keluhan mereka kepadanya. Yazid pun memberikan hadiah kepada mereka untuk membungkamnya. Namun karena kebodohannya, dalam pertemuan ini, Yazid gagal untuk membuat mereka berpihak ke pihaknya. (Tarikh Thabari, 4/368; Al-Futuh, 3/179)
Baca: Perjuangan Imam Ali Zainal Abidin a.s. Pasca Tragedi Karbala
Ketika mereka pulang ke Madinah, mereka menjelaskan apa yang mereka lihat dari Yazid. Mereka berkumpul di Masjid Nabi Saw dan mulai berseru kepada orang-orang: “Kami baru datang dari majelis orang yang tidak beragama, meminum anggur, memainkan rebana dan menghabiskan malam dengan orang-orang hina, budak perempuan dan penyanyi wanita dan sebagai akibatnya telah meninggalkan salat.” (al-Bidayah wa al-Nihayah, 6/233)
Orang-orang bertanya kepada Abdullah bin Hanzhalah berita apa yang dia bawa dari khalifah. Dia menjawab: “Aku datang menemui seorang lelaki yang, aku bersumpah demi Allah, akan aku perangi jika tidak ada yang hadir kecuali anak-anakku.” Orang-orang berkata: “Kami telah mendengar bahwa Yazid telah memberimu uang dan hadiah.” Abdullah menjawab: “Memang benar, tetapi aku menerima uang dan hadiahnya hanya untuk tujuan menggunakannya demi memperoleh dan menyiapkan pasukan melawan Yazid sendiri.” Dengan cara ini, Abdullah mulai menghasut dan memprovokasi rakyat melawan Yazid dan orang-orang menyambut positif seruannya untuk memberontak. (Tarikh Thabari, 4/368)
Suyuthi menuliskan: “Alasan pemberontakan penduduk Madinah adalah bahwa Yazid telah melampaui segala batas-batas dan setiap batas dalam melakukan dosa.” (Tarikh al-Khulafa, hal. 209)
2) Karbala dan kesyahidan Imam Husain a.s.
Sekembalinya dari peristiwa Karbala, Imam Ali Zainal Abidin a.s. memberikan khotbah dan kata-katanya memiliki efek yang kuat pada penduduk Madinah. Selain itu, Sayidah Zainab Kubra dan perempuan lainnya, semua ibu yang telah kehilangan anak-anaknya dalam peperangan melawan Yazid, memberikan pidato publik dan menggambarkan secara rinci apa yang telah terjadi di Karbala. Setiap korban menjelaskan peristiwa Asyura dan apa yang terjadi di Karbala. Mereka juga memberikan cerita komprehensif tentang apa yang terjadi pada para tawanan dalam perjalanan dari Kufah ke Syam dan pertemuan mereka dengan Yazid. Semua berita ini memiliki dampak yang mendalam pada masyarakat Madinah.
Ketika Basyir bin Jadzlam membawa berita tentang kesyahidan Imam Husain a.s. dan pengarakan tawanan, di Madinah terasa seakan sangkakala telah ditiup mengumumkan Hari Kiamat. Kaum wanita Madinah keluar dari rumah-rumah mereka dan berjalan menuju gerbang kota. Kaum lelaki, wanita anak-anak, keluar dari rumah-rumah mereka bertelanjang kaki dan berteriak, “Ya Muhammad! Ya Muhammad! Ya Husain! Ya Husain! Ya Husain!” Sangat mirip dengan hari Nabi Saw wafat. (Maqtal Abi Mikhnaf, hal. 200)
3) Kekacauan dan perpecahan politik
Penyebab lain pemberontakan penduduk Madinah terhadap pemerintahan Bani Umayah adalah perilaku tidak bermoral dan korupsi. Abdullah bin Zubair menulis surat kepada Yazid bin Muawiyah di mana dia mengkritik Walid bin Uqbah, Gubernur dan wakil Yazid di Madinah.
Ibnu Zubair menuliskan: “Kau telah mengutus seorang manusia yang keras dan brutal kepada kami. Dia tidak memberikan sedikit pun perhatian pada apa yang benar dan adil. Dia tidak memerhatikan nasihat juga tidak mengindahkan kata-kata orang bijak. Jika kau telah mengirimkan orang yang fleksibel, kami bisa berharap bahwa pekerjaan rumit ini bisa menjadi lebih mudah.” (Nihayah al-Arab, 6/216)
Kemudian Yazid mencopot Walid bin Uqbah dari jabatannya dan menggantinya dengan Usman bin Muhammad bin Abi Sufyan. Usman juga seorang pemuda yang sombong dan tidak mampu serta tidak memiliki pengalaman. Pada masa dia menjadi gubernur Madinah peristiwa Harrah terjadi.
