Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Serakah, Penyakit Jiwa yang Menghancurkan

Tentang Kebutuhan Hidup

Dalam kehidupan ini, kita dikelilingi oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang mencengkeram kita dengan kuat sejak hari kita dilahirkan. Sebagian kebutuhan ini, seperti makanan, pakaian, dan tempat berteduh, merupakan kebutuhan dasar, dan pemeliharaan sistem kehidupan bergantung padanya. Kebutuhan dasar itu adalah alami dan harus dipenuhi secara permanen. Jenis kebutuhan lainnya tidak hakiki, terus berubah-ubah, dan tak dapat dipenuhi secara total. Menurut motif yang alami dan rasa butuh, manusia mencari uang dan berjuang dengan segala daya melawan segala permasalahan dan kesulitan yang mungkin menghadangnya untuk beroleh uang lebih banyak, karena, bagi kebanyakan orang, kekayaan adalah keindahan hidup.

Secara alami, kondisi manusia bervariasi dalam bidang ini. Misalnya, apabila seseorang tercengkeram oleh kemiskinan dan kelemahan, ia akan mencari rezeki dengan segala daya dalam usaha untuk melepaskan diri dari kemiskinan yang mencengkeramnya. Apabila seseorang telah beroleh kekayaan, ia menjadi sombong dan angkuh seakan-akan ada hubungan langsung antara kekayaan dan kesombongan. Akhirnya, apabila seseorang telah beroleh kekayaan dan keamanan diri, ia teracuni oleh rasa sombong dan puji diri, dan hasutan jahat bergejolak tak berkeputusan dalam pikirannya.

Kehidupan mengambil berbagai bentuk, tergantung pada cara bagaimana orang memandangnya, karena kemampuan orang menalar berbeda-beda. Misalnya, banyak orang tidak menyadari kebenaran, atau tidak mencapai tahap di mana ia dapat membedakan antara yang aman dan berbahaya. Menyadari fakta kehidupan dan mencapai keadaan berbahagia memerlukan pengetahuan yang tepat tentang rahasia-rahasia kehidupan, terutama rahasia “mengenal diri sendiri” yang hanya dapat dilakukan dalam wilayah akal dan logika.

Baca: Ibadah, Pemuas Dahaga Jiwa

Manusia harus mengerti bahwa di dunia ini ia harus berusaha mencari kebahagiaan. Ia harus memilih jalan yang aman untuk dapat maju menurut kebutuhan alami dan tuntutan rohaninya sambil mengelakkan diri dari hal-hal yang menghalangi pertumbuhan realistis dari kepribadian. Namun, keberhasilan dan kebahagiaan tidak berarti bahwa seseorang harus terus-menerus mengatasi orang lain dalam memanfaatkan sumber-sumber material, karena hal-hal material bukanlah tujuan utama dalam kehidupan, dan manusia tak boleh melanggar tapal batas moralitas dan takwa demi keuntungan material.

Suatu masyarakat yang memberikan prioritas pada urusan material, tak mungkin cenderung kepada moralitas yang menuntut ketaatan sepenuhnya kepada hukum-hukum kehidupan. Orang yang mengesampingkan segala urusan selain ekonomi dalam perjuangan dari hari ke hari, tak dapat berpegang pada hukum-hukum alami kehidupan. Tak syak bahwa moralitas mengantarkan kita kepada kebenaran dan mengatur kegiatan fisik dan psikologis kita sesuai dengan sistem kemanusiaan. Keutamaan moral dapat dibandingkan dengan mesin kuat yang berfungsi secara mestinya. Perpecahan dalam masyarakat hanyalah akibat imoralitas.

Tujuan hidup yang sejati ialah untuk mencapai kemuliaan rohani. Keutamaan rohanilah yang paling penting dan berharga yang dapat diraih manusia. Orang yang mempertahankan jiwanya dalam khazanah rohani, kurang memerlukan dunia ini, karena ia memperoleh kepuasan rohani dalam bayangan kerohanian yang menyertainya selama sisa hidupnya. Orang semacam itu sama sekali tak akan mau menukar kekayaan rohaninya dengan keuntungan material.

Orang Serakah Tak Pernah Puas

Iri hati atas kepunyaan orang lain adalah suatu keadaan psikologis yang mendorong orang memburu harta dan menjadikan perolehan material sebagai poros putaran pikirannya. Kecenderungan material timbul dari keserakahan yang tak terkendali. Karena menciptakan kebahagiaan khayali, keserakahan dipandang sebagai suatu faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Sebagai hasilnya, manusia mengabaikan segala sesuatu dan mengorbankan segala perilaku moral dalam usahanya untuk mengumpulkan harta, hingga akhirnya rasa kekurangan berakar dalam di hati.

Harta adalah seperti air asin, yang semakin banyak Anda menelannya semakin haus Anda jadinya. Sungguh, orang serakah tak akan pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan, dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan.

Namun, perlu dicatat bahwa ada suatu perbedaan besar antara pemujaan uang dan hasrat untuk maju, termasuk dalam bidang ekonomi. Dari sini, penting untuk menarik benang merah antara kedua aspek itu, karena tak ada alasan yang dapat menghalangi umat manusia mencari kemajuan dan kemuliaan dalam lingkungan alam dan bakat.

