Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Persatuan dalam Islam, Sebuah Kemestian

Allah Swt berfirman:

“Dan berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS. Ali Imran: 103)

“Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antar sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.” (QS. al-Hasyr: 14)

Persatuan dalam bentuk semestinya harus menjadi slogan di antara slogan-slogan besar Islam yang senantiasa diserukan Islam dan diejawantahkan dalam realitas aktual. Sehingga, umat memiliki kekuatan, kekokohan, dan kemenangan saat mengalami pergulatan dengan musuh mereka.

Persatuan yang diserukan Islam kepada para pengikutnya berbeda dalam hal dasar-dasar dan fenomenanya dari persatuan yang digembar-gemborkan kaum kapitalis Barat dan komunis Marxisme. Dalam masyarakat kapitalis, Anda temukan masyarakat yang bersatu secara lahiriah namun persatuan di dalamnya tumbuh berdasarkan kepentingan pribadi, kelompok, atau status. Jika terjadi sesuatu yang mengancam kepentingan-kepentingan itu, niscaya terjadilah perpecahan dan gesekan. Maka, jelas sudah, persatuan lahiriah semacam itu hanyalah fenomena yang menipu atau fatamorgana. Dan contoh paling jelas dalam hal ini adalah Perancis, di mana persatuan mereka dalam sekejap lenyap dan pada akhirnya lumpuh dan menyerah pada Jerman dalam beberapa saat.

Baca: Imam Khomeini dan Persatuan dalam Perbedaan

Sedangkan pada masyarakat yang menganut Marxisme dan masyarakat fasis ala Nazi, kita juga menemukan masyarakat yang bersatu secara lahiriah namun persatuan itu dipaksakan dari luar. Persatuan yang berdiri atas dasar pengingkaran terhadap nilai realistis dari manusia dan apa yang terdapat padanya dari bidang khusus yang harus tumbuh di dalamnya dengan pertumbuhan yang bebas diberikan kepadanya semua potensinya untuk menciptakan dan menumbuhkan, adalah persatuan yang berdiri atas dasar paksaan, bukan berdiri atas dasar kerelaan dan pilihan.

Ini persatuan yang dipaksakan oleh negara dan tidak tumbuh darinya perasaan yang bersumber dari akal dan hati. Karena itu, persatuan semacam ini hanya tinggal menunggu waktu kehancurannya. Dan setiap persatuan yang tidak tumbuh dari dalam adalah persatuan palsu yang tidak lama lagi akan hancur. karena persatuan seperti ini tidak memiliki akar yang kuat dalam jiwa orang-orang yang memperjuangkannya.

Sesungguhnya, persatuan yang benar adalah persatuan yang mengungkapkan tentang kebutuhan psikologis yang mendalam dan mengikat para anggota masyarakat dengan suatu ikatan cinta kasih dan harmonisasi. Tak ada sesuatu selain agama yang mampu menimbulkan persatuan seperti ini. Persatuan yang berdiri berdasarkan agama adalah persatuan yang bersumber dari hati yang konstan dan mendalam meskipun terdapat berbagai kepentingan masyarakat, kelompok, dan individu. Sebab, ia merupakan persatuan yang berdasarkan pada apa yang diperjuangkan oleh semua pihak.

Inilah persatuan yang diserukan Allah Swt terhadap hamba-hambanya yang bertakwa. Ia bukanlah persatuan kepentingan, bukan pula persatuan atas dasar paksaan, melainkan persatuan yang bersumber dari hati yang beriman kepada Allah Swt, yang bekerja untuk Allah Swt sehingga mempengaruhi jalannya. Sesungguhnya persatuan yang diserukan Islam adalah persatuan yang sejalan dengan realitas eksistensi manusia. Ia menyiapkan bagi setiap individu, seluruh sarana pertumbuhan, kreativitas atau inovasi, serta keterbukaan dan pengembangan potensi-potensinya.