Akumulasi dari faktor-faktor tersebut menjadi landasan bagi suatu ledakan; satu-satunya hal yang dibutuhkan hanyalah sebuah percikan dan percikan api itu datang sebagai berikut: Ibnu Mina, representatif keuangan Yazid dan orang yang bertanggungjawab untuk mengumpulkan pajak, berniat mengambil semua kekayaan yang dia kumpulkan dari Harrah hingga Syam untuk Yazid. Sekelompok pengunjuk rasa dari Madinah menghalangi jalannya. Mereka menyita semua pajak dan kekayaan yang dibawa oleh Ibnu Mina. Ibnu Mina melaporkan masalah ini ke Usman bin Muhammad bin Abi Sufyan, gubernur Madinah. Usman melaporkan masalah ini ke Yazid bin Muawiyah dalam surat yang dia kirim ke Syam. Sebagai akibatnya, Yazid terhasut melawan rakyat Madinah. Tarikh Yaqubi, 2/250)
Yazid menjadi sangat marah ketika dia mendengar berita ini. Dia berkata: “Aku bersumpah demi Allah! Aku akan mengirim tentara yang besar melawan mereka, dan dengan cara ini aku akan menghancurkan mereka di bawah kaki kuda.” (Wafa’ al-Wafa, 1/127)
Konfrontasi Langsung
Abdullah bin Hanzhalah mengajak orang-orang untuk konfrontasi dan pertempuran terakhir dengan Yazid bin Muawiyah dan seluruh Bani Umayah. Statusnya yang baik di hadapan masyarakat menjadi alasan orang-orang mempercayainya dan berhimpun di sekelilingnya. Mereka bahkan memilih dia sebagai gubernur Madinah dan membaiat kepadanya serta menggulingkan Yazid bin Muawiyah dari kekhalifahan. (Ibnu Sa’ad, al-Thabagat al-Kubra, 5/47)
Setelah ini, rakyat mengusir wakil Yazid, Usman bin Muhammad bin Abi Sufyan, dari kota Madinah. Ini terjadi pada hari pertama dari bulan Muharam, tahun 63 Hijriyah. Kemudian, mereka memenjarakan semua anggota keluarga Bani Umayah dan para pengikut mereka dari kalangan suku Quraisy di rumah Marwan bin Hakam. Namun mereka tidak membahayakan para tahanan. (Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, 4/111)
Gubernur Madinah yang digulingkan mengirim kemeja robek beserta sebuah surat ke Syam memohon bantuan. Dia menulis kepada Yazid: “Jawablah panggilan kami untuk pertolongan. Penduduk Madinah telah mendorong klan kami keluar dari kota.” (Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, 4/114)
Baca: Para Wanita yang Menyertai Imam Husain a.s. dari Madinah ke Karbala
Surat ini sampai kepada Yazid pada malam hari. Yazid segera pergi ke masjid, naik mimbar dan berseru: “Wahai rakyat Syam! Usman bin Muhammad bin Abi Sufyan, gubernur Madinah, telah menulis kepadaku dengan mengatakan bahwa penduduk Madinah telah mengusir anggota keluarga Bani Umayah dan seluruh pendukung kita keluar dari kota. Aku bersumpah demi Allah, menelan berita ini lebih sulit bagiku daripada hidup tanpa keindahan dan kenikmatan dunia.” (al-Mahasin wa al-Masawi, 1/46)
Mengirim Tentara ke Madinah
Pada awalnya, Yazid memilih Dhahhak bin Qais Fihri sebagai komandan tentara yang bertanggungjawab untuk melaksanakan serangan ke Madinah, namun dia menolak untuk menerima tanggung jawab ini. Kemudian Yazid memilih Amr bin Sa’id Ashdaq. Dia juga menolak untuk menerima tanggung jawab ini. Setelah dia, Yazid memilih Ubaidillah bin Ziyad. Namun, semua orang ini, dengan suatu cara atau cara lain, menolak untuk melaksanakan tanggung jawab ini. (Ibnu Sa’ad, al-Thabaqat al-Kubra, 5/176)
Akhirnya, seorang lelaki bernama Muslim bin Aqabah menerima untuk bertanggungjawab atas pelaksanaan serangan terhadap Madinah. Yazid mengangkatnya sebagai komandan pasukan untuk konfrontasi ini. Orang ini setuju untuk melaksanakan tanggung jawab ini terlepas dari fakta bahwa dia adalah orang buruk yang berusia di atas sembilan puluh tahun. (Al-Futuh, 3/180)
*Dikutip dari buku Asyura dan Kebangkitan Imam Husain – Ali Ashgar Ridhwani