Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Perjuangan Imam Hasan al-Mujtaba dalam Catatan Emas Tinta Sejarah

Imam Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib al-Mujtaba yang lahir pada 15 Ramadhan 3 H adalah imam kedua Ahlulbait Rasulullah Saw, penghulu para pemuda surga menurut konsensus para perawi hadis, salah satu dari dua orang keturunan khusus Ahlulbait, salah satu dari empat orang yang diajak Rasulullah Saw untuk bermubahalah dengan kaum Nasrani Najran, anggota keluarga yang Allah perintahkan untuk dicintai, dan salah satu pusaka yang sangat berharga (tsaqalain), yang jika manusia berpegang teguh pada keduanya, akan selamat, dan jika menyimpang darinya, akan sesat dan terjerumus.

Beliau tumbuh besar dalam asuhan Rasulullah Saw serta menghirup sumber mata air risalah, akhlak, dan kemuliaan kakeknya. Beliau terus menerus berada dalam asuhan Rasulullah Saw hingga Allah Swt memanggil Nabi­Nya ini ke peristirahatan abadinya; setelah Rasulullah Saw mewariskan posisi sebagai pemberi petunjuk, adab, wibawa, dan jabatan tertinggi, serta mendudukkan Imam Hasan pada posisi imamah yang sudah menantinya setelah ayahnya.

Imam Ali a.s. berkata: “Hasan dan Husain adalah dua orang imam, baik dalam keadaan berdiri (berkuasa secara formal) maupun dalam keadaan duduk. Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya; maka cintailah orang yang mencintai keduanya.”

Baca: Pengkhianatan yang Dialami Imam Hasan Sepeninggal Ayahnya

Setelah kakeknya wafat, Imam Hasan Mujtaba tetap berada dalam asuhan ibunya, Sayidah Zahra a.s., wanita lurus nan suci beserta ayahnya, penghulu para washi, imam kemuliaan dan kesucian. Keduanya selalu terlibat dalam sengketa dengan orang-orang yang terus menerus menuntut kekhalifahan kakeknya, Rasulullah Saw. Tak lama kemudian, memasuki paruh kedua kehidupannya, ibunya yang agung, Sayidah Zahra wafat. Ini menjadikan ayahnya, Imam Ali a.s. diliputi kesedihan mendalam. Beliau harus menyaksikan ujian ini dan mereguk kepahitannya padahal usianya saat itu masih kanak-kanak. Beliau sudah harus menghadapi berbagai hal yang belum sanggup dihadapi anak-anak seumurnya. Namun, beliau benar-benar luar biasa, baik dari sisi kesadaran maupun kepekaannya terhadap kondisi umum dan perkembangannya.

Imam Hasan memiliki hubungan dekat dengan para pemuda di masa kekhilafahan Umar bin Khatab, dan bersama ayahnya memberikan pengajaran pada orang-orang serta memberikan jalan keluar bagi berbagai permasalahan mereka. Imam Hasan berdiri di samping ayahnya di masa Usman. Beliau bekerja secara sukarela untuk Islam, serta bergabung dengan bapaknya dalam menegakkan hukum

Imam Hasan bin Ali tetap berdiri tegak di samping ayahnya dalam setiap perkataan dan perbuatan, serta aktif berpartisipasi dalam setiap peperangan ayahnya. Beliau selalu mendambakan sang ayah mengizinkannya terus bergabung dalam peperangan dan berada di medan tempur ketika keadaan sangat genting; sementara ayahnya sangat melindunginya, juga adiknya Husain, lantaran khawatir jika beliau terbunuh di medan peperangan sehingga menyebabkan terputusnya nasab Rasulullah Saw.

Imam Hasan tetap berada di sisi ayahnya hingga akhir hayat sang ayah. Sebagaimana ayahnya, beliau membantu pada penduduk Irak seraya merasakan kegetiran yang mereka rasakan. Beliau menyaksikan Muawiyah menyebarkan propagandanya dan menyuap para komandan pasukan ayahnya dengan sejumlah harta dan berbagai jabatan sehingga sebagian besar mereka memisahkan diri dari Imam.

Ketika Imam Ali menemui kesyahidan, Imam Hasan di tengah kepungan badai tersebut; yaitu antara penduduk Kufah yang lemah, gerombolan kaum Khawarij yang murtad, dan permusuhan penduduk Syam yang bengis. Setelah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. menetapkan secara resmi kekhalifahan anaknya, Hasan Mujtaba, serta menyerahkan berbagai warisan kenabian. Lalu, berkumpullah para penduduk Kufah dan sekelompok kaum Muhajirin dan Anshar, yang kemudian

Ketika berita pembaiatan itu sampai ke telinga Muawiyah dan para pengikutnya, mereka pun mulai melancarkan berbagai aksi makar dan tipu daya untuk merusak pemerintahan beliau dan menyebarkan berbagai isu negatif. Imam Hasan menerima tahta kepemimpinan setelah ayahnya. Beliau menjalankan pemerintahan dengan sebaik­baiknya dalam kondisi yang dipenuhi berbagai fitnah dan intrik. Beliau a.s. memerintahkan setiap gubernurnya untuk melakukan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya dan berwasiat untuk menegakkan keadilan dan kebajikan, serta memerangi para pembangkang dan pemberontak. Beliau juga memerintahkan mereka melangkah di jalan ayahnya yang sebangun dengan ajaran kakeknya, Muhammad Saw.

