Jumat terakhir Ramadhan adalah hari solidaritas internasional Al-Quds. Kita yakin bahwa pada akhirnya, Al-Quds akan terbebas dari cengkeraman Zionis. Sebagaimana yang telah kita tunjukkan selama ini, kita adalah pihak yang sangat konsisten mendukung perjuangan saudara-saudara kita itu, sampai terwujudnya hari pembebasan yang menjadi impian kaum Muslimin sedunia. Yaumul Quds adalah hari peneguhan sikap kita untuk menunjukkan pembelaan atas nasib kaum tertindas di seluruh dunia.
Lewat hari solidaritas Al-Quds, kita bisa menunjukkan bahwa kita berada di garda terdepan dalam menjalankan kebaikan, apapun risikonya. Selama puluhan tahun, kita melaksanakan peringatan Hari Solidaritas Al-Quds, dan hal tersebut membuat hari Al-Quds sudah menjadi identitas setiap pengikut mazhab Ahlul Bait. Karenanya, adalah tugas dan tanggung jawab kita semua untuk menjaga dan merawat identitas yang baik ini.
Pada dasarnya, Yaumul Quds adalah salah satu implementasi dari perintah Al-Qur’an agar kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Membela saudara-saudara Muslim Palestina jelas adalah sebuah kebaikan, bahkan bisa jadi sebuah kewajiban. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ لَا يَهْتَمُّ بِأُمُورِ الْمُسْلِمِينَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ وَ مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يُنَادِي يَا لَلْمُسْلِمِينَ فَلَمْ يُجِبْهُ فَلَيْسَ بِمُسْلِمٍ
Siapa yang terbangun di pagi hari, lalu dia tidak memperhatikan urusan umat Islam, dia bukan merupakan bagian dari umat Islam. Siapa saja yang mendengar seorang Muslim lain berteriak (meminta tolong): “Wahai orang Islam!”, lalu dia tidak memerhatikan seruan teriakan itu, maka dia bukanlah seorang Muslim. (Al-Kafi, jilid 2 halaman 164)
Di sisi lain, Al-Qur’an (Al-Baqarah: 148 dan Al Maidah ayat 48) juga menyuruh kita untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan:
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ
Berlomba-lombalah dalam kebaikan
Dengan demikian, Yaumul Quds adalah momen ekspresi para pengikut mazhab Ahlul Bait dalam rangka berlomba-lomba dengan kelompok Muslimin lainnya untuk melaksanakan kebajikan dan kewajiban.
Mengapa Harus Berlomba dalam Kebaikan?
Ayat-ayat Al-Quran yang berisikan perintah agar manusia berlomba-lomba dalam menjalankan kebaikan sangat banyak. Di antaranya adalah Surah Al-Muthaffifin ayat 26,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
Maka, berlomba-lombalah orang-orang (untuk meraih kebaikan itu).
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia memang seharusnya saling berlomba dalam meraih kesenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan surgawi.
Ada dua alasan penting mengapa manusia seharusnya berlomba-lomba dalam meraih kesenangan di surga. Pertama, kenikmatan surgawi itu sangat menyenangkan. Ayat 26 Surah Al-Muthaffifin itu berada di dalam rangkaian ayat yang berbicara tentang kesenangan surgawi. Sedemikian menyenangkannya kenikmatan di surga itu sehingga sangat tidak masuk akal jika ada manusia normal yang mengabaikan pencapaian atas kesenangan itu.
Sebagai perbandingan, manusia umumnya berjuang keras untuk meraih sesuatu di dunia ini karena mereka tahu bahwa di sana ada kesenangan yang akan dirasakannya. Ini sebenarnya adalah sikap yang sangat logis. Anehnya, banyak manusia yang tidak antusias atau bersungguh-sungguh melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu yang secara khusus ditujukan hanya untuk meraih kebahagiaan akhirat. Bahkan cukup banyak manusia yang berani mengorbankan kebahagiaan akhiratnya hanya demi meraih kesenangan duniawi. Padahal, kenikmatan akhirat itu jauh lebih menyenangkan dan lebih hakiki dibandingkan dengan kenikmatan duniawi manapun.
