Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)

Taubat nasuha memiliki keistimewaan dan pengaruh tersendiri. Dari ayat suci al-Quran tampak bahwa selain mendatangkan ampunan Allah SWT dan masuknya hamba ke dalam surga, taubat ini juga memiliki dua pengaruh istimewa lain; (Baca sebelumnya: Taubat Nasuha – 1)

Pertama, membuat aib hamba menjadi tertutupi pada hari kiamat. Hari  kiamat adalah hari di mana segala rahasia akan terungkap, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT;

يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ * فَمَا لَهُ مِن قُوَّة وَلاَ نَاصِر.

Pada hari dinampakkan segala rahasia, maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong.[1]

Namun demikian, dengan taubat nasuha, seseorang akan tertutupi aibnya di hari itu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT;

 تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّات تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الاْنْهَارُ يَوْمَ لاَ يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ …

bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia’”[2]

Jelas bahwa pengungkapan dosa-dosa merupakan salah satu beban yang paling menyedihkan di hari kiamat, naudzubillah. (Baca: Doa Ma’rifat Imam Mahdi pada Zaman Kegaiban)

Sebuah riwayat sahih tentang taubat nasuha menyebutkan bahwa Muawiyah bin Wahab berkata; Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Jakfar al-Shadiq as) berkata;

إذا تاب العبد توبة نصوحاً أحبّه الله، فستر عليه في الدنيا والآخرة.

“Jika seorang hamba bertaubat nasuha maka Allah menyintainya sehingga Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.”

Muawiyah bin Wahab bertanya; “Bagaimana Allah menutup aibnya?” Imam menjawab;

ينسي ملكيه ما كتبا عليه من الذنوب، ويوحي إلى جوارحه اكتمي عليه ذنوبه، ويوحي إلى بقاع الأرض اكتمي ما كان يعمل عليك من الذنوب، فيلقى الله حين يلقاه وليس شيء يشهد عليه بشيء من الذنوب.

“Allah akan membuat dua malaikatNya lupa terhadap dosa-dosa yang telah mereka catat berkenaan dengan orang itu, berpesan kepada semua anggota tubuhnya agar menyembunyikan dosa-dosanya, dan berpesan kepada bumi; ‘Sembunyikanlah dosa-dosa yang dia lakukan terhadapmu.’ Dengan demikian dia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan tak ada suatu apapun yang memberikan kesaksian atas suatu apapun di antara dosa-dosanya.”[3]

Kedua, membuat seorang hamba dapat memiliki bekal cahaya nang terang benderang di tengah kegelapan hari kiamat, sebagaimana dapat disebutkan dalam firman Allah SWT;

نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْء قَدِيرٌ.

“Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: ‘Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.’”[4]

Ungkapan demikian juga disebutkan al-Quran dalam menyifati orang-orang yang beriman;

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِم بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الاَْنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ * يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ آمَنُوا انظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِن نُّورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءكُمْ فَالْتَمِسُوا نُوراً …

“(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada meraka): ‘Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.’ Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu. Dikatakan (kepada mereka): Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).’…”[5]

Di bagian akhir ayat ini terlihat betapa orang-orang munafik mengira bahwa cahaya orang-orang beriman itu tak ubahnya dengan cahaya pelita di dunia di mana selain pemiliknya juga dapat memanfaatkan cahayanya jika pemilik meletakkan pelita itu di depan orang lain yang ingin memanfaatkannya. Karena itu mereka berkata, “Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu. Mereka tidak mengetahui cahaya ini berbeda dengan cahaya pelita di dunia. Cahaya kaum beriman di hari kiamat, kalau hendak diibaratkan, lebih menyerupai cahaya yang tertangkap oleh mata sehingga cahaya hanya dapat dimanfaatkan oleh pemilik mata itu, dan ini terjadi hanya pada orang yang memiliki mata yang sehat. Sedangkan orang yang dilahirkan dalam keadaan buta jelas tak mungkin dapat meminta kepada pemilik mata yang sehat menantinya agar dapat ikut menangkap cahaya.

(Bersambung)

 

Catatan:

[1] QS. Al-Thariq [86]: 9 – 10.

[2] QS. Al-Tahrim [66]: 8.

[3] Al-Wasa’il, jilid 16, hal. 71, Bab 86 Jihad al-Nafs, hadis 1.

[4] QS. Al-Tahrim [66]: 8.

[5] QS. Al-Hadid [57]: 12 – 13.

Baca: “Taubat Nasuha (3/5)

 

 

No comments

LEAVE A COMMENT