Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tafsir Surat ‘Abasa

Terjemah Ayat 1 – 10

Dia bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu mungkin ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau ia ingin mendapatkan pelajaran, sehingga pelajaran itu memberi manfaat kepadanya (orang buta)? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya? Padahal tiada (celaan) atasmu jika dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) sedang ia takut (kepada Allah dalam hatinya) maka kamu mengabaikannya.

Sebab Turun Ayat

Siapakah yang bermuka masam, Rasulullah Saw atau orang lain? Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapakah yang bermuka masam dan berpaling sehingga ia mendapatkan teguran dari Allah Swt karena sikapnya itu. Perbedaan ini muncul karena ada dua kelompok riwayat yang menjelaskan tentang sebab turunnya ayat-ayat ini. Kedua riwayat ini bersepakat bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Abdullah bin Ummi Maktum, seorang tunanetra.

Riwayat pertama meriwayatkan bahwa Abdullah bin Ummi Maktum datang kepada Rasulullah Saw. Waktu itu beliau tengah berbincang-bincang dengan beberapa tokoh Quraisy; Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahl bin Hisyam, Abbas bin Abdul Muthalib, Ubay, dan Umayyah bin Khalaf. Beliau mengajak mereka kepada Allah Swt dan Islam. Kemudian Abdullah bin Ummi Maktum memotong perbincangan Rasulullah Saw dengan berkata: “Ya Rasulullah, bacakan padaku dan ajarilah aku apa yang telah Allah ajarkan padamu.”

Pertanyaannya itu tidak ditanggapi oleh Rasulullah Saw. Oleh karena dia tidak mengetahui bahwa beliau tengah berbincang-bincang dengan orang lain, dia memanggil kembali beliau berkali-kali. Melihat tingkahnya itu, Rasulullah Saw tidak senang karena ucapan beliau terpotong olehnya. (Seakan-akan) Beliau berkata dalam dirinya: “Kalau aku layani dia, maka mereka akan berkata, ‘Sesungguhnya pengikut-pengikutnya (Rasulullah Saw) hanyalah orang-orang buta dan para budak.’”

Baca: Tafsir Surat adh-Dhuha

Maka beliau memalingkan muka darinya dan menghadap mereka. Kemudian turunlah ayat-ayat ini. Setelah kejadian itu, Rasulullah Saw setiap kali melihat Abdullah bin Ummi Maktum bersabda: “Selamat datang kepada orang yang karenanya Tuhanku menegurku. Apakah kamu punya keperluan?”

Kelompok riwayat kedua meriwayatkan bahwa (suatu hari) salah seorang dari Bani Umayyah bersama Rasulullah Saw lalu datanglah Abdullah bin Umi Maktum yang buta. Ketika melihat Abddullah bin Umi Maktum, orang itu merasa jijik dan bermuka masam terhadapnya, lalu ia memalingkan wajahnya dari orang buta itu. Maka Allah Swt menceritakan peristiwa itu dan membenci sikap orang itu.

Dari Imam Jakfar Shadiq a.s. diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw jika melihat Abdullah bin Umi Maktum bersabda: “Selamat datang. Demi Allah, sama sekali Allah tidak menegurku karenamu.”

Alamah Thabathabai menyatakan bahwa ayat-ayat ini merupakan teguran bagi orang yang mendahulukan orang kaya dan orang yang berlebihan atas orang miskin dari kalangan kaum beriman. Dalam ayat ini terdapat pesan moral yang tinggi sekali yaitu bahwa penghormatan kepada seseorang tidak boleh diukur dengan harta dan kedudukan sosial, tetapi diukur dengan ketakwaan dan perbuatan baik. Orang buta dan miskin yang datang untuk memperbaiki dirinya dan mendapatkan nasihat lebih utama daripada orang kaya dan pejabat tetapi angkuh.

Tafsir al-Amtsal menyebutkan alasan etis mengapa Allah Swt menegur sikap tersebut. Yaitu karena dalam sejarah terbukti bahwa kalangan kelas bawah selalu menjadi pendukung setia terhadap Islam dan kebenaran. Mereka adalah pengikut setia para pemimpin agama. Merekalah yang berjuang dan sabar dalam kancah peperangan dan kesyahidan. Hal ini diisyaratkan dalam surat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. kepada Malik al Asytar: “Sesungguhnya pondasi agama dan kekuatan kaum muslimin serta amunisi mereka dalam (menghadapi) musuh adalah orang-orang awam. Maka jadikanlah perhatianmu kepada mereka dan kecenderunganmu bersama mereka.”

