Seseorang untuk bertahan dan melanjutkan hidup, mau tidak mau harus mencari serta mengambil manfaat dari dunia, dan dengannya dapat melakukan penghambaan kepada Allah Swt. Maka bagaimana seharusnya dia berhubungan dengan dunia agar tidak terpaut cinta padanya; bagaimana dia harus mengambil manfaat dari dunia, namun hatinya tidak terjerat serta tertawan olehnya?
Sesuai dengan tuntutan akal dan syariat yang menyatakan bahwa mencari dunia adalah sebuah keharusan yang tak terelakkan. Imam Ali a.s. kemudian menjelaskan tentang cara yang benar dalam mencari dunia dengan cara yang benar dan syarat keindahan; beliau berkata: “Maka bersikaplah tenang dalam mencari (dunia) dan gunakan cara yang baik untuk memperolehnya!” (Bihar al-Anwar, 78/92)
Ada sekelompok orang yang mau dan sanggup menerjang apa saja, baik yang halal maupun yang haram, yang syar’i maupun non-syar’i demi meraih harta benda duniawi. Sebagai misal, apabila dia hendak mencari uang, rumah, mobil, kedudukan tertentu, wanita pendamping hidup atau keinginan-keinginan yang lain, dia cenderung melampaui batas. Segala cara dia lakukan tanpa berpikir apakah cara tersebut dibenarkan oleh agama atau tidak. Dia menghalalkan segala cara demi mewujudkan keinginan duniawinya tanpa peduli dengan kemuliaan dan kehormatan diri serta norma-norma insani.
Baca: Penghamba Dunia Layaknya Hewan Ternak
Padahal sebagai seorang manusia, seharusnya dia menempuh jalan yang mulia dan bermartabat dalam meraih beragam keinginan agar nilai-nilai kemanusiaannya tidak terinjak-injak. Hendaknya dia memerhatikan mana yang halal serta mana yang haram, agar kemuliaan insani tidak tergadaikan demi impian-impian duniawinya; hendaknya dia mencari dunia dengan cara yang benar dan mulia yang jauh dari kehinaan serta kerendahan perilaku.
Ketika engkau mendapati dirimu tidak bisa berpaling dan menutup mata dari gemerlap dunia dan karena memang manusia tidak bisa berlepas diri secara total dari kebutuhan duniawinya, setidaknya tempuhlah jalan yang benar dan mulia dalam mencarinya. Carilah dunia tanpa harus mengotori diri dengan perbuatan haram yang menghinakan; dan jangan sekali-kali engkau menjual kemuliaan dirimu dengan dunia yang fana. Karena betapa banyak orang yang berusaha keras dan mati-matian dalam mencari dunia, namun alih-alih dia mendapatkan keuntungan justru menuai kerugian dan berakhir dengan hilangnya modal kerja.
Ada banyak pedagang yang mencari dunia dengan penuh kerakusan, tetapi mereka tidak sedikit pun mendapat keuntungan, bahkan seluruh modal kerjanya ikut habis terbuang dan mengalami kerugian yang besar. Karena tidak selalu mereka yang bekerja dengan penuh kerakusan sambil menghalalkan segala cara, akan mendapatkan harta serta keuntungan yang lebih banyak. Banyak orang yang berusaha mati-matian justru mengalami kerugian. Betapa banyak orang yang bekerja secara santun dengan perhitungan yang matang, tanpa kecemasan dan ketergesa-gesaan, tanpa menjual kehormatan dan kemuliaan diri, sambil menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan etika insan, mereka berhasil meraih manfaat serta keuntungan yang sebesar-besarnya dari kehidupan dunia. Sungguh tidak benar, mereka yang mencari dunia dengan penuh ketenangan melalui jalan-jalan yang benar dan sarat kemuliaan, pasti akan merugi dan hidup kekurangan.
Oleh sebab itu, dalam mencari dunia, pilihlah jalan yang rasional. Jalan yang dapat menjaga agama, kehormatan serta kemuliaan diri. Jangan hanya untuk mendapatkan harta dunia yang sangat tidak berarti, kemudian engkau injak-injak agama, kehormatan serta kemuliaan dirimu. Imam Ali a.s. menasihati: “Muliakan dirimu dari setiap perbuatan yang menghinakan, meskipun hal itu akan menyampaikan dirimu pada apa yang engkau inginkan; karena setiap (nilai agama dan harga diri) yang telah engkau pertaruhkan tak akan pernah bisa digantikan.”
