Nabi Saw secara terang-terangan menunjuk Imam Ali sebagai penggantinya dalam beberapa kesempatan. Salah satu peristiwa penting adalah saat Nabi Saw diperintahkan Allah untuk menyampaikan dakwah kepada sanak keluarganya, yang dikenal sebagai da’wat dzul asyirah. Saat Nabi Saw meminta bantuan untuk berdakwah dan mencari penerusnya, mayoritas menolak kecuali Ali yang dengan berani menyatakan dirinya sebagai pembantu dan memperingatkan siapa pun yang menentang Nabi. Nabi Saw merespons dengan penuh kasih sayang, memeluk Ali, dan menginginkan semua yang hadir untuk mendengar dan mengikuti Ali sebagai wakilnya. Kejadian ini menegaskan peran Imam Ali sebagai penerus Nabi dan mendukung Islam sebagai agama baru. Pengakuan ini sangat dihargai oleh teolog, sejarawan, dan pemikir yang menghormati nilai dukungan Ali terhadap Nabi dan perannya sebagai penerus dalam babak awal sejarah Islam. (Tarikh Tabari)
Pada peristiwa kedua, setelah Imam Ali meraih kemenangan dalam pertempuran Khaybar, Nabi dengan tegas dan jelas mengungkapkan kekagumannya terhadap Ali. Nabi Saw menyatakan keinginannya untuk menunjuk Ali sebagai penjaga dan pendakwah misi ajaran Islam setelah beliau wafat. Nabi Saw menggunakan kata-kata yang ekspresif, menyamakan Ali dengan Harun bagi Musa as. dan menggambarkan kedekatan mereka di Hari Kiamat dan di Telaga Kautsar. Nabi Saw juga menegaskan bahwa permusuhan terhadap Ali adalah permusuhan terhadap dirinya sendiri, dan perang melawan Ali adalah perang melawan dirinya sendiri. Nabi Saw menyatakan bahwa keimanan Ali setara dengan keimanan dirinya. Kata-kata ini menunjukkan ketegasan dan kepastian Nabi Saw dalam memilih Ali sebagai pemimpin dan penerusnya.
Tidak ada ucapan yang lebih kuat, lebih fasih, lebih tajam, atau lebih jelas dengan petunjuk yang lebih pasti daripada apa yang telah diungkapkan oleh Nabi Saw. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Saw mengungkapkan kata-kata semacam itu untuk orang lain selain Ali. Hal ini menegaskan bahwa Nabi Saw secara eksplisit dan konsisten menunjuk Ali sebagai penerusnya dan memiliki kepercayaan yang kuat terhadap kualitas kepemimpinan dan keimanan Ali.
Peristiwa Perang Tabuk menjadi bukti ketiga penting dalam menunjukkan Nabi Saw secara jelas menunjuk Imam Ali sebagai penerusnya. Pada saat itu, Nabi Saw mendapat kabar bahwa pasukan Romawi dan suku Arab telah bersatu untuk menyerang negara Islam. Nabi Saw memutuskan untuk menghadapi mereka dan melindungi tanah air Islam dari invasi tersebut. Situasi semakin kritis karena kelaparan melanda Hijaz, Thaif, dan Yaman, dan kaum munafik mengadakan propaganda untuk menyebabkan keraguan di kalangan umat Islam, dengan mengklaim bahwa kelaparan adalah tanda bahwa Allah tidak menyukai umat Muslim dan ingin membinasakan mereka. Nabi Saw menyadari bahwa pemerintahan Islam harus dipegang oleh pemimpin yang setia dan kuat agar pasukan Islam tidak hancur di tangan musuh.
Baca: Infografis: Fakta dan Data Peristiwa Ghadir Khum
Dalam konteks ini, Nabi Saw menunjuk Imam Ali sebagai pemegang jabatan tersebut. Nabi Saw menganggap bahwa hanya Ali yang dapat menjaga negeri Muslim dan mempertahankan pertahanan pasukan Islam. Nabi Saw percaya pada Ali dan mengangkatnya sebagai pengawal utama untuk mempertahankan benteng terakhir pasukan Islam dan untuk meneruskan dakwahnya. Nabi Saw berkata, “Ya Ali, tidak ada yang mampu menjaga negeri Muslim selain dirimu dan aku.”
Namun, kaum munafik yang mayoritas di Madinah merasa kecewa dengan keputusan ini dan mulai melancarkan propaganda untuk mencemarkan nama Ali. Mereka mencoba meyakinkan orang bahwa Nabi Saw telah kehilangan kepercayaan pada Ali, padahal sebenarnya itu adalah fitnah semata. Mendengar fitnah ini, Ali merasa marah dan segera menemui Nabi Saw untuk mengabarkan kondisi yang terjadi di Madinah. Dalam pertemuan tersebut, Nabi Saw menegaskan bahwa fitnah tersebut sama seperti yang pernah mereka lakukan terhadap dirinya. Nabi Saw mengakui bahwa dia telah mengangkat Ali sebagai wakil dan penerusnya dalam segala hal yang dia tinggalkan. Nabi Saw memastikan Ali bahwa Ali adalah seperti Harun bagi Musa, dan kedudukan Ali sangat penting bagi Nabi Saw.