Terjemah Ayat 11 – 16
Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ia (ayat-ayat Alquran) adalah peringatan. Maka barang siapa yang menghendaki, tentulah dia memperhatikannya. Ia berada dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan, ditinggikan lagi disucikan, (juga) di tangan para malaikat yang mulia dan berbakti.

Tafsir

Ayat-ayat ini menjelaskan tentang kedudukan Alquran bahwa;

  • Alquran adalah peringatan dan petunjuk bagi orang yang menginginkan petunjuk.
  • Alquran tertulis di lembaran-lembaran (lawh mahfudz) yang tinggi dan suci.
  • Alquran dibawa oleh para malaikat (safaroh) yang mulia dan taat.

Dalam kitab al-Amtsal dikutip sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Jakfar al Shadiq a.s. bahwa orang yang menghafal Alquran dan mengamalkannya (ada) bersama safaroh (para malaikat) yang mulia dan berbakti.

Terjemah Ayat 17-32

Binasalah manusia. Alangkah kufurnya ia! (Tahukah) Dari apa Dia (Allah) telah menciptakannya? Dari setetes mani Dia menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya. Kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya. kemudian jika Dia berkehendak, maka Dia akan membangkitkannya (kembali). Sekali-kali tidak, manusia belum menjalankan apa yang Dia perintahkan. Maka hendaknya manusia memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air. Kemudian Kami membelah bumi dengan baik. Lalu Kami menumbuhkan di dalamnya biji-bijian, anggur, sayur-sayuran zaitun, pohon kurma, kebun-kebun yang lezat, buah-buahan dan rumput-rumputan, (semua itu) demi kesenangan kalian dan ternak-ternak kalian.

Tafsir

Kufur artinya menolak. Ayat ini menerangkan bahwa kebanyakan manusia itu kufur, dan bangga dengan kekufurannya. Yang dimaksud kufur di sini bisa bermakna; a) kufur nikmat, b) tidak beriman dan c) menolak kebenaran.

Apa pun maknanya, kufur adalah sifat yang buruk. Oleh karena itu, Allah Swt mengingatkan manusia yang kufur tentang asal muasal penciptaan dirinya, yaitu setetes air mani yang bau. Setelah itu, nasib dan perjalanan manusia juga diatur oleh Allah Swt, sejak ia dilahirkan sampai ia mati dan dibangkitkan. Semua itu harus dilalui oleh manusia, suka maupun tidak.

Baca: Tafsir Surat al-Ma’un

Ada dua penafsiran tentang makna “sabil” yang dimudahkan Allah Swt dalam ayat 20 ini; 1) Allah Swt memudahkan keluarnya manusia dari perut ibunya, dan 2) Allah Swt memudahkan jalan kebenaran bagi manusia (lihat al-Thabari dan al-Qurthubi).

Yang perlu kita perhatikan adalah tujuan dari pemaparan tentang asal muasal penciptaan dan kehidupan manusia di dunia, serta tentang kematian dan kebangkitannya di hari Kiamat. Tujuannya adalah agar manusia memahami dan menyadari hakikat dirinya yang tidak berdaya sedikit pun di hadapan kehendak dan ketentuan Allah Swt.

Meskipun demikian keberadaan manusia, anehnya manusia tetap tidak melaksanakan perintah-perintah Allah Swt. Selain itu, Allah Swt juga mengajak manusia agar merenungkan kenikmatan-kenikmatan yang dia rasakan dan nikmati; makanan yang beragam, air yang berlimpah, buah-buahan yang segar, tumbuh-tumbuhan yang banyak, rerumputan yang hijau, dan panorama alam yang indah.

Begitu besar dan luas kemurahan Allah Swt. Dalam al-Amtsal disebutkan sebuah riwayat dari Imam Muhammad Baqir a.s. bahwa yang dimaksud dengan makanan dalam ayat yang berbunyi, “Maka hendaknya manusia memperhatikan makanannya” adalah ilmu yang dia ambil, dari mana ia mengambilnya.

*Disadur dari Tafsir Juz Amma karya Ustaz Husain Alkaff

No comments

LEAVE A COMMENT