Baca: Faktor Penyebab Guncangnya Jiwa

Tindakan orang serakah menciptakan rangkaian nestapa bagi masyarakat, karena ia bermaksud memenuhi hawa nafsunya dengan cara-cara yang tak adil, termasuk yang akan membawa kemiskinan bagi orang lain. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakibatkan permasalahan ekonomi yang parah.

Sungguh, orang serakah adalah orang hina, menjadi budak malang dari dunia dan uang. Ia menyerahkan tengkuknya kepada belenggu kekayaan dan menyerah kepada pemikiran picik. Orang serakah mengkhayalkan bahwa kekayaannya, yang cukup bagi generasi-generasi keturunannya, hanyalah cadangan bagi kehidupannya yang suram. Ketika tanda bahaya dan lonceng maut berdentang, barulah ia menyadari kekeliruannya. Ketika lonceng bahaya memaklumkan detik-detik terakhir kehidupannya, ia melihat kepada kekayaannya, yang untuk itu ia telah menyia-nyiakan seluruh hidupnya, dengan sedih dan kecewa, karena menyadari bahwa semua itu tak berguna baginya dalam kubur, ke mana ia membawa kesedihan atas banyak kesalahan yang dilakukannya selama hidup.

Pengaturan Imbang dalam Islam

Bersama seruannya kepada manusia untuk berjuang dan maju, Islam memasukkan pula peringatan keras terhadap bahaya cengkeraman materialisme. Islam menyatakan bahwa paham itu merenggut hak manusia untuk mencari tujuan hidup yang sesungguhnya, kebahagiaan abadi. Imam Muhammad Baqir a.s. memberikan gambaran. “Perumpamaan orang serakah di dunia ini adalah ibarat ulat sutra. Makin banyak sutra yang dijalinnya sekeliling dirinya, makin kecil kesempatannya untuk bertahan hidup, hingga akhirnya ia lemas sendiri.” (Ushul al-Kafi, 5/2)

Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah keserakahan, karena orang-orang sebelum kamu musnah akibat keserakahan. Keserakahan memerintahkan mereka untuk menjadi kikir, dan mereka menaatinya; ia memerintahkan mereka untuk mengasingkan diri, dan mereka menaatinya; dia memerintahkan mereka untuk berbuat dosa, dan mereka mengikutinya.” (Nahj al-Fashahah, hal. 199)

Imam Ali mengatakan: “Orang serakah adalah tawanan dari kehinaan yang tak berkesudahan.” (Ghurar al-Hikam, hal. 50)

Agama Islam, yang sesuai dengan kodrat insani, membagi secara imbang antara urusan materi dan rohani. Karena itu, ia telah memilihkan jalan bagi para pengikutnya yang menjamin rohani sekaligus jasmani yang sehat. Orang-orang religius mempunyai rohani yang arif dan saleh karena memahami fakta-fakta kerohanian.

Kepuasan adalah khazanah yang tak habis-habisnya, karena pemiliknya hanya berusaha mendapatkan apa yang mereka perlukan. Orang yang berakal mengatur kehidupan mereka dan menjauhi pencemaran kebahagiaan rohaninya, menjauhi usaha-usaha keliru dalam menumpuk kekayaan dan kerendahan. Orang puas adalah orang berbahagia dengan apa yang diperolehnya secara terpuji. Cara ini memungkinkan dia meraih tujuan hidup yang sesungguhnya, yaitu kemuliaan akhlak; dalam hal ini, ia mencapai kekayaan yang sesungguhnya, yakni kepuasan, yang memberinya keserasian dan tak perlu meminta apa yang di tangan orang lain.

Imam Ali a.s. mengatakan: “Yang terbaik adalah merendah dan berpegang pada kepuasan dan takwa, dan membebaskan diri dari kerakusan dan keserakahan, karena keserakahan dan kerakusan adalah kemiskinan, sedang takwa dan kepuasan adalah kekayaan yang nyata.” (Ghurar al-Hikam, hal. 255)

Baca: Kesesuaian Alquran dengan Kondisi Jiwa dan Obat Penawar Segala Macam Penyakit

Imam Ali kembali mengatakan: “Keserakahan mencemari jiwa, merusak agama, dan menghancurkan kemudaan.” (Ghurar al-Hikam, hal. 77)

Rasulullah Saw menerangkan penderitaan dan bencana yang timbul dari keserakahan. Beliau mengatakan: “Orang serakah menghadapi tujuh masalah yang parah: 1) cemas, yang merugikan tubuhnya da tidak menguntungkan baginya, 2) depresi yang tak berkesudahan, 3) kepayahan yang hanya maut yang dapat membebaskannya, dan dengan kebebasan itu si serakah akan lebih payah lagi, 4) ketakutan sia-sia yang mengganggu dirinya, 5) kesedihan sia-sia yang mengganggu kehidupannya, 6) pengadilan, yang tak akan menyelamatkannya dari siksaan Allah kecuali bila ia mengampuninya, 7) hukuman, di mana tak ada jalan lari atau menyingkir.” (Mustadrak al-Wasail, 2/435)

Keserakahan hanya dapat disembuhkan dengan beriman kepada Allah dan hari akhirat. Kepuasan hanya dapat dicapai dengan memperkuat rohani dan mengembangkan akhlak yang luhur.

*Disarikan dari buku Menumpas Penyakit Hati – Ayatullah Mujtaba Musawi Lari

No comments

LEAVE A COMMENT