Ada beberapa orang yang bertanya, apa makna salat? Apa pula makna ibadah? Menurut mereka, salat dan ibadah hanyalah kegiatan orang yang tanpa daya. Seharusnya, untuk mengatasi ketakberdayaan itu manusia saling membantu dalam kehidupan bersama, bukan malah melarikan diri ke alam spiritual, mengerjakan salat dan ibadah lainnya. Dalam istilah Alquran, ketika seseorang bangkit beribadah, lalu bermunajat kepada Tuhan di waktu malam, melantunkan doa dan mengadu kepada-Nya dengan segenap jiwa, kekuatannya akan semakin memuncak. Ia mendapat tambahan bekal berupa kekuatan batin.
Tetapi, apakah sebenarnya salat itu? Salat adalah salah satu upaya untuk memperbarui iman. Makna spiritual ini diserap dari seruan Allahu Akbar. Ketika seorang muslim mengucapkan Allahu Akbar berkalikali dalam salatnya, berarti ia menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang menandingi kebesaran-Nya. Ketika melihat ratusan ribu tentara musuh, kemudian ia berteriak, La hawla wala quwwata ila billah dan Allahu Akbar, menandakan bahwa manusia hanya bisa meminta pertolongan kepada Allah, dan hanya Dialah sumber kekuatan dan pertolongan. Kalau bukan karena salat, seorang tentara takkan pernah menjadi pejuang sejati.
Rasulullah Saw menyabdakan bahwa salat adalah tiang agama. Artinya, salat adalah seperti tiang sebuah kemah. Walaupun pasak, tali, dan perlengkapan lainnya sudah tersedia, kemah takkan bisa ditegakkan tanpa tiang. Sama halnya, agama takkan tegak tanpa salat.
Rasulullah menyadari betul nilai penting salat. Beliau mengetahui hakikat yang terkandung di dalamnya. Beliau yakin bahwa salat sangat besar pengaruhnya terhadap mentalitas para pejuang. Tanpa salat, umat Islam takkan memiliki mentalitas agung dan perilaku terhormat.
Baca: Salat Malam adalah Senjata Seorang Mukmin
Jika ada yang berpikir bahwa para pejuang meninggalkan medan jihad karena mengira salat lebih utama dibandingkan jihad, ia harus meluruskan pikirannya. Ia harus mengetahui apa hakikat salat, apa hakikat jihad, dan bagaimana keduanya saling berkaitan tak terpisahkan. Salat tidak dapat diganti jihad, begitu juga sebaliknya. Salat saja tidak cukup, jihad semata pun takkan genap. Kewajiban salat tak bisa menghapus kewajiban jihad, demikian sebaliknya. Salat diperlukan untuk mengasah semangat dan memantapkan niat, demi mewujudkan jihad sejati berdasarkan firman-Nya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat.” (QS. al-Baqarah: 45)
Lalu, mengapa kedudukan salat dianggap lebih rendah daripada jihad? Mengapa jihad dinilai lebih utama? Pengabaian terhadap salat ini berkembang begitu rupa sehingga dikatakan bahwa salat hanya lebih baik daripada tidur. Semestinya para mujahid itu dibekali pesan: “Tegakkan salat, lalu berperanglah!” Sebab, Islam tidak menyuruh umatnya memilih salah satunya.
Kesalahan memahami Islam ini mesti diluruskan serta dihilangkan dari hati dan pikiran umat Islam. Bukankah Islam mengatakan bahwa setiap hukum yang ditetapkannya saling berkaitan, satu sama lain tak bisa dipisahkan? Orang yang terkena kewajiban jihad, ia wajib berjihad. Haram hukumnya tinggal di Masjid Madinah hanya untuk salat. Jihad adalah syarat diterimanya salat. Demikian juga, salat adalah syarat diterimanya jihad. Orang yang sudah memenuhi syarat untuk terjun ke medan jihad, ia wajib berjihad.
Ia harus diberi pengarahan bahwa dalam Islam, salat tanpa jihad tidak diterima oleh Allah. Dalam keadaan seperti itu, salat sama sekali tidak dipandang sebagai kebaikan paling utama. Bahkan, jika seseorang menghindari kewajiban jihad, salatnya bisa dianggap sebagai seburuk-buruk amal. Sikap itu layaknya seorang kaya yang merasa tidak perlu salat karena sudah mengeluarkan sebagian hartanya untuk zakat dan sedekah, dan menebus kewajiban salat dengan harta. Benarkah sikap seperti ini? Bisa dipastikan, ia tidak mengerti makna salat. Ia tidak paham bahwa perintah zakat dan sedekah terpisah dari perintah salat. Keduanya berdiri sendiri. Keliru orang kaya yang sudah memenuhi kewajiban salat lengkap dengan segala salat sunah, lalu merasa tidak perlu lagi berzakat. Keliru jika berpikir bahwa salatnya dapat melunasi kewajiban zakatnya.
Baca: Rahasia di Balik Diwajibkannya Salat
Ajaran Islam merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, layaknya anggota tubuh manusia. Salat menduduki tempat tersendiri dan punya peran dan fungsi tersendiri. Demikian pula zakat, haji, khumus, dan amar makruf nahi munkar. Masing-masing memiliki tempat, peran, dan nilai pentingnya sendiri. Karena itu, kita harus mengenali posisinya masing-masing.
Memang, dengan alasan memenuhi tuntutan zaman, mungkin terkesan berlebihan menyebut kesadaran semacam ini dengan kebodohan. Tetapi mau ia tidak mau kami harus menyebutnya kebodohan, sebab kesadaran seperti itu bersumber dari kebodohan atau pemahaman yang dangkal dan sepotong-sepotong.
*Disarikan dari buku Energi Ibadah – Syahid Murtadha Muthahhari