Meskipun Imam Hasan mengetahui siapa Muawiyah, juga kemunafikan, kebohongan, dan permusuhannya terhadap risalah kakeknya, meskipun begitu, beliau tidak berupaya mengumumkan perang kepadanya, kecuali setelah beliau mengirimkan surat peringatan berkali­kali yang mengajaknya bekerja sama dan menyatukan urusan kaum Muslim. Setelah itu, tak ada lagi alasan dan halangan baginya (untuk tidak memerangi Muawiyah.

Imam Hasan mengirimkan surat pada Muawiyah, meskipun beliau tahu bahwa ia tak akan menjawab permintaannya. Beliau juga tahu bahwa ia akan tetap bersikap tak tahu malu di hadapannya, sebagaimana sikapnya dulu pada ayahnya. Terlebih ketika ia sedikit berhasil berkonspirasi melawan ayahnya. Sesungguhnya Imam Hasan mengetahui bahwa Muawiyah akan mengambil tindakan kekerasan bila tak ada jalan bagi makarnya.

Namun Imam Hasan Mujtaba berkewajiban untuk mengungkapkan kepada seluruh dunia Islam setiap hal yang disembunyikan keluarga besar Muawiyah terhadap Nabi Saw dan Ahlulbait; berupa kebencian, permusuhan, dan tipu daya terhadap Islam dan kaum Muslim. Muawiyah optimistis bahwa segala sesuatu sudah memihaknya, disebabkan hubungan dekatnya dengan sebagian besar panglima tentara Imam Hasan. Ia juga berupaya merayu Imam Hasan dengan sejumlah harta dan tampuk kekhalifahan setelahnya, seraya mengaburkan opini umum.

Namun sikap Imam Hasan tidak berubah dengan intimidasi dan janji-janjinya. Muawiyah mengetahui keteguhan Imam Hasan. Karenanya, ia menyiapkan rencana untuk memeranginya. Ia yakin betul bahwa perang ini akan menguntungkannya, sementara Imam Hasan dan para tentaranya yang ikhlas, yang turut membantunya, akan terbunuh atau menjadi tawanan. Namun, peperangan yang berusaha ia pertontonkan pada kaum Muslim ini kehilangan legitimasi syariatnya.

Oleh karena itu, Muawiyah berupaya menghindari peperangan dengan Imam Hasan dan menggunakan cara makar, tipu daya, penjungkirbalikan fakta, penyuapan, dan pemecahbelahan bala tentara dan para panglimanya. Imam Hasan, sang cucu nabi, menghadapi gejolak para pengikut dan sahabatnya yang tidak lagi bersabar menghadapi kejahatan Muawiyah. Akhirnya Imam Hasan dengan perdamaiannya yang bersyarat itu, memberikan kesempatan luas pada Muawiyah (sendiri) untuk membongkar proyek jahiliahnya, serta memberitahukan kaum Muslim yang masih awam tentang siapa sebenarnya Muawiyah itu. Karenanya, taktik perdamaian Imam Hasan menyokong tersingkapnya kejahatan politik tipu daya yang dilancarkan musuhnya.

Baca: 25 Mutiara Hikmah Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.

Rencana Imam Hasan berhasil ketika Muawiyah berpartisipasi dalam menyingkap hakikat penyelewengannya melalui pengumumannya yang terang-terangan bahwa dirinya berperang bukan untuk Islam, ia juga tak akan memenuhi segala syarat perdamaian. Melalui pengumuman ini dan dengan membaca langkah-langkah yang dilakukan Muawiyah maka tersingkaplah selubung kejahatan dari wajah Bani Umayah.

Imam Hasan menjalankan tanggung jawabnya menjaga keselamatan ajaran Islam meskipun harus menjauh dari kekuasaan. Berbagai upaya percobaan pembunuhan secara rahasia terhadap beliau merupakan bukti ketakutan Muawiyah terhadap kehadiran Imam Hasan sebagai kekuatan yang merepresentasikan kesadaran dan keinginan umat untuk mengobarkan api revolusi melawan kezaliman Bani Umayah. Berdasarkan ini, benarlah pendapat yang mengatakan bahwa perdamaian Imam Hasan merupakan permulaan bagi revolusi saudaranya, Abu Abdillah Husain bin Ali a.s.

Imam Hasan mempersembahkan jihadnya yang agung ini, yang dalam kondisi demikian mengatasi jihad dengan pedang, melalui kesyahidannya; diracun musuhnya yang paling keras! Salam kepadanya di hari kelahirannya, di hari kesyahidannya, dan di hari dibangkitkannya kembali.

*Disarikan dari buku Teladan Abadi, Hasan Mujtaba – The AhluI Bayt Word Assembly

No comments

LEAVE A COMMENT