Muliakanlah dirimu dari hal-hal yang hina dan jagalah kehormatan serta kemuliaan dirimu; jauhilah perbuatan haram, menjilat serta menjual harga diri demi kebutuhan-kebutuhan sesaat duniawi, karena agama, kehormatan serta kemuliaan diri yang telah engkau korbankan, tak akan pernah tergantikan oleh harta benda duniawi yang tak berharga.
Seorang mukmin harus pandai menjaga kehormatan serta kemuliaan dirinya. Ketika membutuhkan sesuatu, tidak mengutarakan serta membeberkan kebutuhannya kepada orang. Betapa indah pujian Alquran kepada sekelompok orang yang berada dalam kebutuhan dan kesulitan ekonomi, namun begitu luar biasa mereka menjaga kemuliaan serta kehormatan diri, sehingga masyarakat mengira mereka sebagai orang-orang kaya. Mereka sangat menjaga kemuliaan diri sehingga tidak pernah meminta-meminta dengan cara yang melanggar etika. Allah Swt mengabadikan mereka dalam Alquran:
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahu.” (QS. al-Baqarah: 273)
Mereka yang terdidik dalam ajaran Ahlulbait a.s. tidak akan pernah meminta-minta walau pun dalam kebutuhan. Apabila mereka diberi hadiah dan santunan secara sembunyi-sembunyi, wajah mereka memerah dan tidak sanggup untuk menerimanya. Namun, ada sekelompok manusia yang hanya karena harta benda tak berharga dunia sudi mempertaruhkan kehormatan serta kemuliaannya dan membeberkan apa yang menjadi kebutuhannya kepada setiap orang. Sementara seorang mukmin sejati tidak akan pernah melakukan hal-hal yang menghinakan diri atau melakukan kejahatan demi meraih harta benda duniawi yang cepat berlalu; disebabkan dia telah mendengar nasihat dari Maulanya yang berkata: “Muliakan dirimu dari setiap perbuatan yang menghinakan, meskipun hal itu akan menyampaikan dirimu pada apa yang engkau inginkan; karena setiap (nilai agama dan harga diri) yang telah engkau pertaruhkan tak akan pernah bisa digantikan.”
Jauhilah perbuatan yang menghinakan, sekalipun ia dapat membawamu untuk meraih beragam keinginan. Boleh jadi, seseorang menempuh sebuah jalan yang dapat menyampaikannya pada hal-hal yang diinginkan, namun dengan harga yang sangat mahal, yaitu dengan mempertaruhkan kemuliaan, martabat, harga diri dan perbuatan-perbuatan yang menghinakan; sungguh suatu kebodohan! Apabila seujung jarum kemuliaan, martabat, harga diri serta agamamu dihinakan dan sebagai imbalannya seluruh dunia diberikan padamu, hal itu masih belum sebanding dengan harga diri, kemuliaan serta agamamu! Apa kira-kira yang bisa engkau raih dengan mempertaruhkan kemuliaan dan harga diri!
Baca: Membebaskan Diri dari Belenggu Duniawi
Yang pasti, engkau hanya akan mendapatkan sesuatu yang lebih rendah dari nilai kemuliaan serta harga dirimu dan tidak akan pernah sebanding dengannya, seberapa pun besar nilai materi yang didapat! Dengan kata lain, apa yang engkau pertaruhkan dari agama dan kemuliaan diri, maka engkau akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih rendah nilainya dari agama dan kemuliaan diri.
Dengan demikian, apabila engkau memang tidak dapat menarik diri dari keterpautan pada dunia secara total, setidaknya carilah dunia dari jalan yang halal tanpa mempertaruhkan harga diri, kemuliaan serta nilai-nilai tinggi agama. Karena harga kemuliaan diri dan nilai-nilai agama jauh lebih besar bahkan dari ribuan dunia dan harta benda duniawi. Jangan pernah engkau timbang dan hargai agama serta kemuliaan diri dengan harta benda duniawi yang tidak berharga, karena engkau tidak hanya akan kehilangan modal, tetapi engkau juga akan kehilangan jiwa dan dirimu sebagai pemilik modal.
*Dikutip dari buku 21 Nasihat Abadi Penghalus Budi – Ayatullah Taqi Misbah Yazdi