Islam mewarnai realitas sedemikian rupa sehingga tidak menyuruh kaum muslim untuk menciptakan persatuan kemudian membiarkan adanya unsur-unsur yang mengancam eksistensi sosial. Islam mengusahakan kekokohan dan kesinambungan persatuan ini dengan mengatur kepentingan-kepentingan individu dan kelompok serta pelbagai kemaslahatan umum, sekaligus menyediakan baginya keserasian sehingga tak terjadi benturan yang berakibat pada kehancuran dan pertentangan di tengah masyarakat. Memperhatikan semua itu, dan menyediakan baginya berbagai solusi yang seimbang dan benar, Islam kemudian menyeru pada persatuan. Persatuan yang bersumber dari hati merupakan fenomena bagi setiap mukmin yang benar-benar mengimani risalah langit.

Dan persatuan ini telah termanifestasi di tengah kaum muslimin dalam bentuknya yang paling indah di zaman Rasulullah Saw dan kemudian dilanjutkan oleh tokoh-tokoh Islam terutama Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s., yang mana beliau berusaha keras mempertahankannya sepeninggal Rasulullah Saw.

Dikarenakan persatuan itulah, kaum muslimin berhasil menggapai suatu kemenangan yang gemilang atas musuh-musuh mereka yang jumlahnya banyak, sedangkan musuh-musuh Islam tidak demikian adanya. Jiwa mereka tercerai berai, hati mereka pun tidak kompak. Setiap jiwa memiliki tujuan tersendiri dan setiap hati mempunyai keinginan sendiri. Allah Swt mengungkap keadaan orang-orang Yahudi, yaitu musuh Islam klasik, perihal kelemahan mereka yang bersumber dari perpecahan sebagaimana firman-Nya: “Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah.” (QS. al-Hasyr: 14)

Adapun umat Islam digambarkan Alquran berikut ini: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. ash-Shaff: 4)

Mereka bagaikan bangunan yang kokoh dalam bentuknya, kokoh dalam maknanya. Mereka bersatu dan di antara setiap bagiannya saling mengikat dan menyatu. Setiap bagiannya menunjukkan pandangan yang satu, baik terhadap alam kehidupan maupun manusia, serta memiliki pemikiran yang satu tentang berbagai sarana dan tujuan.

Baca: Persatuan Sunni Syiah, Kunci Kemenangan Umat Islam

Namun realitas muslimin yang gemilang dan cemerlang tersebut akan berubah manakala kaum muslim berubah. Yakni, ketika mereka jauh dari Islam dan hati serta akal mereka tercerai-berai. Dan ketika mereka mulai mengikuti slogan-slogan lain selain Islam dan mulai terpengaruh dengan aktivitas-aktivitas tidak Islami yang berlawanan dengan tujuan-tujuan Islam sebagaimana yang difirmankan Allah Swt: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum hingga kaum itu mau mengubahnya.” (QS. ar-Ra’d: 11)

Hari ini eksistensi Islam menghadapi suatu realitas yang menyedihkan, dikelilingi oleh penjajahan serta berbagai macam kecenderungan materialistik. Musuh-musuh tersebut menghadapi kaum muslimin saat mereka dalam keadaan tercerai-berai dalam berbagai bidang. Slogan-slogan sesat dan menyesatkan berhasil mengelabui generasi muda dan menjauhkan mereka dari Islam. pemikiran-pemikiran berhalaisme berhasil mengganggu pemikiran dan emosi mereka. Kaum kolonialis telah berhasil menghidupkan tradisi jahiliyah kuno di tengah masyarakat Islam yang pada gilirannya akan menghalangi masyarakat dari menerima ajaran yang benar. Demikianlah keadaan kaum muslim dewasa ini. Mereka tercerai-berai, akal dan hati mereka tidak bersatu.

*Disarikan dari buku karya Syahid Muhammad Baqir Sadr, Syahadat Kedua

No comments

LEAVE A COMMENT