Dengan peristiwa Perang Tabuk dan pernyataan Nabi Saw, tidak ada keraguan lagi bahwa Nabi secara tegas dan jelas menunjuk Ali sebagai penerusnya dan memiliki kepercayaan yang kuat terhadap Ali sebagai pemimpin umat Islam setelah beliau.
Peristiwa Ghadir Khum merupakan bukti keempat yang kuat mengenai penunjukan Imam Ali sebagai pengganti Nabi Saw. Ketika Nabi Saw dan para pengikutnya dalam perjalanan pulang setelah menunaikan Haji Wada, mereka singgah di sebuah tempat bernama Khum. Di sana, Nabi Saw mengumpulkan seluruh jamaah haji yang menemaninya dan memberikan pidato penting. Dalam pidatonya, Nabi Saw menyatakan niat tulusnya untuk menunjuk seorang penerus. Beliau mengatakan kepada Imam Ali, “Engkau bagiku adalah seperti Harun bagi Musa as. Allah senantiasa menjadi teman bagi teman Ali dan menjadi musuh bagi musuhnya; menolong mereka yang membantunya dan menggagalkan mereka yang berkhianat kepadanya.”
Lebih dari 50.000 orang menyaksikan peristiwa Ghadir Khum, termasuk sahabat-sahabat senior seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Zubair ibn Awam, Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Abbas, dan Aisyah. Banyak saksi mata yang menuturkan peristiwa tersebut, dan sekitar 153 sejarawan, penulis biografi, penghimpun hadis, dan penulis Sirah dari abad pertama Hijrah hingga abad ke-13 Hijrah telah mendokumentasikan peristiwa ini secara detail. Di tempat tersebut, Nabi Saw secara tiba-tiba menghentikan perjalanan dan menyampaikan bahwa dia telah menerima wahyu yang harus disampaikan kepada umat Muslim. Nabi Saw mengutus beberapa orang untuk mengumpulkan jamaah yang berada di barisan depan dan yang mengikuti dari belakang. Setelah semua jamaah berkumpul, Nabi Saw melaksanakan salat zuhur di bawah teriknya cuaca musim panas.
Kemudian, Nabi Saw berdiri di atas mimbar dan memberikan pidato yang dianggap sebagai salah satu karya besar dalam khazanah sastra Arab. Pidato Nabi Saw berisi tinjauan singkat tentang ajarannya dan keberhasilan yang telah dicapai dalam membimbing umat Muslim. Nabi Saw menegaskan bahwa dia telah menerima wahyu dan meminta umat untuk memahaminya dengan baik.
Dalam pidatonya, Nabi Saw mengungkapkan bahwa dia meninggalkan dua perkara yang sangat penting untuk umat Muslim, yaitu Al-Qur’an dan keluarganya (Ahlulbait). Nabi Saw menekankan pentingnya memperlakukan mereka dengan baik dan menjaga persatuan di antara keduanya. Beliau menyatakan bahwa siapa pun yang menjadi pemimpinnya, maka Ali juga akan menjadi pemimpinnya. Nabi Saw menyatakan, “Dia bagiku seperti Harun bagi Musa as.”
Setelah pidato tersebut, Nabi Saw mengajukan beberapa pertanyaan kepada seluruh jamaah, yang dijawab dengan penuh keyakinan bahwa mereka percaya dan menyaksikan semua yang telah disampaikan oleh Nabi Saw. Nabi Saw menguatkan penegasannya dan menyampaikan bahwa Allah adalah pemimpinnya dan dia adalah pemimpin atas seluruh umat Muslim, dengan kekuasaan yang lebih besar daripada diri mereka sendiri.
Baca: Para Ulama Periwayat Hadis Ghadir Khum
Setelah seremoni ini, Nabi Saw turun dari mimbar dan memerintahkan pemasangan sebuah tenda. Imam Ali dihormati dengan duduk di kursi Nabi dan dipanggil sebagai Amirul Mukminin (pemimpin kaum mukmin). Umar ibn Khattab adalah orang pertama yang memberikan selamat dan memanggilnya sebagai Amirul Mukminin, mengakui bahwa Ali telah menjadi pemimpinnya dan pemimpin seluruh umat Islam.
Peristiwa Ghadir Khum menjadi bukti yang sangat kuat dan diakui oleh banyak saksi mata serta para sejarawan dan penulis terkemuka bahwa Nabi Saw secara jelas menunjuk Imam Ali sebagai penerusnya dan pemimpin umat setelah beliau.
*Disarikan dari buku karya Muhammad Askari Jafari – Gold Profile of Imam Ali