Imam Ali a.s. adalah sosok pemimpin teladan. Kepeduliannya kepada sesama, terutama kepada rakyat kecil dan kaum tertindas, sangat besar. Ketika menjabat sebagai khalifah, Ali memiliki kebiasaan untuk berjalan keliling kota, untuk menjumpai warga dan mendengarkan keluhan mereka secara langsung. Dengan cara seperti itu, Ali sering bisa menyelesaikan masalah rakyatnya secara langsung.
Akan tetapi, hari itu, udara sangat panas. Sinar matahari di siang hari, di saat musim panas, memanggang kota Kufah, yang dikelilingi oleh gurun pasir. Tak banyak orang mau pergi ke luar rumah di siang hari seperti itu. Segala urusan ditunda, menunggu matahari agak beranjak ke barat, sehingga suhu udara tidak begitu panas.
Sebagian besar penduduk kota memilih untuk tetap tinggal di rumah masing-masing untuk beristirahat. Akan tetapi, Imam Ali duduk di luar rumahnya, di bawah naungan tembok. Ia siap menyambut jika ada warga kota yang datang menyampaikan keluhan. (Baca: SafinahQuote: Manfaat Keghaiban Imam)
Lalu, datanglah seorang perempuan. Wajahnya terlihat sedih dan ketakutan.
“Wahai Amirul Mukminin, tolonglah saya. Saya berada dalam masalah. Suami saya menindas saya. Dia telah mengancam akan memukul dan mengusir saya keluar dari rumah. Saya meminta Anda untuk menegakkan keadilan di antara kami.”
“Wahai Hamba Allah, sekarang hari sudah terlalu panas. Tunggulah sampai hawa mendingin di sore hari,” kata Imam.
“Jika saya tinggal terlalu lama di sini, saya khawatir suami saya akan semakin marah.”
Sesaat Ali menundukkan kepala dan kemudian mengangkatnya dan berkata kepada dirinya sendiri. “Tidak, demi Allah, keadilan bagi orang-orang yang tertindas tidak boleh ditunda. Hak orang-orang yang tertindas harus diambil dari penindas.Ketakutan harus dihapuskan dari hatinya supaya dia bisa berdiri dengan berani di depan penindas dan menuntut haknya.” (Baca: Perpecahan di Tengah Umat Islam; Sebuah Telaah)
“Di mana rumahmu?” tanya Imam Ali.
“Tempatnya dekat sini.”
“Mari kita pergi.”
Perempuan itu pun berjalan pulang ke rumah dengan ditemani Imam Ali. Sampai di depan rumah, Imam Ali berseru, “Assalamualaikum, wahai pemilik rumah.”
Seorang lelaki muda keluar. Ditatapnya lelaki tua berusia sekitar enam puluh tahun itu, yaitu Imam Ali, yang sedang berdiri bersama istrinya. Dia tidak mengenali Imam Ali.
Imam Ali berkata, “Perempuan ini memiliki keluhan terhadap Anda. Dia mengatakan bahwa Anda telah menindasnya dan telah mengusirnya dari rumah. Selain itu Anda telah mengancam akan memukulnya. Saya datang ke sini untuk meminta Anda agar takut kepada Allah dan bersikap baik terhadap istri Anda.”
Lelaki muda itu menjawab marah, “Apa urusanmu?! Ya! Saya memang telah mengancam akan memukulinya! Tapi sekarang, dia malah kembali sambil membawamu. Baiklah, kemarahanku malah bertambah. Aku berjanji, akan melemparkannya ke api dan membakarnya hidup-hidup!” (Baca: Agama dan Pemerintahan – 1)
Mendengar kata-kata kasar di laki-laki muda itu, dengan segera Imam Ali menarik pedangnya dan berkata dengan suara cukup keras, “Aku hanya menasihatimu, anak mudaagar kamu berbuat baik. Aku peringatkan bahwa perbuatanmu itu sungguh buruk. Namun, kamu malah membalas dengan cara seperti ini, dan bahkan mengatakan untuk membakar istrimu ini. Apakah menurutmu, tidak ada pemimpin di dunia ini?”
Suara Imam Ali cukup keras sehingga mengundang perhatian tetangga sekitar. Mereka yang mendengar teriakan Imam Ali segera mendatangi rumah tersebut. Dilihatnya bahwa teriakan itu adalah suara Ali. Mereka menunjukkan sikap hormat sebagaimana layaknya penghormatan kepada seorang pemimpin.
“Assalamualaikum wahai Amirul Mukminin,” sapa mereka.
Betapa kagetnya kagetnya si pemuda yang kasar itu setelah menyadari siapa yang diajaknya bicara. Badannya langsung gemetar. (Baca: SafinahQuote: Amarah dan Aib)
“Wahai Amirul Mukminin, maafkan saya! Saya akui kesalahan saya dan berjanji, sejak saat ini saya akan bersikap baik pada istri saya.”
Ali menoleh kepada perempuan itu dan menyuruhnya masuk ke rumah. Ali juga menasehatinya agar selalu bersikap baik kepada suaminya, agar suaminya itu tidak marah lagi.
Begitulah sifat mulia Imam Ali a.s. Dia selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan dan menyelesaikan masalah rakyatnya. Semoga kita semua bisa mencontoh kebaikan Imam Ali. (dw)
(sumber: Dastane Rastan karya Ayatullah Murtadha Muthahhari)
Baca: “10 Kemuliaan Sayyidah Zainab as (1)“
Dedy | 1 January 2019
|
Mohon bisa streaming..