Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Khotbah Imam Ali tentang Permulaan Penciptaan Langit, Bumi, dan Malaikat

Segala puji bagi Allah, yang tak satu pun dari kita dapat menyampaikan pujian sepenuhnya bagi-Nya. Tak ada hitungan manusia yang mampu mencakup segala nikmat dan karunia-Nya. Tidak ada usaha manusia yang dapat memenuhi hak pengabdian kepada-Nya. Pikiran tidaklah mampu mencapai-Nya, dan hikmah tidak mampu merangkul esensi-Nya.

Sifat-Nya tidak dibatasi oleh tempat, tidak terwujudkan oleh kata-kata, tidak terbatas oleh waktu, dan tidak memiliki batas. Dengan kuasa-Nya, semua makhluk diciptakan-Nya. Dia menghembuskan angin dengan rahmat-Nya. Dia menenangkan getaran bumi dengan gunung-gunungnya.

Inti dari agama adalah mengenal Allah. Namun, pengetahuan tentang-Nya tidak akan lengkap kecuali dengan keyakinan. Keyakinan ini tidak akan lengkap kecuali dengan keyakinan akan keesaan-Nya. Keyakinan akan keesaan-Nya tidak akan lengkap kecuali dengan menolak semua sifat dari-Nya. Karena setiap sifat berbeda dengan yang disifati, dan setiap yang disifati tidak akan persis dengan sifat yang menyertainya. [1]

Jika seseorang melekatkan sifat kepada-Nya, sama saja dia telah mencampurkan-Nya dengan yang lain. Dan jika dia mencampurkan-Nya dengan yang lain, maka dia telah mempersekutukan-Nya. Dan jika dia mempersekutukan-Nya, maka dia telah memilah-milahkan Zat-Nya. Dan jika dia memilah-milahkan Zat-Nya, maka dia tidak benar-benar mengenal-Nya. Dan jika dia tidak mengenal-Nya, dia akan menunjukkan arah kepada-Nya. Dan jika dia menunjukkan arah kepada-Nya, maka dia telah menetapkan batasan untuk-Nya. Dan jika dia menetapkan batasan untuk-Nya, maka dia telah menganggap-Nya terbatas. Dan jika seseorang bertanya, “Di mana Dia?”, maka dia telah menganggap bahwa Allah terkandung dalam sesuatu. Dan jika seseorang bertanya, “Di atas apa Dia?”, maka dia telah mengosongkan Allah dari tempat-Nya.

Baca: Kedudukan Manusia dalam Sistem Penciptaan

Allah itu ada tanpa penciptaan. Dia bukan muncul dari ketiadaan. Dia “ada” bersama dengan segala sesuatu, namun tidak dalam kesatuan. Dia bukanlah yang lain dari segala sesuatu karena pemisahan darinya. Dia adalah Pencipta, namun tidak dengan gerakan atau alat. Dia Maha Melihat, bahkan sebelum adanya makhluk. Dia sendiri ada tanpa ada sesuatu yang membuat-Nya bergantung, dan tanpa kegelisahan ketika terpisah dari-Nya.

Permulaan penciptaan-Nya tidaklah diawali dengan pola sebelumnya, atau keraguan yang melingkupi-Nya, atau pengalaman yang diperoleh-Nya, atau gerakan yang dilakukannya, atau keinginan jiwa yang mendorong-Nya. Dia menciptakan segala sesuatu pada waktunya. Dia menyusun segala komponen dengan seimbang. Dia memberikan setiap entitas watak dan tabiatnya, kemudian menghubungkannya dengan “bayangannya”. [2]

Semua ini telah Dia ketahui sebelum segala sesuatu dimulai. Dia mengetahui batasan-batasan dan akhir-akhirnya. Dia mengetahui setiap yang terjadi di dalamnya. Dia menciptakan ruang angkasa yang luas. Dia membelah segala arah dan lapisan udaranya. Dia mengalirkan air yang bertabrakan arusnya, menggulungnya dalam ketinggian. Dia melepaskan angin yang kencang, menggoyang dan mengguncang, menjadikannya sebagai permukaan yang menahan air dari jatuh, dan mengamankannya dengan erat di atas permukaan. Di bawahnya, udara terbuka, dan di atasnya, air memancar dengan kuat.

Dia menciptakan angin “pendorong” [3] yang terus-menerus berembus kencang, yang meluas sangat jauh. Dia menugaskan angin ini untuk menggerakkan air yang deras dan ombak yang luas. Dia mengaduk dan mengacaukan air seperti dalam tempayan. Kehebatan-Nya sangat besar dalam hampa yang tak terhingga, mencampurkan yang tenang dengan yang berombak, sehingga menciptakan puncak yang tinggi dan buih yang menyebar jauh.