Manusia kebanyakan jatuh ke dalam sifat seperti itu karena kualitas kepercayaannya terhadap kehidupan akhirat tidak kuat. Tingkat kepercayaannya terhadap kehidupan hari kebangkitan, keberadaan nikmat surgawi, dan kepedihan siksaan neraka sangat tipis atau malah tidak ada sama sekali. Fakta inilah yang diungkap oleh ayat-ayat sebelumnya di surat yang sama. Pada ayat 4 hingga 6 Surah Al-Muthaffifin itu, Allah menyatakan bahwa seandainya saja manusia memiliki asumsi (tidak mesti sampai tahap yakin) terhadap keberadaan hari akhirat, yaitu hari ketika mereka dibangkitkan di hadapan Allah Penguasa alam semesta, mereka tentulah tidak akan melakukan kejahatan dan dosa.
Kembali ke permasalahan perlombaan dalam meraih kesenangan tadi, bisa disimpulkan bahwa jika manusia memang percaya terhadap keberadaan kesenangan surgawi, ia pasti tidak akan pernah melepaskan kesempatan yang ada untuk meraihnya. Jika perlu, hal apapun akan ia korbankan demi meraih kebahagiaan itu. Bukanlah tindakan logis jika dia malah melakukan hal yang sebaliknya, yaitu terlena dalam meraih sesuatu yang lain sambil melupakan (atau malah merusak) kebahagiaan akhiratnya.
Kemudian, alasan kedua mengapa manusia selayaknya bergegas dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan untuk kemudian meraih kebahagiaan surgawi bisa dilihat dari istilah ‘bergegas’ dan ‘berlomba’ itu sendiri. Kedua kata ini bisa dipastikan terkait erat dengan kondisi tertentu, yaitu ketika jarak yang harus ditempuh jauh sedangkan waktu yang tersedia sangat sempit.
Situasi ini bisa dibandingkan dengan orang yang sedang berlomba lari. Jika jarak yang ditempuh cukup jauh (misalnya 20 kilometer) sedangkan waktu yang tersedia hanya satu jam, seorang pelari mau tidak mau harus bergerak dengan kecepatan minimal 20 kilometer per jam. Ia tidak bisa berjalan dengan langkah biasa jika tidak ingin kalah atau terdiskualifikasi.
Inilah pula yang sebenarnya terjadi dengan manusia dalam kehidupannya di dunia. Usia manusia sangat pendek dan terbatas. Sementara itu, jalan yang harus ditempuh agar bisa meraih kesempurnaan jiwa dan keterbebasan dari karat dosa sangatlah jauh. Karenanya, tidak ada cara lain kecuali menambah kecepatan dalam langkah-langkah mengerjakan amal kebaikan. Saat melakukan kebaikan demi meraih kebahagiaan yang sempurna dan hakiki di akhirat nanti, manusia harus mengasumsikan dirinya sebagai pelari yang sedang berlomba. Maka, sekali lagi, berlomba-lombalah dalam melakukan kebaikan.
Menepis Fitnah Perpecahan
Dengan menggelorakan Yaumul Quds, Anda berpartisipasi dalam upaya menepis fitnah perpecahan. Musuh tiada henti berkonspirasi untuk melemahkan umat Islam dengan menghembuskan api perpecahan dan perselisihan. Lihatlah yang saat ini terjadi di berbagai belahan dunia Islam. Di antara kaum Muslimin terjadi saling serang, saling fitnah, dan saling membunuh. Palestina adalah isu bersama seluruh umat Islam dunia. Lewat hari solidaritas internasional Al-Quds, kita tunjukkan kepada musuh bahwa barisan kaum Muslimin masih sangat kuat, rapat, dan solid.
(Dikutip dari rubrik Pesan Spiritual, Buletin Al-Wilayah, Edisi 13, Juni 2017, Ramadhan 1438)