Dia mengangkat semuanya ke dalam hawa yang terbelah dan udara yang terbuka, dan Dia menciptakan tujuh lapisan langit. Lapisan terendahnya seperti gelombang yang padat, dan lapisan teratasnya seperti atap yang tinggi, tanpa ada tiang penyangga atau pengikat. Dia menghiasi langit-langit tersebut dengan bintang-bintang yang berkilauan terang. Dia memberikan cahaya yang terang benderang dan bulan yang bersinar di dalam perjalanan yang berputar-putar, melengkung dan melingkar.

Dia menciptakan celah di antara langit yang tinggi, kemudian Dia mengisinya dengan berbagai kelompok malaikat-Nya [4]. Di antara mereka, ada yang selalu bersujud dan tidak pernah ruku. Ada pula yang selalu ruku dan tidak pernah berdiri tegak. Ada yang selalu berbaris rapi dan tidak pernah bubar. Ada yang selalu bertasbih tanpa pernah jemu. Mereka tidak pernah tertidur, tidak pernah lalai, tidak pernah lemah, dan tidak pernah kehilangan kesadaran.

Baca: Penciptaan Manusia: Keterangan Al-Qur’an dan Teori Evolusi Darwin

Di antara mereka, ada yang diberikan amanat wahyu-Nya, yang menjadi penyambung lidah Rasul-rasul-Nya, yang bergerak bolak-balik untuk menyampaikan ketetapan dan perintah-Nya. Ada yang kaki-kakinya berpijak kokoh di bumi terendah, sedangkan lehernya menjulur ke langit teratas. Tubuh mereka meluas di seluruh penjuru dengan bahu mereka menopang ‘Arsy-Nya. Mereka membawa ‘Arsy-Nya dengan pandangan yang tertunduk, dengan sayap-sayap mereka melindunginya, dengan tirai kekuasaan-Nya yang menghalangi mereka dari makhluk lain. Mereka tidak pernah membayangkan Tuhan mereka dalam khayalan, tidak pernah memberikan atribut manusiawi pada-Nya. Tidak ada pandangan yang mampu mengaitkan-Nya dengan ruang atau menunjuk-Nya dalam bentuk apa pun.

*Syarah Nahjul Balaghah oleh Syaikh Muhammad Abduh

  1. Yang dimaksudkan di sini, sebagaimana dapat disimpulkan dari ucapan Imam Ali as. sebelumnya, ialah menafikan-Nya dari segala sifat yang menyamai sifat-sifat makhluk.
  2. Yang dimaksud dengan “bayangannya” ialah pribadi-pribadi atau benda-benda yang menjadi “wadah” bagi sifat dan tabiat masing-masing ciptaan-Nya.
  3. Tidak seperti badai angin yang disebut sebelumnya sebagai penahan air yang di atas agar tidak jatuh ke bawah, angin “pendorong” ini berfungsi sebagai pengangkat air tersebut ke tempat-tempat yang lebih tinggi, untuk kemudian dijadikan dasar penciptaan benda-benda kosmos di luar
  4. Imam Ali as. merangkum bahwa malaikat terdiri dari empat kelompok berdasarkan ucapan tersebut:
  • Kelompok Beribadah Terus-Menerus: Malaikat pertama adalah yang tugas utamanya adalah terus-menerus beribadah kepada Allah.
  • Kelompok Utusan Wahyu: Malaikat kedua adalah yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu Allah kepada para nabi, sehingga perintah-perintah Allah dapat dilaksanakan oleh hamba-hambaNya.
  • Kelompok Penjaga Keselamatan: Malaikat ketiga memiliki peran sebagai “kekuatan” yang menjaga keselamatan jiwa dan raga manusia sesuai dengan kehendak Allah.
  • Kelompok Penjaga Alam Semesta: Malaikat keempat memiliki tugas untuk “memikul” ‘arsy atau mungkin mewakili suatu bentuk “kekuatan” yang Allah berikan pada alam semesta. Mereka menjaga dan merawat setiap bagian dan gerak alam semesta.

Dalam ungkapannya, Imam Ali menggunakan gambaran seperti “berpijak” di atas bumi, “menjulur” di langit, dan “melampaui” segala penjuru untuk mengilustrasikan peran-peran yang berbeda dari malaikat-malaikat ini.

No comments

LEAVE A COMMENT